Wisnu baru bisa memejamkan matanya tiga puluh menit setelah subuh. Tentu saja bukan tertidur di kasur, tetapi di atas meja setelah berusaha memperbaiki CV yang akan ia gunakan untuk mendaftar ke berbagai lowongan kerja di platform online. Kalau saja bukan karena ketukan pintu yang terus terdengar, sepertinya lelaki yang kantung matanya mulai menebal ini tidak akan bangun.
"Woi, Wisnu! Lo habis wisuda nggak mati, kan?"
Agak laknat memang kalimat yang diucapkan oleh laki-laki berjaket hijau di balik pintu kamar Wisnu. Namun, laki-laki itu sepertinya tidak akan tenang jika belum melihat wajah sahabatnya yang tidak menyahut meski sudah dipanggil beberapa kali—tiap 10 menit, Naka menggedor pintu kamar Wisnu.
Si pemilik kamar mulai mengumpulkan nyawanya. Mata Wisnu yang masih terasa berat mulai bergerak pelan dan kelopaknya membuka perlahan diiringi kerutan di dahi. Gumaman berat terdengar. Lengannya mulai bergerak untuk mendorong kepala dan tubuh yang terkulai di atas meja. Namun, lengannya justru terperosok dan membuatnya terguling dari kursinya ke samping meja hingga memunculkan suara yang cukup mengkhawatirkan bagi orang yang mendengarnya.
"Wisnu! Itu apa yang jatuh? Bukan elo, kan? Anah, Nu! Respons napa, sih! Gue dobrak lama-lama pintu kamar lo!"
"Bang Naka, ngapain di depan kamar Bang Wisnu?"
Wisnu, yang kesadarannya mulai pulih, samar-samar mulai mendengar suara dua orang laki-laki di depan kamarnya.
"Abang lo, nih, Bal. Gue takut dia mati di dalem."
"Masih tidur kali. Dia masih bangun sampai subuh kayaknya."
"Kok lo tau?"
"Biasa, bolak-balik kamar mandi sambil nugas." Iqbal tertawa kecil.
"Anah, yang bener aja! Wisnu! Woi, bangun nggak lo!"
Sukses!
Teriakan Naka yang terakhir akhirnya membuat kesadaran Wisnu hadir sembilan puluh persen. Meski matanya masih berat, tragedi jatuh dari kursi dan teriakan Naka yang menggema berulang kali akhirnya membuat ia bisa mengontrol tubuhnya dan bangkit dari lantai. Setelah mengacak-acak rambut dan mengusap wajahnya kasar, Wisnu pun membuka pintu.
Bruk!
Siapa pun yang melihat posisi Wisnu dan Naka saat ini tanpa tahu kejadian sebenarnya, pasti akan salah paham. Bahkan Iqbal yang melihat proses terjadinya saja melongo di depan kamar Wisnu.
"Argh!"
Seperti sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dialami Wisnu. Setelah beberapa saat lalu jatuh terguling dari kursi, kini tubuhnya tertimpa tubuh Naka yang mau mendobrak pintu tepat saat Wisnu membuka pintu.
"Heh, Nakamurah," lirih Wisnu dengan suara yang serak. "Gue tau, lo kurus. Tapi, tetep aja berat. Bangun buruan!"
Naka menggulingkan dirinya ke samping dan terkapar sampil meringkuk mengelus dengkulnya yang terantuk lantai karena mendarat pertama kali saat jatuh tadi. "Lo kalo buka pintu itu bilang, lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Ilalang
General FictionPembuktian. Satu kata yang menjadi tujuan utama Wisnu setelah 4 tahun berjuang di jurusan pilihannya, tetapi selalu ditentang oleh orang tua. Sayangnya, tidak semudah itu wahai, Wisnu Ajisaka. Jatuh, bangun, guling-guling, dan kerasnya hidup di pera...