Lamunanku pecah saat klakson menyadarkan, aku berbalik menatap tangan Mada yang refleks menarik tali BH ku agar tidak melewati lampu merah.
Hening beberapa menit, hingga Lelaki itu segera menarik tangannya dan menyembunyikan di saku celana, serta ocehan ngawur yang mulai merajelela dia lontarkan.
Aku hanya diam tidak tahu harus merespon apa atas tindakannya. Apa butuh diapresiasi karena sudah menyelamatkanku? atau sebaliknya sebagai tindakan kriminal yang tidak disengaja?
***
Aku sampai di sekolah dengan selamat sentosa, saat baru saja duduk di kursiku dengan tenang, ponselku berbunyi di saku rok. Aku mengambilnya dan mulai duduk membaca notif pesan yang ingin membuatku mual.
Kita boleh ketemuan, ga?
Ternyata laki-laki itu benar-benar mengincarku. Aji orang yang sangat kuhindari kini mulai mensemayat di gawai berwarna pink helo kitti itu : entah karena lawan jenis lain di muka bumi ini sudah punah atau dia butuh seseorang untuk menyembuhkan hatinya yang sedang luka akibat ditolak mentah-mentah oleh temanku.
Aku masih baik mau membalasnya dan dia tidak punya malu untuk mengirimkanku pesan, seputus asakah dia sampai memilih diriku yang tidak ada bagusnya ini? Apa yang harus dia banggakan dalam diriku? Selama camping aku hanya duduk diam mendengar mereka bicara, aku bahkan tidak sampai mencolok seperti teman-temanku. Seharusnya dia peka kepada orang sepertiku yang tidak ingin dimasuki hidupnya!
Refleks aku membanting meja hingga sepasang mata banyak yang tertuju padaku.
"Apa yang kamu lakukan, Aya?" Seorang wanita tua yang aku kenal sebagai guru mata pelajaran hari itu hanya bisa ku berikan senyuman canggung.
"Maaf Bu, tadi ada kecoak."
Kalimat itu bukanya sebagai alibi malah membuat seisi kelas gempar, mereka berjingkrak-jingkrak ketakutan, berdiri di atas meja dan ada juga yang lari keluar ruangan, menyisakan aku yang menatap mereka dengan tatapan sendu, aku membiarkan semua itu lalu, sambil menatap ke luar jendela, di bawah sana ada Choi Ma-da yang sedang main bola bersama teman-temannya.
Aku melihatnya penuh harap, aku menginginkan dia mendapatkan yang lebih baik.
***
Saat bel istirahat berbunyi aku menghabiskan waktuku menghayal, makananku hanya kusentuh di ujung sumpit, aku memikirkan banyak hal sampai rasanya kepalaku mau muncrat mengeluarkan unek-uneknya.
"Ya? Aya!"
Aku menoleh kaget, mendapati Yun Li-sa menatapku penuh kesal. Rambutnya yang panjang sengaja ia gerai sampai beberapa helaiannya terbawa angin sampai menempel ke ujung bibirnya.
"Apa?" jawabku polos.
Kang Bo-ni menyenggol lenganku yang saat itu dia duduk bersebelahan denganku, badannya yang cukup padat membuat nyawaku hampir berpisah dengan ragaku, sedangkan Jung Re-na yang duduk disebrang Yun Li-sa nampak cuek dengan hendset di telinganya.
Aku menengok ke arahnya yang sedang mengintruksikan padaku untuk berbalik. Aku menurut dengan pertanyaan yang mulai mengisi kepala. Saat menoleh terlihat Seorang laki-laki yang berdiri di samping kananku sedang memegang lima bungkus Yakult yang masih terlebel.
"Ambil," ujarnya dan bergegas begitu saja.
Butuh beberapa detik untuk menyadarkan tindakannya sampai seruan Yun Li-sa membuyarkan.
"Wuihhh! Dapat Yakult gratis!" Dia mengambilnya begitu saja, membuka lebelnya dan meneguknya sampai habis.
"Dia tadi ngasih Aya, kan? Ga, salah?" tanya Jung Re-na memastikan dengan mimik wajah sedikit syok sambil melepaskan hendsetnya.
Aku juga berpikir demikian, tapi rasa sakit malah terselip di hatiku sedikit demi sedikit. Memangnya apa salahnya dia memberikan minuman itu padaku? Mungkin saja dia kasihan padaku karena terlihat sangat miskin. Atau dia mendapatkan Yakult itu dari tong sampah dengan ingin mengerjaiku, kenapa mereka tidak bisa berpikir negatif sedikit pun.
