Selama beberapa hari, Wisnu hanya keluar kamar jika ada yang memanggilnya saja. Mulai dari Naka yang selalu mengganggu di pagi hari, sampai sidang Nanang yang tiba-tiba dapat uang banyak dan mengisi penuh kulkas dengan makanan. Sebagai salah satu dari tiga abang paling tua di kos, secara tidak langsung membuat lelaki ini menjadi pengacara—pengangguran banyak acara—khusus penghuni kos.
Terlebih saat Naka mendadak heboh mengatakan bahwa Nanang diduga jual beli narkoba, agenda Wisnu untuk terus setor CV ke mana-mana langsung batal. Ya, walaupun saat sidang dirinya lebih banyak diam dan mendengarkan Naka menginterogasi Nanang. Untungnya bocah itu lepas dari tuduhan yang aneh-aneh.
Hari ini, pagi Wisnu cukup tenang. Sepertinya, Naka tidak sempat mengganggunya karena sedang sibuk mengurusi acara seminar dari dosen pembimbing. Sebenarnya dalam hati Wisnu cukup kesal. Dosen pembimbing macam apa yang memanfaatkan mahasiswa bimbingannya untuk mengurusi hal-hal yang sudah menjadi tanggung jawab universitas? Apalagi, kasusnya Naka adalah mahasiswa limit. Sudah lama tidak lulus-lulus, ia khawatir teman-rasa-sahabat-nya itu mendapatkan Surat Peringatan karena sudah mencapai limit waktu kelulusan.
Ah, tidak mungkin. Naka tidak sebodoh itu menerima dirinya disuruh-suruh tanpa menagih dosen pembimbingnya untuk segera menjadwalkan seminar hasil. Andaikan teman-rasa-sahabat-nya itu malah semakin dipersulit agar bisa dimanfaatkan, bisa-bisa di masa penganggurannya ia akan demo ke kampus.
Hanya, rasanya aneh ketika pagi ini justru Wisnu bisa tidur dengan tenang tanpa sarapan keributan dengan Naka. Meskipun demikian, rencananya untuk bangun siang dan leha-leha setelah begadang—karena maraton film Harry Potter 1 sampai 5—terlaksana dengan sukses. Ia hanya bangun saat azan zuhur berkumandang, salat, lalu kembali tidur. Entah untuk balas dendam dari perilaku begadangnya atau memang untuk menghindari realita yang terlalu tidak pasti. Bukankah lebih enak tidur dan bermimpi indah daripada menghadapi realita?
Hingga akhirnya, Wisnu kembali terbangun saat azan asar, salat, dan memutuskan untuk kembali membuka laptop. Ia membuka beberapa jendela browser untuk mengecek surel, laman bursa lowongan kerja online, dan WhatsApp Web.
Sayangnya, belum ada tanda-tanda pemanggilan wawancara atau bahkan sekadar konfirmasi berkas diterima. Baik orang tua atau Wisnu sendiri tidak ada yang saling menghubungi setelah telepon terakhir dari Bapak. Mungkin, kedua belah pihak sama-sama tidak ingin saling mengganggu. Atau, menurut Wisnu, Bapak dan Ibu memang benar-benar melepasnya dan hanya menunggu kabar hasil akhir.
Belum ada progres yang jelas membuat Wisnu mengusap wajahnya beberapa kali. Matanya menatap ke langit-langit kamar dan menghela napas panjang beberapa kali. Sepertinya ia butuh penyegaran dan keluar kamar selain untuk ke kamar mandi atau mengambil makanan di kulkas yang tinggal separuh isi sejak Nanang mengisinya penuh.
Setelah mandi dan sedikit memperbagus diri, Wisnu yang mengenakan kemeja biru dengan kaus putih sebagai dalaman pun keluar dari persembunyiannya secara sukarela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Ilalang
General FictionPembuktian. Satu kata yang menjadi tujuan utama Wisnu setelah 4 tahun berjuang di jurusan pilihannya, tetapi selalu ditentang oleh orang tua. Sayangnya, tidak semudah itu wahai, Wisnu Ajisaka. Jatuh, bangun, guling-guling, dan kerasnya hidup di pera...