Patience, Baby

908 151 6
                                    

Aku bernapas lega setelah merekap semua pesanan. Berjualan memang harus bersabar. Setelah menunggu beberapa lama, sekarang aku banjir pesanan juga. Wah, senangnya!

Ketika akan meletakkan ponsel, bendi itu justru berdering. Oh, dari sugar daddy-ku. Dia, sih, akan memesanku. Aku terkekeh sendiri.

"Halo?" sapaku.

"Lintang," panggil Nic.

"Ya?" Sayang, lanjutku dalam hati.

"Gue ada acara kantor Sabtu ini."

Aku beranjak untuk menaruh catatan pesanan. "He em."

"Lo temenin gue, ya?"

Maksudnya? "Nyari baju?"

"Temenin dateng, lah."

Aku berpikir cepat. "Tunggu, deh. Acara kantor, 'kan? Ada pegawai lo, dong."

"Nggak mungkin juga gue ke acara kantornya kelurahan, Lin."

Aku tertawa lepas. Nic, ganteng saja sudah cukup! Mengapa harus lucu juga?

"Gue cuma ngingetin aja. Ya, udah, kalo lo mau gue nemenin lo. Harus pake apa gue nanti?"

"Temanya black and white."

Sepertinya aku nggak hanya akan belanja untuk pesanan kue saja. Tapi pesanan dari sugar daddy yang satu ini juga aku harus belanja baju.

"Okay. Sabtu jam berapa?"

"Tujuh. Gue jemput, ya, nanti?"

Siap, Daddy! Aku teringat motorku. "Oke, Nic. Lo di mana sekarang? Motor gue gimana, Nic?"

"Masih di jalan. Pulang ngantor. Nanti gue bawain ke tempat lo."

Mataku membelalak. "Lo nyetir? Kenapa pake nelepon segala, sih? Udahan, dulu, ya."

"Gue pake speaker, kok."

Ah, membuat kaget saja cowok ini! "Ya, terus motor gue gimana? Gue ambil sendiri, deh. Di tempat lo?"

"Nggak ada."

"Di bengkel? Duh, emang kadang ngadat, tuh, motor. Pake nabrak segala lagi. Tapi gue susah belanja kalo nggak ada motor, Nic."

"Belanja? Gue minta lo istirahat, loh."

Aku tersenyum mesti Nic nggak bisa melihatku. "Kejadiannya udah tiga hari yang lalu. Gue nggak apa-apa. Gue sehat."

"Oke." Nic terdengar nggak ikhlas.

"Lo nggak usah khawatirin gue. Ini lo udah sampe?"

"Udah."

Jawabannya singkat-singkat. Dia marah, nggak, ya? "Lo yang mesti istirahat. Mandi terus makan dulu. Jangan kerja terus."

"Kok, tau?"

Aduh, bagaimana ini? Aku nggak mau Nic marah. "Udah keliatan modelan workaholic kayak elo. Lagian kalo lo nggak kerja keras, lo nggak jadi CEO kayak sekarang."

Terdengar suara tawanya. Ajaib, aku ikut tersenyum. "Cerewetin gue, ya, lo. Udah kayak pacar beneran."

"Ah, gue cuma lagi bersikap profesional."

"Lin," panggil Nic, setelah berhenti tertawa.

"Ya?"

"Dandan yang cantik nanti."

Anything for you, Daddy. Aku nggak akan mempermalukan Nic di pesta nanti.

"Siap. Ehm, Nic, gue ke belakang dulu, ya. Mau beres-beres. Ini gue baru kelar makan soalnya," ujarku, setelah melihat piring kotor di wastafel.

LovestruckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang