Bab 13

44 6 2
                                    

Mata bulatnya menatap makalah yang di pegang kedua tangannya dengan teduh. Terdengar lafadz basmallah dari mulutnya sebelum akhirnya Ia melangkah masuk kedalam ruangan sambil mengucap salam.

Denira mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Akhtar. Saat sudah mendapatinya, Ia pun berjalan menghampiri laki-laki itu yang nampak sedang sibuk dengan laptopnya.

"Assalamu'alaikum Ustadz"

"Wa'alaikumsalam" jawab Akhtar seraya menoleh.

"Saya mau ngasih makalah hasil penelitian saya Ustadz. Alhamdulillah sudah selesai." Denira menyodorkan makalah yang di pegang nya kepada Akhtar.

Akhtar tersenyum dan mengangguk seraya menerimanya. "Alhamdulillah jikalau sudah selesai. Terimakasih atas kerja kerasnya"

Denira menunduk dan tersenyum di bawah tundukkannya. "Sama-sama Ustadz. Saya permisi kalo gitu. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Denira pun mengerling pergi meninggalkan meja Akhtar serta keluar juga dari ruang guru. Denira memasuki ruangan secara acak, Ia benar-benar tak tahan dengan rasa saltingnya saat ini.

Ia pun menyenderkan tubuhnya ke dinding berusaha mengoptimalkan degup jantungnya yang tidak biasanya bermasalah seperti ini.

"Aduh... Gue kenapa si" Denira memegang kepalanya dengan ekspresi meringis.

"Kumat lo?" Denira menoleh dengan sedikit mengejut.

"Astagfirullah hala'dzim"

"Kenapa lo kaget gitu?" Seorang laki-laki berseragam basket nampak sedang duduk di kursi depan kaca jendela ruangan itu dengan posisi memunggunginya.

"Habis nyolong?" Denira menatap punggung laki-laki itu dengan kesal.

"Sembarangan lo kalo ngomong, ya gak lah yakali gue nyolong. Lo... ngapain disini?"
Laki-laki itu terkekeh mendengar pertanyaan konyol Denira. Ia pun menoleh ke belakang menatap Denira

"Ini ruangan khusus anak basket yang harusnya nanya itu gue. Lo ngapain disini?"
Denira menggaruk tengkuknya bingung.

"Ya... G__gue gak sengaja masuk aja" balasnya kikuk.

Wildan beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Denira. "Gimana kondisi nyokap lo?"

"Alhamdulillah udah lumayan membaik" Wildan ber-oh dan mengangguk-angguk.

"Gue mau nanya soal Kakak lo" Denira mengerutkan keningnya mendengar itu.

"Kakak gue? Kakak gue kenapa?"

"Kok bisa si Kakak lo itu gak sealim keluarganya? Padahal yang gue liat bokap sama nyokap lo dua-duanya alim"

"Kepo lo kaya Pak Rt" ledek Denira.

"Gue nanya serius Ra" tekan Wildan.

"Yah... Kakak gue kaya gitu alasan utamanya karena pergaulan. Mamah sama Papah gak pernah gagal buat membimbing Kak Dean tapi, Kak Dean sendiri yang memang berwatak keras dan sulit untuk di atur.

Apalagi pikirannya sudah terdoktrin oleh teman-temannya yang entah gue pun gak tau dia kenal temen-temen berandalannya itu dari mana" Wildan memegang dagunya dan mengangguk-angguk memahami penjelasan Denira.

"Lah lo sendiri kenapa sering ke clubing?"

"Ceritanya panjang. Tapi yang jelas alasan gue sering ke clubing karena gue stres. Gue putus asa dan frustasi sejak Mamah gak ada. Tiap hari yang ada di pikiran gue cuman cara biar hidup gue berakhir. Gue si lupa ya gimana pertama kali gue jadi pecandu alkohol tapi yang jelas motif gue si cuma buat menyambung hidup aja supaya gak stres-stres amat"

Takdir Sang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang