19. 진실이 가득한 버스

25 18 15
                                    

Semakin kucari tahu semakin aku merasakan sakit hati. Itulah kata yang mendeskripsikan perasaanku sekarang saat melihat wajah ayah yang baik-baik saja. Aku tidak tahu apakah ayah sedang mati rasa sampai dia seperti itu atau memang dari dulu tidak ada rasa sampai membiarkan ibu pergi begitu saja?

Pertanyaanku tadi langsung di jawab 'tidak' dengan cepat dan tepat mengenai ulu hatiku. Karena tidak tahan lagi aku masuk ke dalam kamar sambil membanting pintu. Ayah tidak peduli dan aku akan lebih tidak peduli.

***

Besoknya aku lebih dulu masuk ke dalam kelas, aku tidak mau terakhir sampai karena jika itu terjadi aku harus melihat kebersamaan mereka. Selagi menunggu bel masuk. Aku bermain ponsel sambil melihat-lihat postingan teman-teman di Instagram. Mereka bertiga pergi bersama tanpa diriku. Aku melewatinya tanpa berniat sakit hati, toh sekarang aku harus fokus pada bus lagi bukan mereka. Hingga satu story membuat tanganku terhenti. Disana Aji membagikan vidio berada di laut sedang naik kapal, padahal vidio itu sudah pernah ia posting kenapa dia melakukan itu lagi? Aku menyadari sesuatu, aku melihat story ku kemarin dengan latar yang sama bersama Kijong, tapi aku tidak menunjukan dirinya melainkan hanya pantai. Perasaanku jadi tidak enak. Aku takut semua itu berhubungan denganku dan membuat masalah bersama teman-teman jadi runyam.

"Ciee yang kemarin liburan," celutuk Kang Bo-ni seperti menyindirku. Dia baru saja datang bersama Yun Li-sa.

Yun Li-sa buru-buru menyenggol lengannya seperti memperingati, tapi gadis itu malah tertawa sembari meletakkan tasnya di kursi dan pergi keluar kelas bersama.

Aku menghembuskan napas pelan, sudah kuduga laki-laki itu membuat masalah lagi, kenapa selalu saja dia malakukan hal yang membuang waktunya, untuk apa dia seperti itu? Aku tidak tahu siapa yang ingin dia buat cemburu? Dia kah atau Yun Lisa?

Jung Re-na datang bersama Lim To-mi, saat matanya melihatku dia buru-buru duduk di tempat Yun Li-sa Lisa sambil menghadap ku.

"Eh Ya? Kemarin kau kemana?"

Aku tidak mungkin menjawab pergi bunuh diri.

"Pergi ke pantai."

"Iya tau, kau pergi ke sana dengan tujuan apa?"

Wajah Jung Re-na terlihat serius, aku tidak tahu kenapa dia harus memperjelas semua hal ini.

"Jalan-jalan doang kok."

"Semua orang tau juga kau jalan-jalan, tapi kau tau kan kota ke pantai itu jaraknya jauh, masa kesana pergi jalan-jalan sendiri?"

"Ya enggak lah, aku di temani temanku namanya Kijong."

Jung Re-na mengangguk manggut-manggut. Dia terlihat seperti mendapatkan letak posisi harta Karun. Aku sadar dia tidak hanya mau berteman denganku cuma-cuma, dia hanya jadi perantara untuk mendapatkan informasi dan diberikan pada Yun Li-sa dan Kang Bo-ni.

"Sejak kapan kau punya teman? Setiap hari aku liat kau jalan sendirian, trus juga kan kau murid baru dan gak banyak tau tempat disini."

Jadi karena itu mereka menuduhku jalan bersama Ahn  A-ji? Miris sekali. Sampai kapan aku harus terjebak dengan permainan laki-laki itu? Aku tidak menjawab lagi. mulutku keluh rasanya begitu sakit.

***

Jam istirahat aku habiskan di rotrof, disana aku bisa menjernihkan pikiranku, sambil melihat nomor Ahn A-ji, detik itu juga aku langsung memblokir instagramnya dan menghapus pesannya.

Dramanya tidak akan kuladeni lagi, orang seperti dia harus dijauhi sampai dia tidak tahu informasi tentangku.

Aku menutup mata sambil menghembuskan napasku, lelah sekali menjalani kehidupan di sekolah baru ini. Aku memutuskan untuk tidak memikirkannya, aku harus mengingat semua perjuanganku untuk mencari tahu tentang bus.

Saat bel pulang, aku orang pertama yang lebih dulu keluar kelas dan buru-buru menuju bus, selama perjalanan Lee So-ni menyapaku seperti ingin melanjutkan percakapannya tapi aku hanya tersenyum tanpa berniat menjawab dan pergi begitu saja.

Jangan coba-coba dekat denganku, aku tidak punya waktu untuk dijadikan bahan gosip kalian semua.

Segera aku naik bus dan pergi meninggalkan halte. Aku tidak turun saat sampai di halte tempat tinggalku aku hanya menunggu bus itu berhenti untuk membuat aku turun. Saat melewati kota Los paradise aku melihat cafe Carlie di sana, begitu pun dengan para penumpang lainnya yang mulai bergosip.

"Orang yang dari luar negeri itu semenjak pacarnya meninggal dia tidak lagi membuka kafenya, padahal hidangan dan minuman disana enak-enak."

Aku tersentak mendengarnya. Kata mereka tutup? Bukannya di bilang Carlie kalau dia buka malam?

"Tapi yang aku tahu bukanya malam," sambungku membuat dua wanita itu menoleh padaku.

"Masa sih? Setahuku kafe itu buka setiap hari, kalau pun buka malam pasti kami tau. Apa kau orang baru disini? Apa kau tidak tahu soal kecelakaan bus?"

Aku terdiam. Jadi alasan sepi pengunjung itu karena itu. Aku terlalu bodoh sampai tidak mengetahui semuanya.

"Kalau boleh tahu di mana rumahnya?"

"Tidak ada yang tahu."

Apa mungkin dia tinggal di kafe, dan sendirian?

Memikirkan semua itu membuatku tidak sadar kepergian dua wanita itu, perlahan demi perlahan penumpang satu per satu pergi menyisakan aku. Ternyata kami dipertemukan untuk saling melengkapi.

"Nuna gak turun?" tanya pak sopir. Aku gelagapan dan segera bangkit dari dudukku.

"Mbak sebenarnya mau pergi kemana? Dari tadi saya liat Nuna terus berada di bus tanpa berniat turun, apa tujuan Nuna jauh? Bus akan kembali ke soul di tempat Nuna masuk."

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, "Kalau begitu aku turun disini saja pak." Aku segera turun dan menyadari langit yang terlihat mulai gelap.

"Kita bertemu lagi," ucap seseorang sambil memelukku. Aku terkejut karena kaget. Dia melepaskan pelukannya sambil menghapus air matanya.

"Maaf aku tidak bisa melupakannya."

***

Aku tahu kata itu bukan untukku tapi karena suasananya jadi canggung aku mengajaknya ke toko buku, dia pun mau-mau saja dan terus mengekoriku seperti anak kucing.

"Kau tidak mau membaca komik?" ucapku berusaha menghentikan kegiatannya yang terus menatapku sedang membaca.

Dia seperti tertangkap basah sambil terkekeh pelan. "Aku tadi ke sini, jadi aku sudah cukup membaca."

"Padahal kau terlihat tidak seperti orang yang suka membaca, kau lebih cocok dengan gitar."

"Semua orang juga mengatakan itu apalagi penampilanku berbanding terbalik, tapi kalau tidak begitu rasa rinduku akan terus memuncak, aku hanya melarikan diri dari semua itu."

"Apa karena dia suka membaca?" Jeno sesaat terkejut kemudian tersenyum. "Iya, sangat kelihatan sekali, ya?"

"Iya, dia juga pasti mirip denganku sampai kau harus memelukku."

Jeno tidak menjawab, senyum pun tidak terlihat lagi di wajahnya.

"Kau tahu, ini bukan wujudku dia hanya ingin membuatmu tidak menderita lagi, kalau kau penasaran ingin melihat wajahku yang asli datang saja di tempat pemakamannya, mungkin disana dia bisa pergi dari tubuhku."

Mata Jeno membola sempurna, dia menatapku penuh kebingungan.

"Jangan tanya aku selebihnya, karena aku juga tidak tahu kenapa ini bisa terjadi padaku."

"Kau tidak bercanda, kan?

Aku menggeleng pelan, dan itu membuatnya meneteskan air mata.

Sekarang aku tahu kenapa orang-orang yang pergi meninggalkan kita tidak sepenuhnya pergi karena mereka ingin membuat kita ikhlas dengan kepergiannya.

***

Majimag beoseu jeonglyujangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang