Bab 7

52 9 2
                                    

Seorang laki-laki berparas tampan, berhidung mancung dan beralis tebal nampak sedang melamun sendirian di teras masjid sambil memperhatikan anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman masjid tersebut.

Senyuman hangat pun tercetak dari bibirnya. Rasanya bahagia sekali melihat canda riang tanpa beban para anak-anak itu. Ia jadi teringat masa kecilnya dulu dimana dengan bebasnya Ia bermain tanpa memikirkan betapa rumitnya kehidupan seperti dewasa ini.

Ayah, Ibu, Kakak semuanya lengkap. Saling memeluk satu sama lain dan saling menghangatkan tubuh ketika merasa dingin. Sekarang? Semua itu hanya tinggal kenangan. Ayah Ibu nya sudah di panggil duluan oleh sang maha kuasa sedangkan kakaknya, memilih untuk mengejar mimpinya ke Amsterdam.

"Assalamu'alaikum, Akhtar"

"Eh, Wa'alaikumsalam mbak" Akhtar pun terbangun dari posisinya ketika mendengar suara ustadzah Wardah.

"Ayo masuk katanya mau bantuin mbak ngajar" Akhtar tersenyum dan mengangguk. Ia pun mengikuti langkah bibi nya itu masuk kedalam masjid.

Yah, ustadzah Wardah adalah bibi Akhtar karena dia merupakan adik kandung dari almarhumah ibunya. Karena Ia tidak mempunyai seorang Kakak perempuan dan ustadzah Wardah merupakan adik ibunya satu-satunya jadilah Akhtar memanggilnya mbak.

"Akhtar, kuliah kamukan sudah selesai lebih baik kamu tinggal di rumah almarhum kedua orang tua kamu ya, jaga rumah itu dengan baik karena hanya itu satu-satunya peninggalan berharga dari mereka" saran Ustadzah Wardah.

"Nanti ya mbak, insyaallah setelah aku wisuda" ustadzah Wardah tersenyum dan mengangguk.

'Jujur, aku belum berani untuk menempati rumah itu lagi, aku takut depresi lama aku kembali. Namun bagaimanapun, rumah itu merupakan peninggalan plus amanah dan wasiat terakhir almarhum ayah untuk aku jaga' batin Akhtar menimang-nimang.

Keduanya pun duduk di saf paling depan dengan posisi saling berhadapan dengan para murid mengaji ustadzah Wardah.

"Kalo di sini emang muridnya perempuan semua ya Mbak?" Bisik Akhtar.

"Kalo untuk murid laki-laki dan ibu-ibu biasanya sama Kyai Hasan" balas Ustadzah Wardah dan hanya di balas anggukan oleh Akhtar.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap ustadzah Wardah sebelum memulai.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab semua muridnya.

Di tengah sana nampak sudah ada Denira dan Salwa yang sudah duduk rapih dengan Al-Qur'an di pangkuan mereka.

"Eh itukan ustadz Akhtar"tunjuk Denira.

"Oh iya, waktu itu ustadz Akhtar juga pernah kesini, kan ya?" Denira mengangguki pertanyaan Salwa.

"Kalian masih ingat dengan Kakak yang satu ini?" Tanya ustadzah Wardah. Semua murid pun saling memandang bertanya-tanya. Mungkin ada sebagian yang ingat ada juga yang lupa.

"Ini Kak Akhtar, mahasiswa yang satu tahun lalu pernah melakukan penelitian di masjid kita. Kak Akhtar ini keponakan saya dan mulai sekarang dialah yang akan mengajarkan kalian mengaji" para murid pun kembali saling memandang dan berbinar senang mengetahui jika laki-laki tampan itu akan menjadi pengajar juga di masjid ini.

"Tapi ustadzah akan tetap mengajar juga, kan?" Tanya salah satu murid.

"Saya ingin break dulu, karena alhamdulillah Allah telah kembali menitipkan seorang buah hati untuk saya" balas ustadzah Wardah sambil mengelus perutnya yang belum terlalu besar itu.

"Alhamdulillah" ucap semuanya turut merasa bersyukur dan bahagia.

"Jadi, mulai sekarang saya akan di gantikan oleh ustadz baru kalian yaitu ustadz Akhtar sampai saya selesai melahirkan" ustadzah Wardah menunjukkan sosok Akhtar kepada para muridnya.

Takdir Sang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang