17. 버스는 어색함으로 가득 차 있었다

28 17 151
                                    

Aku terjebak bersama ketiganya di kelas setelah sepulang sekolah, jangan tanya bagaimana kelanjutan pertemuanku dengan Carlie hari itu, dia tidak menjawab sama sekali dan menyuruhku pulang agar bisa menyelesaikan masalah itu. Sekarang aku menghabiskan semua waktuku untuk berpikir bagaimana cara mengerjakan ujian yang di berikan Lim To-mi_sang ketua kelas pada kami.

"Kamu kok gitu, sih! bantuan aku dikit Napa!" rengek Jung Re-na kesal. Tapi naasnya laki-laki itu bersikap profesional dia bisa membedakan sedang pacaran dan waktu saat menjadi ketua kelas.

Harusnya dia menuruti kata kami, tapi dia malah membuang omongan kami dan memilih berpacaran dengan laki-laki yang gila nilai itu.

Aku melihat bahu Yun Li-sa yang naik turun dari belakang karena tertawa. Gadis itu masih meladeni Jung Re-na. Pikiranku terbawa kembali saat baru masuk kelas di jam pertama, Dia yang biasanya menyosorku dengan sapaan dan pertanyaan kini malah tidak melakukan itu lagi. Dia sibuk bermain dengan Kang Bo-ni dan Jung Re-na. Aku yang memang tidak pandai nimbrung pada mereka memilih mengasingkan diri sampai jam pulang dan berakhir terkurung bersama.

Pacar ketua kelas masih mau berbicara padaku dan mengajakku ke kantin tidak dengan Kang Bo-ni yang terang-terangan melihatku dengan mata sinisnya. Hanya orang bernama Ahn A-ji, dia sampai melakukan itu, bagaimana kalau mereka tahu kelakuan Choi Ma-da saat di rotrof? Mungkin aku sudah dibully habis-habisan.

Sifatku yang memang tidak banyak bicara membuatku diam, andai saja mereka bertanya soal  Ahn A-ji, aku pasti akan menjawab sejujurnya soal kelakuan laki-laki itu. Seperti yang dikatakan Carlie kalau mereka membutuhkanku mereka tinggal datang dan mengatakan semuanya. Lagi pula pertanyaan kemarin tidak lengkap dan jelas, aku pasti hanya menjawab seadanya, mau bertanya lebih itu bukan keahlianku.

Waktu ujian pun habis kami ber empat keluar bersama. Lim To-mi pergi membawa kertas ujian kami ke ruang guru. Yun Li-sa dan Kang Bo-ni hilang entah kemana, Jung Re-na seperti biasa menunggu Pacarnya. Sedangkan aku memilih berjalan tak tentu arah karena terlalu banyak pikiran.

Terlalu asik menunduk, tanpa sengaja aku menabrak kaki seseorang yang sedang duduk. "Maaf," ucapku sambil melihat sipemilik sepatu. Laki-laki itu adalah Lee So-ni dia menepuk samping bangkunya menyuruh untuk duduk. Aku menggeleng tegas, aku tidak mau lagi terlibat dengan laki-laki itu apalagi lelaki yang ada di hadapanku adalah orang yang di sukai Bae Se-na.

"Aku sudah mendengar kejadian di kantin, aku mengantikan Sena untuk minta maaf."

Hello? Gak salah dengar, kan? Untuk apa dia melakukan perbuatan laknat itu. Aku berusaha menahan mulut manisku untuk tidak melontarkan kata-kata suci itu.

"Aku juga minta maaf karena semua itu adalah salahku, aku dengar Sena cemburu saat aku memberikan Yakult. Tapi itu memang untukmu bukan untuk membuatnya cemburu." Kata itu terdengar lirih dia terlihat tidak bertenaga hanya untuk menyebut nama Bae Se-na.

Lagi-lagi aku tidak merespon dan duduk tidak lagi berdiri sambil menunggunya selesai bicara.

Aku tidak tahu haruskah aku berteriak Waw!!seorang Lee So-ni yang jago main basket kini malah menyukai perempuan kucel sepertiku? Dia tidak katarak, kan?

Aku bahkan harus menghembuskan napas kasar berulang kali untuk membuat hatiku tenang.

"Aku tahu di posisi mu sekarang sangat tersiksa, karena tahu itu aku tidak lagi bertemu denganmu, tapi sekarang takdir mempertemukan kita."

Takdir matanya! Ucapan dia benar-benar tidak ada habisnya. Siapa saja tolong aku!

"Eh Aya? Bukanya kau ingin pulang? Ayo pulang bersamaku!" Jung Re-na datang dengan sayapnya. Dia menolongku hari itu juga.

Aku mengangguk senang, dia langsung menggandengku pergi sambil melambaikan tangan pada Lee So-ni.

Setelah sampai di depan gerbang sekolah, lingkaran tangan itu mengendur. Aku melihatnya dengan perasaan campur aduk, apa aku berbuat salah lagi?

"Kau pulang diluan ya, aku harus kembali menunggu Tomi." Hatiku tersentuh mendengar itu. Dia bahkan rela berjalan jauh untuk menjauhkan ku dari Si Lee So-ni bermulut panjang itu.

Aku mengangguk sambil tersenyum, dia pun berlari masuk. Saat aku kembali berjalan, telingaku tidak sengaja mendengar nama Jung Re-na yang disebut-sebut, aku pun memasang kupingku lebar-lebar, aku tidak rela temanku digosipkan, tapi yang mirisnya itu bukan yang seharusnya aku dengar.

"Akhir-akhir ini Soni dekat dengan Rena, Mereka pacaran, kan?"

"Masa sih? Kayaknya Rena udah punya pacar, deh? Kalau gak salah si Tomi ketua kelas 11 A."

"Kakak adean itu!" sahut perempuan ketiganya.

"Masa kakak adean mesra gitu, emang Tomi gak cemburu?"

"Tomi kan gak liat, dia aja sibuk sekarang jadi anggota OSIS."

Kenapa aku tidak menyadarinya? Selama ini aku kemana? Pantas saja Rena langsung membawaku menjauhi Soni, apa dia cemburu? Apalagi sampai kakak-adean, hubungan seperti itu tidak sama dengan teman.

Aku takut pikiran jahatku mulai bereaksi, aku takut salah paham. Padahal tadi aku sudah berpikir positif tapi karena gosip itu pikiranku mulai negatif.

Aku benci berada di tengah-tengah, seperti Ahn A-ji dan Lee So-ni. Haruskah aku menghilang saja?
Aku berjanji pada diriku untuk tidak terlibat lagi dengan keduanya.

Sekarang aku sendirian, tidak ada yang bersamaku lagi. Aku jadi merindukan Choi Ma-da, orang yang selalu menghawatirkanku dan tanpa dosa, aku malah keluyuran entah kemana.

Aku naik bus cukup lama, aku turun dan berjalan tak tentu arah hingga akhirnya aku sampai di sebuah pantai yang mirip dengan tempat yang aku pergi kan bersamanya.

Hembusan angin terasa sangat segar, aku membuka sepatuku dan meletakkan tasku. Aku merasa dengan berada disana, pasti rasa rinduku akan terbayarkan. Sambil menghampiri ombak, perlahan demi perlahan, kakiku terus melangkah memasuki air. Hingga volume air mengikut naik dari yang mata kaki sampai ke pinggangku. Seragamku basah aku tidak memperdulikannya yang ada di pikiranku hanya ingin angin itu menghapus ingatan yang membuatku sakit.

"Hey! Kau gila!" teriak seseorang bersahut-sahut. Suaranya yang awalnya samar kini terdengar jelas dan bahkan menarik ku keluar dari air saat semua air itu melahap diriku.

Aku merasa dadaku di tekan hingga aku memuntahkan semua air yang memenuhi ronggaku. Mataku perlahan kubuka dan berharap sosok Choi Ma-da ada disana sambil tersenyum melihatku tapi semua itu sirna di gantikan dengan laki-laki yang tidak asing.

"Kijong?"

"Bagus kalau kau baik-baik saja. Kenapa kau sampai nekat begitu? Apa kau tidak memikirkan orang-orang yang kau sayangi?!" Wajah laki-laki itu memerah, dia pasti sangat marah karena tindakanku.

"Siapa yang menyayangiku?" Air mataku perlahan jatuh, aku memikirkan banyak hal sampai membuat kepalaku ingin pecah. Aku tidak pandai mengekspresikan diri dengan marah, semua kemarahan ku hanya bisa ku pendam dan kutahan. Aku sakit tidak yang tahu. Aku hanya terlihat cuek dan tidak peduli, Padahal aku tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana meluruskannya. Aku benar-benar bodoh.

"Trus aku apa?"

***

Majimag beoseu jeonglyujangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang