Untuk pov Lintang bisa dibaca GRATIS baik di Wattpad atau KaryaKarsa.
Secret part (pov author) hanya tersedia di KaryaKarsa atau Google Play Book. Kalian bisa tau apa yang Nic pikirkan tentang Lintang.
Ayo, ke KaryaKarsa, gaess!
"It's okay, Buddy. Ayah senang kamu dateng dan ngenalin pacar kamu," ucap pria paruh baya itu.
It's okay, it's okay. Gimana ceritanya jadi pacar ini?
Aku melirik pada Nic yang kini berada di sebelah kananku. Mengirim pertanyaan lewat telepati padanya. Mas Nic, kapan minumnya, sih? Kok, mabuknya sekarang?
"Ayah, Bunda, ini Lintang."
Eh, malah disuruh kenalan! Aku ikuti saja permainan cowok gila ini. Sebagai pacar—dadakan—yang baik, aku mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan orangtua Nic. Semoga mereka nggak mengamuk dan merestui hubungan kami yang palsu ini.
"Tante Ravenna," ucap ibu Nic, dengan nada pelan.
Jangan syok, Bu. Anak Ibu memang kurang ajar menjebak saya.
"Lintang, Tante Ravenna." Aku nggak berani menatapnya. Sungguh dosa aku membohongi orang tua.
"Lintang, Om," ujarku, pada pria yang kue ulang tahunya aku hancurkan—secara nggak sengaja.
"Enrico."
Aku memberanikan diri menatap ayah Nic. Ternyata ayahnya tampan—walau sudah tua. Pantas saja Nic ganteng, tapi menyebalkan, ih!
"Om Enrico, selamat ulang tahun. Semoga panjang umur. Sehat selalu."
"Terima kasih."
Ayah Nic justru tersenyum padaku. Jangan-jangan Enrico tahu bahwa aku adalah pacar pura-pura. Aku melangkah mundur karena takut dan sekarang di sebelah Nic.
"Aku anter kamu pulang," putus Nic secara tiba-tiba.
Loh, nggak makan-makan dulu ini?
"Oh, oke," jawabku, lemas. Nggak jadi kondangan di pesta ulang tahunnya ayah Nic. Padahal hidangannya terlihat enak-enak.
"Om, Tante, saya pulang dulu," pamitku.
"Ya."
Ketika aku dan Nic berbalik badan, ayah Nic berkata lagi, "Play safe."
Cukup sekali saja aku bertemu Nic dan keluarganya!
"Ayah," ucap Nic dan ibunya, secara bersamaan.
Memang ayahnya Nic ini bercanda saja!
"Maksudnya, drive safe," ralat Enrico.
Dia juga menjelaskan pada Ravenna, "Nic, kan, bawa mobil."
Aku segera diajak Nic meninggalkan kediaman kedua orangtuanya. Nic masuk mobil lebih dulu dan aku menyusulnya. Nggak bisa ditahan amarah ini.
"Nggak lucu banget sumpah. Bisa-bisanya lo bohongin orangtua lo kayak tadi. Dosa, lo. Gue nggak ikutan pokoknya. Kalo ditanya malaikat, gue bakal bilang kalo gue dijebak!" seruku, sambil terengah-engah.
Nic malah cekikikan. Kok, makin ganteng, sih? Banyak cowok tampan yang aku lihat—di media sosial. Akan tetapi, melihat secara langsung dalam jarak dekat seperti ini memberikan sensasi berbeda. Pastinya bukan sensasi plong, sih.
"Ketawa lagi lo. Bilangnya disuruh ngaku salah, malah jadi pacar pura-pura."
Nic masih saja mentertawakan aku. Dia memainkan ponselnya. Kalau menabrak gimana?
"Lintang Prasasti nama lo?"
"Iya," jawabku.
Untuk apa dia menanyakan itu? "Nggak usah macem-macem."
"Nggak."
Nic menoleh sepintas padaku. "Rumah lo di mana?"
Rumah orangtuaku di Bandung. Pasti maksud Nic tempat tinggalku yang sekarang. Aku jelaskan saja di mana aku menyewa indekos.
"Gue anterin lo balik, deh. Kita lewatin rumah lo. Malah jauh kalo ke rumah gue dulu."
Aku menoleh ke arah cowok yang sedang menyetir itu. Kutatap wajahnya, tetapi Nic tak melihatku. Ini orang amnesia atau bagaimana?!
"Motor gue ada di rumah lo, Mas Nic."
"Besok lo ambil, lah. Kuncinya juga ada di lo, 'kan?"
Hah, kunci? Di mana, ya? Aku mencarinya di saku. Lega ketika menemukannya. "Oh, iya ini."
"Motor lo butut. Nggak laku juga gue jual."
Ganteng, kaya raya, orangtuanya baik semua, tapi suka nyela! Tapi bener, sih.
"Ih, sembarangan aja."
Cowok itu malah cengengesan. Untung cakep kamu, Mas!
Kami sampai di indekos. Nic nampak mengamati tempat ini. Mungkin kamar mandinya lebih luas dari rumah petak di sini.
"Lo tinggal di sini?"
"Ini kosan gue. Buat dagang juga di sini karena gue udah nggak kerja."
Walau kecil, tempat ini bersih. Aku selalu menjaga kualitas barang daganganku. "Besok pagi gue ke tempat lo ... ambil motor," ujarku, setelah membuka sabuk pengaman.
"Ya. Itu udah gue transfer," ucapnya.
"Sorry," Nic diam, "tapi makasih."
Kenapa pria itu minta maaf? Ah, cek dulu. Jangan sampai dia bohong. Hah? Apa ini?!
"Tiga juta dua ratus? Banyak amat! Bolu sama ongkirnya cuma dua ratus ribu," ujarku, dengan bibir bergetar. Anak sultan ini membuat jantungan saja!
"Itu karena lo udah bantuin gue."
Malah diingatkan bagian berbuat dosanya. "Bantu berbuat dosa. Gue berasa jadi sugar baby jadinya."
"Baby apa?"
Sugar baby. Masa Nic tidak tahu? Tunggu, istilahnya sugar baby atau sugar free, ya? Jangan-jangan, aku yang salah sebut.
"Sugar baby. Itu, loh, cewek yang dibayar mahal buat jadi pacar."
Dia malah tertawa keras. Sudahlah, aku malu! Sepertinya aku yang salah.
"Makasih, ya. Jangan jual motor gue," ancamku, agar Nic takut.
"Nggak."
Setelah masuk indekos, aku baru sadar belum makan malam. Ingin memasak mi instan, tetapi aku lelah. Badanku juga terasa pegal karena jatuh. Setelah memberi minyak kayu putih pada tangan dan kaki, aku memutuskan untuk tidur. Dapat tiga juta, bisa buat bayar sewa indekos bulan depan!
***
REPOST: 18/5/24
Thank youuu ❤
12/5/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovestruck
ChickLitToo old to be a sugarbaby? I don't care! I need that money. -Lintang Prasasti- Is she the one? Whatever! I'll make her mine. -Ravenico Hafrizal- Lintang Prasasti diminta menjadi pacar pura-pura untuk Ravenico Hafrizal. Namun ketika cinta sudah bicar...