17 || Bersama Kesulitan, Ada Kemudahan

17 6 5
                                    

Tampaknya, huru-hara di ruang tamu kos membuat Bu Endang tertarik untuk join bareng anak-anak kos yang masih tinggal di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tampaknya, huru-hara di ruang tamu kos membuat Bu Endang tertarik untuk join bareng anak-anak kos yang masih tinggal di sana. Terlebih lagi, semua sedang berkumpul demi merayakan suksesnya sidang proposal Naka, walaupun di sisi lain sedang terkejut karena kepergian Iqbal yang sangat tiba-tiba dari kos. Begitu pikir Wisnu yang melihat Bu Endang celingak-celinguk beberapa kali, lantas keluar ruang tamu kos untuk memenuhi rasa penasarannya.

"Eh, buset, kelar makan malah perlu lu."

Wisnu tidak menggubris kalimat Naka yang cempreng bin menyebalkan itu. Ia segera menghampiri Bu Endang di rumah depan saking penasaran dengan gerak-gerik ibu kosnya itu—hanya celingak-celinguk, tapi tak kunjung masuk.

"Bu, ada yang bisa dibantu? Kok kayaknya saya lihat dari tadi bolak-balik gitu aja?" tanya Wisnu dengan nada lembut.

"Emang, kamu paling peka. Ini, Ibu masak banyak. Katanya, Naka baru selesai sidang proposal, kan? Ayo kita makan bareng semua anak kos."

"Tapi, lagi pada sedih juga, Bu, gara-gara Iqbal pergi."

"Oh...," Bu Endang mengusap kasar telapak tangannya ke celemek yang dikalungkan di depan tubuh, "ya, sekalian nanti Ibu yang cerita ada apa sebenarnya."

Mata Wisnu membelalak. Ada apa lagi di balik semua ini? Rasanya, ia ketinggalan banyak hal sejak sibuk mengurus dirinya sendiri, pekerjaan, dan keluarganya. Sebersit rasa bersalah muncul lagi di pojok hati lelaki yang rambutnya mulai lepek itu.

Para penghuni kos lainnya baru sigap ikut membantu mengangkat-angkat makanan yang sudah dimasak oleh Bu Endang ke ruang tamu kos setelah Wisnu muncul membawa panci besar berisi tongseng kambing dan Bu Endang membawa sepiring lalapan. Ilham, Naka, dan Nanang—yang wajahnya masih sepucat zombie—mengangkat makanan lainnya plus nasi sebakul besar. Para penghuni perempuan lantas mengambil karpet-karpet yang mereka punya supaya para penyantap makan besar lesehan ini tidak langsung duduk di lantai—apalagi ada Bu Endang dan Ayu. Ah, yang terakhir ini tentu saja membuat Naka sedikit salah tingkah dan curi-curi pandang sampai kena gaplok Wisnu.

"Nah, pertama-tama, Ibu ucapkan selamat buat Naka, kuncen kosan, abang gojek, sekaligus abang galon tercinta kita—"

"Mantu idaman juga gitu, Bu," sela Nanang mengompori topik sambil melemparkan lirikan meledek ke arah Naka. Tentu saja Naka melotot.

Bu Endang tertawa dan melanjutkan, "Ya, selamat ya, Naka. Akhirnya satu langkah terlewati juga. Buat Wisnu yang sudah mulai kerja, Ilham, dan semua penghuni kos yang masih di sini, selamat dan terima kasih karena sudah bertahan dan sehat sampai sekarang."

Wisnu menangkap mata Naka sedikit melirik ke arah Audi saat Bu Endang menyampaikan kalimat terakhir. Perasaannya tidak enak.

"Ih, Bu Endang, Pia jadi mau nangis, nih, kalo digituin," sahut Pia yang menggunakan kaos merah muda. Matanya mulai berkaca-kaca.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bunga IlalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang