Brekky

993 179 27
                                    

Terlalu banyak tidur, membuatku bangun cukup pagi. Setelah mandi, aku memakai riasan tipis. Bukan untuk caper, sih. Hanya saja, wajahku terlihat seperti ayam mati alias pucat.

Aku sampai di rumah Nic pukul tujuh lebih sepuluh menit. Semoga dia belum berangkat kerja. Setelah mengetuk pintu rumahnya, aku sabar menunggu. Begitu dibuka, aku seolah melihat dewa Yunani. Nic tampan kelewatan!

 Nic tampan kelewatan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo udah baikan?"

Aku grogi ditanya demikian. "Mendingan gue."

Sebaiknya aku segera pergi dari sini daripada semakin jatuh dalam pesona tampan nggak terbantahkan. "Gue mau ambil motor. Makasih, ya, sebelumnya."

"Ehm, Lin, gue salah order sarapan. Lo bisa bantuin gue abisin?"

Dia nanya? "Makan bekas lo?"

"Nggak, lah. Makan bareng maksudnya."

Mengapa dia harus tersenyum? Jadi tambah ganteng. Tolong, jantungku!

"Kenapa nggak lo simpen buat makan entar siang?"

"Siang gue makan di luar, lah. Ayo, keburu dingin. Lo belum sarapan, 'kan?"

Tau aja!

"Ya, belum, sih," jawabku, malu.

"Ayo, kalo gitu."

Aku terpaksa menerima ajakannya. Rezeki nggak boleh ditolak. Setelah ini, aku harus belanja. Biar kuat bawa belanjaan.

Di ruang makan rumah Nic, sudah tersedia santapan pagi. Namun, aku nggak mendengar tanda-tanda kehidupan. Di rumah ini nggak ada asisten rumah tangga? Nic memasak semua ini sendiri? Idaman sekali pria ini!

Aku nggak tahan ketika kami saling diam. Kita, kan, lagi nggak marahan. "Lo nyuruh temen nganterin makanan sama obat kemarin?"

"He em," gumam Nic.

Dia hanya menggumam. Aku harus bilang apa? "Makasih," ucapku.

"Ya."

Memang nggak boleh mengobrol jika sedang makan. Ya, sudah. Lebih baik aku habiskan saja sarapannya dan pamit pergi.

"Lo tinggal sendiri? Ehm, maksud gue, kalo lo sakit kayak kemaren, nggak ada yang ngurus lo."

Wah, nggak terduga pria satu ini. Sekalinya bicara, tepat mengenai ranah pribadi. Aku memberikan senyum kecil agar nggak terlihat judes. "Gue udah tinggal sendiri sejak kerja di sini. Udah biasa."

"Lo kerja?"

Aku menggeleng. "Udah nggak. Gue kena PHK enam bulan yang lalu. Dulu gue jadi marketing-nya distributor sandal. Perusahaannya bangkrut. Karena gue belum dapet kerjaan, gue gunain uang pesangon buat jualan."

Maaf, jadi curhat.

"Lo," ada jeda dalam ucapan Nic, "usaha sendiri, emang nggak ada suami?"

Aku sontak tertawa. Alasan mengapa aku usaha sendiri karena belum ada suami. "Gue belain jualan kue, ya, karena belum ada yang nafkahin."

Nic mengangguk. Lebih baik aku gantian tanya. "Lo kerja di mana? Berangkat jam berapa?"

"Kantor Hemmat," dia melihat jam tangannya, "tapi gue pergi jam delapan."

Bukannya itu nama aplikasi? "Hemmat yang aplikasi itu?"

"Ya," jawab Nic, kepalanya mengangguk.

Sudah kuduga! Pria yang terlihat mapan di usia muda seperti Nic ini biasanya punya pekerjaan di dunia digital. Aku sangat takjub pada mereka yang seringnya cepat kaya. Sementara aku kerja bertahun-tahun dapatnya PHK.

"Dulu waktu gue kerja, pake itu. Promo di Hemmat emang menggiurkan. Bisa gratis transfer di awal penggunaan. Sayangnya, Hemmat belum bisa buat bayar aplikasi streaming. Padahal banyak banget aplikasi streaming film," tuturku.

Ketika aku akan minum, Nic membalas, "Thank you masukannya."

"Kerjaan lo di bagian apa?" tanyaku, penasaran.

"Yang bikin itu."

Air yang akan kutelan justru akan menyemprot lewat mulut. Aku terbatuk.

"Lo nggak apa-apa?"

Demi apa? Aku terang-terangan mengkritik aplikasi Hemmat di depan pemiliknya. Bisa-bisa aku diblokir nanti.

"Sorry, gue nggak ada maksud ...." Hidungku panas dan mataku berair karena tersedak tadi.

"It's okay."

"Gue lancang banget ngomongin Hemmat, ya, ampun."

Sepertinya Nic nggak marah karena sekarang malah tertawa. "Lin, nggak masalah. Opini jujur dari pelanggan. Mantan pelanggan."

Aku memberengut. "Duit gue sekarang terbatas. Jadi, cuma punya satu rekening bank."

"Gue mau nanya sesuatu."

Apa dia mau aku kembali menggunakan aplikasi Hemmat? Boleh, sih. Tapi, jika ada voucer gratis transfer ke rekening bank.

"He em," gumamku. Kembali grogi, aku memutuskan untuk minum lalu mengambil gelas.

"Lo masih mau jadi sugar baby buat gue?"

Pertanyaan Nic memang di luar prediksi BMKG rupanya.

***

REPOST: 19/5/24

15/5/23


LovestruckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang