Call Me Crazy

828 137 3
                                    

Senyumku terbit. Aku benar-benar gila! Hidup selama tiga puluh tahun dan berusaha untuk waras, tapi nyatanya sekarang aku terbawa arus. Arus kemiskinan yang membuat jiwa nekatku bergelora.

Aku bangkit dan melihat wajahku di cermin. Satu tanganku menangkup pipi sendiri. "Too old to be a sugar baby? I don't care! I need that money."

Bergegas aku mandi dan berdandan rapi. Tanganku sedikit gemetaran. Aku lapar tentu saja. Untungnya, Nic cepat datang. Berjalan cepat, aku masuk mobilnya.

"Hai."

Suara Nic merdu, mobilnya harum, juga wajah Nic terlihat sangat tampan. Aku membalasnya, "Hai."

Sudah cukup mengagumi Nic. Aku nggak mau jatuh hati. Nanti jatuh sendiri. "Bos mah bebas, ya? Jam segini pulang," sindirku.

Aku salah langkah karena sekarang Nic justru tertawa. Tentu saja menambah kegantengannya. Ke mana saja aku selama ini? Ada makhluk close to perfect seperti Nic, kok, aku nggak tahu?

"Entar gue ngantor lagi, kok," ujarnya.

Suasana kembali hening karena Nic fokus menyetir dan aku grogi setengah hidup. Setengahnya lagi, aku kelaparan.

"Makan di mana?" tanya Nic.

"Terserah lo. Kan, lo yang ngajak."

"Nasi daging aja mau? Sarapan lo dikit. Lo juga belum makan apa-apa pasti."

Wah, cenayang Nic ini.

"Kok, tau?" tanyaku, sambil menoleh ke arahnya.

"Ketebak lo."

Ketahuan! Jadi malu. Nggak bisa lagi senyum ini ditahan "Abis nggak keruan banget rasanya. Cuma pengen nyampe kosan terus rebahan."

"Jadi, lo bohong banget dari pagi bilang nggak apa-apa."

"Ya, abis mau gimana? Nangis, kan, nggak lucu juga." Nangis di pelukan Nic, sih, boleh dicoba.

"Gue nggak akan ngetawain kalo lo nangisnya depan gue."

Nic, kok, menggemaskan, sih?

"Tapi sekarang nggak apa-apa, kok. Gue kuat. Sekuat baja," paparku, seraya menunjukkan tangan kiri yang tadinya memang sakit.

Nic suka wonder woman atau wanita manja. Aku bisa jadi dua-duanya!

Dia mengangguk setuju sebelum berkata, "Lo bisa hubungi gue kalo nanti malem sakit lagi."

Refleks aku membalas, "Lo ngarep gue sakit?"

"Nggak," bantah Nic.

"Maksud gue, lo sakit. Sakit karena kena mobil, lo bilang. Terus malemnya makin sakit, misal aja, sih. Lo telepon gue aja. Kita ke dokter lagi."

Nic serius dengan ucapannya? Jika benar, kasihan jantungku! Jangan terlalu baik, Nic, aku lemah.

"Kenapa, deh?"

"Duh, lo perhatian banget sama gue," ungkapku, sambil tersenyum lebar.

"Lo, kan, sakit. Wajar gue khawatir. Emang nggak boleh kalo gue khawatir?"

Nggak kuat, tawaku lolos. Mengapa Nic harus selucu ini? "Gue bercanda, Mas Nic. Serius amat."

Dia tersenyum. Sungguh aku senang memandangi wajahnya. Selain tampan, Nic nampak mudah didekati. Aku nggak merasa risi di sisinya.

Mobil Nic menuju parkir salah satu hotel bintang lima. Baru saja aku mengaguminya, tapi sekarang aku harus waspada. Cowok tampan memang berbahaya!

"Lo ngajakin makan siang apa bobo siang? Kok, ke hotel?"

"Restorannya dalem hotel. Bobonya abis makan, dong," jawabnya, sambil meringis.

"Gila lo. Nggak mau," tolakku. Kurang ajar ini laki-laki!

Dia tertawa. "Bercanda. Serius amat lo."

Sial! Aku dikerjai. "Awas lo macem-macemin gue."

Sugar baby biasanya cuma menemani kencan atau sekadar jalan-jalan. Bukan berarti harus tidur siang. Jangan-jangan, Nic nggak paham konsepnya. Eh, apa justru aku yang nggak update?

Nic nggak berbohong. Kami memang makan siang di restoran mewah dalam hotel. Aku sempat nggak percaya diri dengan penampilanku.

Selesai makan siang, bukannya mengantarku ke rumah kontrakan, Nic justru mengajakku ke rumahnya. Tentu aku kembali panik. Setelah makan, masa dimakan?

Ternyata, Nic akan membahas perjanjian hubungan kami. Bagus juga. Jadi, di antara kami nggak ada yang dirugikan karena menjalani hubungan ini sesuai kesepakatan bersama.

Ketika rasanya sudah cukup pembicaraan mengenai perjanjian, aku memutuskan untuk pulang. Namun, aku teringat motorku.

"Motor gue gimana? Gue juga harus tanggung jawab bayar kerusakan mobil yang gue tabrak."

Dia menatapku. "Gue udah urus."

Apa yang sudah kulakukan? Mengapa Nic sangat baik?

"Makasih, Nic. Terus motor gue? Ini gue baliknya susah."

"Nanti gue bawain ke tempat lo. Lo mau balik sekarang?"

Aku merapikan rambut. "Ya, lah. Lo juga mesti kerja lagi, 'kan?"

"Gue bisa di sini nemenin lo."

Rasanya sudah lama aku nggak dekat dengan lawan jenis. Tersenyum, aku mulai memberanikan diri mendekatinya. "Anterin gue pulang aja, yuk?"

"Oke, asal lo istirahat." Cowok ini!

"Ya."

"Janji sama gue," tuntutnya.

Tubuhku menunduk hingga wajah kami sejajar. "Gue janji, Bos. Sekarang, anterin gue pulang, please."

"Okay, Baby."

Aku mengigit bibir agar nggak tertawa. Namun, tetap saja ucapan Nic menyenangkanku hingga tawa kecilku lolos. Lebih dulu aku meninggalkannya. Nic gantengnya kelewatan!

***

REPOST: 20/5/24

11/6/23 

Diingetin lagi, nih, temen-temen. Untuk pov author cerita "Lovestruck" sudah ending di KaryaKarsa.

Pov ketiga lebih detail, ya. Versi gratis di Wattpad dan Karyakarsa adalah pov Lintang.

 Versi gratis di Wattpad dan Karyakarsa adalah pov Lintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LovestruckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang