04 || Ibu di Rantau

33 6 17
                                    

Wisnu merebahkan tubuhnya di kasur busa yang sudah ia dobel dengan satu kasur lagi supaya tidak terlalu tipis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wisnu merebahkan tubuhnya di kasur busa yang sudah ia dobel dengan satu kasur lagi supaya tidak terlalu tipis. Dulu, Bu Endang—ibu kosnya—sempat menawarkan untuk menambah dipan kasur supaya tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Katanya juga, supaya Wisnu bisa memanfaatkan kolong kasur untuk menyimpan barang-barangnya. Namun, Wisnu sudah terbiasa tidur lesehan tanpa dipan karena dulu ia termasuk anak yang takut dengan kolong kasur. Bisa dibilang, lelaki dengan tahi lalat di bawah mata kiri ini korban sinetron Mumun dan sejenisnya saat kecil.

Ternyata, hari wisuda yang dikira akan selesai dan berlalu begitu saja justru memunculkan banyak memori baru dalam hidup Wisnu. Setelah kejutan dari warga kos di kampus, ia juga disambut dengan petasan ala-ala betawi yang super banyak dan berisik sepanjang jalan menuju kos. Ia sempat tidak enak karena acara yang digawangi oleh Bang Ilham itu membuat gang sekitar kos jadi berisik sampai azan asar berkumandang. Untungnya, Bang Ilham memang sudah izin dan merencanakan semua ini bersama Ketua RT dan RW setempat. Ditambah lagi, selesai dengan petasan, makan-makan masakan Bu Endang di kos pun sudah selayaknya makan-makan kondangan.

Wisnu sampai tidak bisa berkata-kata dan merasa seperti orang spesial. Tidak hanya penghuni kos, tetapi warga sekitar pun turut merayakan kelulusannya. Padahal, ia belum pernah berbuat hal yang spesial untuk lingkungan sekitarnya. Memikirkan hal itu membuatnya menghela napas panjang. Kalau mengingat ucapan Bang Ilham yang menyuruhnya mengurangi dengkusan penuh beban itu, ia jadi mengoreksi perilakunya sendiri. Bukan berarti ia tidak bersyukur atau jadi menolak rezeki. Ia hanya merasa belum memiliki arti yang berguna bagi orang-orang yang telah menerimanya dengan luar biasa di tanah rantau ini. Berbeda dengan kedua orang tuanya.

Berbicara soal orang tua, Wisnu jadi ingat ia belum mengecek pesan-pesan yang masuk di ponselnya. Sedikit banyak, lelaki ini berharap ada ucapan selamat dari orang tuanya walau keduanya tidak bisa hadir. Jempolnya pun menekan logo berwarna hijau yang ada di homescreen ponsel dan mendapati 99+ pesan belum terbaca. Kebanyakan dari grup angkatannya yang mengucapkan selamat untuk teman-teman wisudawan. Ia harus menggulirkan daftar pesan secara perlahan supaya tidak melewatkan nama kontak yang ingin ia lihat.

Bapak dan ibunya.

Sampai daftar pesan terakhir, lelaki dengan celana pendek batik ini masih belum menemukan pesan yang diharapkan. Ia kembali mengulang dari atas dan malah membuka salah satu grup yang ia sematkan di tiga pesan teratas.

---

Ibu Kos Bu Endang
Wisnu dmn y? Di kos apa sdh pergi lg?

NangNingNung
Kayaknya tadi bilang mau di kos aja bu. Tapi Nanang belum liat sih

Bang Ilham
Udah selesai bantuin beresin petasan, Nang?

NangNingNung
Udah dong
Udah dari sebelum magrib tadi Bang

Ibu Kos Bu Endang
Oh... ya sdh
Nnti kalo wisnu baca ini, d cari Bu Endang ya

Bunga IlalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang