Sehabis subuh, Wisnu mondar-mandir di kamarnya. Rencananya utamanya hari ini adalah mengikuti salah satu saran Bapak yang masuk akal, yaitu mencoba menghampiri langsung beberapa perusahaan atau badan swasta yang mungkin membutuhkan pekerja dengan kualifikasi lulusan Sastra Inggris. Targetnya bukan untuk langsung melamar pekerjaan, tetapi memastikan kembali kualifikasi yang dibutuhkan termasuk kemungkinan keharusan untuk memiliki sertifikasi bahasa atau keahlian lainnya. Namun, rencana cadanganlah yang justru membuatnya tak henti mondar-mandir di kamar berukuran 3x4 itu. Akhirnya, Wisnu memutuskan untuk keluar kamar dan mengetok kamar nomor 6 dengan pelan.
Wisnu yang berkacak pinggang menunggu pintu kamar dibuka langsung menghela napas panjang saat melihat sesosok lelaki dengan rambut gondrong yang memenuhi wajah.
"Anjir, kayak setan, lo!" refleks Wisnu.
"'Nah, pagi-pagi ngapain, geh?" jawab penghuni kamar nomor 6 dengan suara serak.
"Mau bantuin gue nggak, Ka?"
"Apaan?"
Kalau biasanya Naka yang nyelonong masuk ke kamar Wisnu, kali ini sebaliknya. Wisnu menyingkirkan kaus kutang yang tergeletak di pinggir kasur, lalu duduk di sana. Ia memerhatikan dengan seksama dan mengira-ngira apakah kesadaran teman-rasa-sahabatnya itu sudah seratus persen ada.
"Ngomong aja, jangan ngeliatin gue. Ntar suka," seru Naka yang masih berdiri dengan mata terpejam dan bersandar di pintu.
"Dih, amit-amit," jawab Wisnu refleks sambil berdecak. Ia pun menarik napas panjang sebelum mulai menyampaikan maksudnya. "Kemaren, Bapak nelpon. Nyuruh gue dateng ke suatu tempat yang katanya buka lowongan kerja. Posisinya sebagai manajer pabrik. Gaji 12,5 juta buat lulusan fresh graduate. Menurut lo gimana?"
Naka langsung melotot. "Yang bener lo?"
"Apanya?"
"Itu, duitnya."
"Ya, nggak ngerti. Kata Bapak, sih, bener. Menurut lo?"
"Agak nggak masuk akal, ye, baru lulus dihargain segitu. Kecuali, emang butuh keahlian khusus. Syaratnya apa lagi selain itu?"
"Nggak ada."
"Sumpah?"
Wisnu berdeham mengiyakan.
"Penipuan kali, noh!"
"Gue juga mikir gitu. Mana kemarin habis baca berita lagi banyak penipuan berkedok lowongan kerja. Tapi, kalo gue nggak coba ke sana, mau bilang apa ke Bapak? Bisa-bisa gue dimaki lagi dibilang pilih-pilih kerjaan. Belum lagi kemarin diungkit soal jurusan gue yang nggak berprospek kerja bagus."
Naka menarik kursi dan duduk menghadap Wisnu tanpa membalik kursinya. "Lo nggak mungkin mau ke sana tanpa rencana, kan?"
"Nah, itu. Lo mau bantuin, nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Ilalang
Genel KurguPembuktian. Satu kata yang menjadi tujuan utama Wisnu setelah 4 tahun berjuang di jurusan pilihannya, tetapi selalu ditentang oleh orang tua. Sayangnya, tidak semudah itu wahai, Wisnu Ajisaka. Jatuh, bangun, guling-guling, dan kerasnya hidup di pera...