Aku tersentak karena gelasku terjatuh di atas meja. Masih deg-degan, aku berucap lirih, "Maaf."
Pasti Nic bercanda. Aku tertawa saja. "Oh, yang itu. Mana mungkin."
Minum dulu, deh. Sepertinya aku kekurangan cairan sehingga sulit memproses candaan Nic.
"Gue serius."
Diam, Nic! Hampir saja aku menyemburkan air dalam mulutku. Pelan-pelan, aku menaruh gelas. Nic mabuk atau apa?
Sambil menunduk, aku bertanya, "Kenapa," dengan gemetaran, "kenapa harus gue?"
"Gue cuma mau lo," Nic menegaskan, "yang ngelakuin itu buat gue."
Tertawa saja, deh. Biar aman! "Nggak. Gue nggak ...."
"Gue bisa jamin kehidupan lo," yakin Nic.
Eh, dia serius?
"Rasanya gue bukan orang yang tepat. Kalo lo masih mau, cari orang lain aja."
Tawaran macam apa itu sugar baby? Nggak minat aku, tuh.
"Lo cuma jadi pacar gue ketika gue mau. Dan itu nggak setiap saat. Hubungan kita sebatas perjanjian yang gue jamin sama-sama menguntungkan."
Ya, tapi aku nggak mau. Setelah mengembuskan napas kasar, aku menggeleng. "Nggak, deh. Ehm, gue mau pulang aja. Thanks buat sarapannya."
Aku buru-buru pergi dari sana, meski Nic memanggil-manggil namaku. Sudah cukup kepalaku sakit karena masuk angin. Nggak ingin aku memikirkan tawaran gila dari orang asing. Nic memang tampan, tetapi jika dia psikopat bagaimana?
Sampai di teras, aku ingin menangis karena kunci motorku ketinggalan. Ketika melihat Nic berdiri di depan rumahnya, aku baru menyadari cowok itu memanggilku karena kunci motor yang tertinggal. Kelewat percaya diri aku ini, sampai-sampai berpikir Nic mengharapku kembali padanya. Ah, drama!
Setelah berdiri di hadapannya, aku memberanikan diri untuk berterus terang. "Gue minta maaf soal kue. Makasih juga karena lo udah," apa, ya, "kasih makanan sama obat lewat Risa. Gue nggak bisa ketemu lo lagi. Bye."
Segera saja aku meninggalkan rumah Nic menggunakan motor. Aku harus berbelanja bahan-bahan kue. Namun, wajah Nic masih saja terbayang-bayang. Kata-katanya juga tetap terngingang.
Apa benar cowok seperti Nic menginginkan sugar baby sepertiku? Biasanya sugar baby itu cantik-cantik, berkelas, juga pandai menjalin hubungan bersyarat itu. Aku hanya mantan karyawan dari perusahaan yang kini bangkrut. Nic juga masih sangat muda nampaknya.
Aku terkejut ketika sebuah motor menyalip dari sisi kananku. Nggak mengerti bagaimana kejadiaannya, aku sulit mengendalikan motor dan akhirnya menabrak sebuah mobil yang berhenti.
Tubuhku terjatuh bersamaan dengan motorku. Beberapa saat, aku mendengar suara anak kecil menangis. Dengan tubuh yang gemetaran, aku bangkit dan melihat sekitarku. Seorang wanita keluar dari mobil sambil menggendong anak kecil yang menangis.
"Gimana, sih? Jangan ngebut-ngebut, Mbak! Hampir aja anak saya celaka," protes wanita itu.
Sungguh aku nggak sengaja. Tangis anak itu semakin kencang. Beberapa orang sudah mengerubungiku. Refleks aku membuka helm dan tanganku nggak sadar menjatuhkannya.
"Aduh, ini mobil berhenti di pinggir. Masih ditabrak juga," ujar seorang pria, yang keluar dari mobil.
"Ya, aku juga liat, Mbak ini nabrak mobil. Mobilnya juga diem, ditabrak aja," ungkap seorang wanita.
Tapi aku benar-benar nggak sengaja. Rasanya aku sudah mengerem, tetapi motorku terus melaju dan menabrak mobil.
Mengambil ponsel, aku bingung harus menelepon siapa. Hanya orang yang namanya pertama kali kulihat, aku meneleponnya. Tanganku semakin gemetaran ketika orang-orang bertanya, bagaimana penyelesaian kecelakaan ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovestruck
ChickLitToo old to be a sugarbaby? I don't care! I need that money. -Lintang Prasasti- Is she the one? Whatever! I'll make her mine. -Ravenico Hafrizal- Lintang Prasasti diminta menjadi pacar pura-pura untuk Ravenico Hafrizal. Namun ketika cinta sudah bicar...