Wisnu tidak pernah membayangkan bahwa hari bersejarahnya akan diawali dengan desahan panjang nan berat, tanpa senyum yang benar-benar menunjukkan dirinya bahagia. Bukankah seharusnya hari wisuda adalah hari bahagia bagi mahasiswa yang baru lulus?
Sambil berdiri di depan jendela, Wisnu membuka ponselnya dan melihat pembaruan dari beberapa teman. Teman-temannya tampak bahagia. Beberapa dari mereka ada yang sudah mengunggah foto bersama keluarganya dengan pakaian batik yang seragam. Mata Wisnu terasa panas, begitu pula dadanya. Namun setidaknya, rambutnya yang masih basah usai mandi pagi dapat membuat kepalanya terasa lebih dingin. Sesekali tangannya pun mengeringkan rambut dengan handuk yang masih tergantung melingkari leher. Ia melempar ponsel ke kasur dan mulai membuka jendela agar hidungnya bisa menghirup udara segar—dan mendinginkan rongga dadanya.
Semalam, Naka memaksanya untuk keluar kosan dan minum kopi di angkringan depan gang. Dari pesan pop-up yang muncul di layar ponsel, Wisnu bisa tahu bahwa sepertinya malam ini ia tidak akan dibiarkan tenang oleh Naka.
---
Nakamurah
Wisnu! Woy, ah elah. Lo masih idup, kan?
Nu.
Ppppppp
Nu, Wisnu! Gue tau lo baca ini buruan bales
Atau gue dobrak kamar loLo tau kalo lo berisik?
Nakamurah
Kan bener
Ayo ngopi
Buru---
Wisnu sebenarnya sudah mengabaikan pesan dari teman-serasa-sahabat-nya itu. Hanya, bukan Naka namanya kalau tidak terus maju sampai kekepoanya terpenuhi. Selain pesan itu, Naka juga menelponnya beberapa kali.
"Nu, beneran gue dobrak, nih! Satu. Dua..."
Sumpah!
Rasanya Wisnu ingin melempar segala barang-barangnya ke laki-laki yang tidak tahu diri yang sudah menggedor pintu kamarnya. Ia menyerah. Beberapa hari ini ia memang berusaha menghindari Naka dan anak-anak kosan. Entahlah, ia sendiri tidak tahu mengapa berbuat demikian.
"Tiga!"
Wisnu membuka pintu kamarnya tepat saat hitungan selesai. Ia melihat Naka yang sudah menekuk tangan kanan dan berada pada posisi kuda-kuda untuk mendobrak paksa pintu kamarnya.
"Lo tuh, ya. Aneh banget beberapa hari ini. Susah ditemuin, wisuda nggak bilang, sekarang—"
"Ayo, buru." Wisnu sudah mengunci pintu kamar dan berjalan mendahului Naka.
Wisnu tidak memulai percakapan. Dalam hatinya, ia berterima kasih pada Naka karena lelaki berkaos oblong itu juga tidak berbicara dan hanya mengikuti langkahnya hingga sampai ke angkringan. Keduanya memesan kopi hitam dan mengambil beberapa gorengan yang tersedia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Ilalang
General FictionPembuktian. Satu kata yang menjadi tujuan utama Wisnu setelah 4 tahun berjuang di jurusan pilihannya, tetapi selalu ditentang oleh orang tua. Sayangnya, tidak semudah itu wahai, Wisnu Ajisaka. Jatuh, bangun, guling-guling, dan kerasnya hidup di pera...