Halo! Makasih, ya, udah nungguin. Lintang's pov dapat dibaca GRATIS di Wattpad atau Karyakarsa.
Aku heran mengapa Nic menggandeng tanganku. Bukannya kami hanya berpura-pura pacaran di depan kedua orangtuanya? Kami bisa disangka benar-benar pasangan kekasih di depan semua karyawan atau kolega Nic jika cara jalan kami seperti ini.
Sedikit menjauh dari Nic, aku berujar, "Nanti ada yang liat."
Aku terkejut ketika cowok itu justru menarikku agar lebih dekat dengannya. "Biarin. Emang kenapa? Lo pacar gue."
Wah, amnesia orang ini. "Pacar pura-pura."
Nic tetap beralasan. "Ya, udah. Pura-pura aja jadi pacar yang baik. Diem dan deket gue aja."
Terserah, deh, Pak! Aku bergumam. "Hem."
"Kenapa lo pake gaun itu, sih?"
Memangnya kenapa dengan gaunku? Ini bagus. Aku nggak mengerti dengan seleranya. "Lo bilang black and white. Nggak apa-apa kali, gue pake putih, lo pake item. Lagian lo nggak bilang kita mesti sama-sama pake item."
"Bukan itu. Kependekan tau," protesnya.
Bawelnya! Lagipula aku yang memakainya. Mengapa Nic yang protes? "Ya, udah. Besok-besok gue pake gamis."
Sekitar satu jam aku di pesta bersama Nic. Meski hampir tak pernah ke acara seperti ini, aku cukup menikmatinya. Sepanjang acara, Nic terlihat senang. Orang tampan, diam saja sudah tampan. Apalagi Nic yang selalu tersenyum. Kuakui, malam ini cowok itu tampan berkali-kali lipat.
Dalam perjalanan pulang, kami mengobrol santai tentang pesta tadi. Jika suatu saat Nic memintaku pergi bersamanya lagi, aku akan siap. Ya, tentunya aku akan lebih siap mengantisipasi waktu.
Ketika mobil Nic berhenti di depan rumah kontrakanku, aku melihat sebuah motor yang terpakir. Siapa, ya? Apa ada orang yang akan memesan kue?
"Kayaknya ada tamu, deh."
"Apa?" tanya Nic, setelah mematikan mesin mobil.
Aku menengok ke arahnya. "Itu kayaknya ada tamu di rumah gue. Ada motor di depan."
"Siapa?"
"Nggak tau. Nggak ada orangnya. Itu motornya doang." Aku buru-buru melepas sabuk pengaman mobil.
"Makasih, ya, Nic, udah anterin gue pulang."
"Gue yang makasih karena lo udah nemenin gue di pesta malem ini," balasnya.
"Dah."
Aku berjalan cepat menuju motor yang terparkir di depan rumah. Ternyata itu motor baru. Aku dapat menebaknya karena ada hiasan pita juga di sana. Lebih terkejut ketika membaca pesan pada secarik kertas yang tertempel di kaca spion.
Ride safely, jangan ngebut!
R.H.Ravenico Hafrizal? Cowok itu! Aku berbalik badan. Dia berdiri di sana dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Nic tersenyum.
Dia mampu melakukannya, tetapi aku tak yakin. Seraya menunjukkan kertas itu, aku bertanya, "Lo?"
"Suka?"
Nic memberiku motor baru! Aku menjerit. Teringat sekitarku dapat mendengar teriakan dan bisa salah paham, aku segera menutup mulut dengan tangan. Berlari ke arah Nic, aku sungguh ingin memeluknya.
"Nic, lo," serius, Nic baik banget, "lo beliin itu. Motor itu buat gue?"
"Motor lama lo udah beneran gue jual. Kesel gue. Gara-gara motor itu, lo celaka."
Cowok ini! "Itu, 'kan, musibah, Nic. Orang naik motor kalo nggak nabrak, ya, ditabrak."
"Gue nggak mau lo celaka lagi, Lin. Tapi, gue juga nggak mau ngelarang lo pake kendaraan buat aktivitas lo. Jadi, ya, gue beliin yang baru. Meminimalisir kecelakaan dan lo juga mesti ati-ati," terang Nic.
Aku sampai terkejut ketika cowok itu mencubit pelan pipiku.
"Nic, tapi," aku harus jujur, "sebenernya gue lebih nyaman lo transfer gue. Sorry, gue nggak maksud nggak berterima kasih."
Mudah-mudahan Nic nggak marah. "Gue, gue masih ada kebutuhan."
Lagi-lagi aku tersentak ketika Nic menangkup pipi kanan dan kiriku. Tak mampu bergerak, aku hanya bisa menatapnya.
"Gue paham, kok. Motor itu murni hadiah dari gue. Kebutuhan lo masih tetep gue penuhi."
"Thank you." Nggak bisa! Aku mau peluk Nic.
Seketika aku tersadar kami masih di pinggir jalan. Sedikit mundur, aku bertanya, "Motor baru, night ride, yuk?"
"Night ride?" ulang Nic, tak mengerti.
"Ya, motoran gitu. Ayo."
"Hey," panggil Nic. Dia memeluk pinggangku. "Ganti baju dulu."
"Iya," jawabku. "Mobil lo, parkir di sini aja, yang penting minggir. Ini bisa dilewatin mobil lain, kok."
"Oke."
Setelah Nic mengangguk pada ucapanku, buru-buru aku masuk rumah dan mengganti pakaian. Oh, aku harus meminjam helm untuk Nic.
Untung tetanggaku berada di rumah. Aku memakai helm pinjaman dan menyerahkan helm baru untuk dipakai Nic.
"Ayo," ajakku.
"Lin," dia menjeda, "gue nggak bisa pake motor."
"Gue aja yang bawa kalo gitu. Ayo!"
"Jangan ngebut."
"Enggak," tuturku. Nggak janji, maksudnya! Aku tertawa dalam hati. Motor baru, ingin kucoba seberapa cepat melaju.
"Siap?" tanyaku, setelah kamu duduk di atas moto dan cowok itu memeluk pinggangku sambil terkekeh.
"Let's go!"
Lihat saja! Dia malah antusias.
"Oke, Mas. Sesuai aplikasi, ya."
Aku tertawa dan Nic melakukan hal yang sama. Sebenarnya, aku juga tak tahu tujuan kami. Night ride kali ini begitu menyenangkan! Nic beberapa kali bertanya dan aku menjelaskan lingkungan di sini dengan detail. Siapa tahu Nic kesasar nanti.
Setelah berkendara, Nic pamit pulang. Namun, aku lebih dulu makan malam. Di pesta tadi, aku tak makan banyak.
***
Rasanya aku belum puas tertidur tapi terpaksa bangun karena dering telepon.
"Halo?"
"Lin, lo baru bangun?"
Mau apa Nic pagi-pagi begini? "He em."
"Gue sakit."
Sakit? Kenapa tiba-tiba dia ...? Aku segera terbangun. "Apa?!"
***
REPOST: 21/5/24
2/9/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovestruck
ChickLitToo old to be a sugarbaby? I don't care! I need that money. -Lintang Prasasti- Is she the one? Whatever! I'll make her mine. -Ravenico Hafrizal- Lintang Prasasti diminta menjadi pacar pura-pura untuk Ravenico Hafrizal. Namun ketika cinta sudah bicar...