Aku kenal Bae Se-na semenjak dirinya digosipkan dengan Lee So-ni_laki-laki yang memberikan Yakult padaku. Mereka digosipkan karena Lee So-ni menolak pernyataan cintanya, sampai membuat Bae Se-na membenci dan menjauhinya. Itu pun di lakukan terang-terangan sampai laki-laki itu terlihat jijik di mata semua orang, tapi aku tidak memperdulikan itu, aku masih mengubrisnya jika dia berbica padaku. Aku menganggapnya teman, sekedar teman tidak lebih.
"Iyaya, apa sekarang dia sudah move on dengan Sena? Atau sekarang dia sedang membuat Sena cemburu?" lanjut Kang Bo-ni.
Baru saja aku menata harga diriku kini di jatuhkan begitu saja. Ujung-ujungnya aku yang di jadikan pelarian rasa suka semua orang.
Aku tidak nimbrung dengan percakapan mereka, minuman itu kuberikan pada mereka tanpa menyentuhnya sedikit pun. Mood burukku yang levelnya hanya 2% kini naik sampai 100%
***
Saat bel masuk berbunyi, aku tidak ikut pelajaran, aku malah melarikan diri dari kenyataan dunia, kenapa pembahasan tentang diriku selalu saja seperti itu, aku tidak ingin memikirkannya tapi selalu saja bersangkutan dengan rasa insecure yang ku pendam selama ini.
Saat di halte aku mengingat kenangan singkat bersama Carlie. Namun saat ingin pergi ke Los paradise anehnya si pengemudi tidak mengetahui tempat itu. Aku pasrah dengan cobaan yang terus mendatangiku seperti hujatan netizen yang tidak berhenti seketika.
Aku duduk dekat jendela sambil memasang earphone, memandang kosong jalanan yang terasa sangat sunyi, ku perhatikan sekeliling orang-orang yang ada dalam bus hanya ada beberapa orang disana, si lelaki berkumis sedang berdiri didepan pintu menunggu bus tiba, si nenek yang sibuk menjahit menggunakan benang wol dekat supir bus, si lelaki aneh yang tidur di bagian belakang, mungkin pengganguran dan si aku yang bolos tanpa tujuan. Semuanya membosankan aku tertidur dengan sekali tiupan angin siang itu.
***
Aku terbangun saat bus merem mendadak, ilerku bahkan sudah jatuh di pipi begitu jijiknya. Aku membersihkannya menggunakan lengan dan setelah itu berdiri kebingungan.
"Maaf nak, ban mobil kayaknya kempes. Naknya pergi menggunakan bus lainnya saja ya?" Setelah mengatakan itu si bapak itu turun dari bus berwarna biru laut dan duduk minum kopi di pondok yang berada di samping bengkel.
Aku menghembuskan napas kesal, di sekeliling ku juga tidak ada lagi penumpang hingga menyisahkan aku sendirian. Aku turun dari bus dan mulai berjalan menghampiri matahari yang terik-teriknya. Karena terlalu silau aku bertabrakan dengan seseorang di pinggir jalan.
"Maaf," ujarnya terdengar sedih saat melihat ku sudah jatuh mencium tanah air, lututku juga berdarh sampai air berwarna merah itu mengalir sampai ke betisku.
"Astaga kau butuh pembalut! Mari ku antar ke rumah nenek!" serunya dan langsung mengangkatku ala bridel style.
"Tunggu kau salah paham!" Aku berusaha meloloskan diri tapi laki-laki itu tidak membiarkanku pergi begitu saja, dia bersikukuh dan mengantarkan seperti yang dia katakan.
Sampai di tempat tujuan aku melihat nenek yang ku lihat di bus tadi kini tengah duduk manis di teras rumah yang terlihat minimalis.
"Tolong bantu dia nek!"
Si nenek yang kaget dengan kedatangan tiba-tiba Laki-laki itu langsung berdiri menjatuhkan jahitan baju wolnya yang hampir jatuh ke lantai.
"Kijong apa yang kau buat dengan anak gadis itu?"
Suara paraunya membuatku jadi tidak enak hati untuk menjelaskan betapa bodoh cucunya.
Laki-laki yang baru kutahu bernama Kijong menurunkanku di depan wanita yang berumur sekitar delapan puluh tahun itu.
"Inis salah paham, sebenarnya aku ...."
"Dia butuh pembalut nek!" Potongnya tegas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Majimag beoseu jeonglyujang
FantasyDrama-Fantasi 마지막 버스 정류장 (majimag beoseu jeonglyujang) Halte Bus terakhir _TAMAT_ Ini bukan kemana saja tempatku pergi, tapi ini tentang batasan tempat untuk menjauhinya #Kim Aya-Na _____________________________________________ Ananda, Yudia, Alex...