Bab 4

64 10 1
                                    

"Alhamdulillah" ucap Akhtar setelah sampai di halaman kosannya.

Sebuah kosan yang tak terlalu besar namun Ia merasa nyaman dengan kamarnya bahkan kurang lebih sudah 4 tahun Ia menempati tempat itu. Akhtar pun mencabut kunci motornya seraya masuk ke dalam kamar kos nya.

Kamar kos nya bisa di bilang cukup rapih untuk ukuran anak laki-laki. Akhtar memang sering membersihkan kamar kos nya setiap subuh jadi, walaupun jadwal kegiatannya di luar cukup padat kamar kos nya tetap bersih dan rapih.

Tubuhnya Ia baringkan ke atas kasur dengan posisi terlentang dan mata menatap langit-langit. Sebuah senyuman manis pun tercetak dari bibirnya. Ia pun tak tau kenapa tiba-tiba Ia jadi ingin tersenyum.

"Astagfirullah hala'dzim. Ya Allah jangan biarkan pikiran hamba memikirkan sesuatu hal yang haram dan tak seharusnya hamba pikirkan" Akhtar terbangun dari posisi tidurannya dan memijat pangkal hidungnya.

Akhtar menatap jam di atas dinding yang ternyata hampir menunjukkan waktu Maghrib.

"Lebih baik aku siap-siap untuk pergi ke masjid"

****

Berbaring dengan posisi tengkurap sambil membaca buku sejarah islam di tangannya. Entahlah Ia rasanya lebih semangat untuk belajar pelajaran agama daripada pelajaran umum. Padahal, awalnya Ia telah yakin akan membaca pelajaran umum juga namun, tetap saja rasa malasnya itu akan selalu timbul. 

Prang...

Tubuh Denira mengejut ketika mendengar sebuah suara pecahan kaca dari luar. Ia pun menutup bukunya dan cepat-cepat keluar kamar karena khawatir akan terjadi sesuatu kepada Mamah nya.

Mata Denira membulat sempurna melihat Mamahnya yang kini sedang duduk dan menangis tersedu-sedu. Denira pun berjalan menghampiri sang Mamah dan duduk di sampingnya dengan perasaan khawatir.

"Mah, Mamah kenapa?" Fira memeluk tubuh mungil Denira sambil menangis.

"Kakak tadi kesini"

"Kakak Mah?" Tanya Denira dengan nada parau.

"Iya" balas Fira lirih.

"Maaf ya Mah, Denira gak bisa belain Mamah. Mamah yang sabar ya menghadapi sifat Kakak" Fira tersenyum tipis dan mengangguk.

"Papah mana Mah?" Denira celingukan mencari sang Papah.

"Masih di masjid" Denira menghela nafas. Pantas saja Kakaknya itu berani kepada Mamahnya ternyata karena Papah sedang tidak ada di rumah.

"Udah, Mamah jangan sedih lagi ya. Kan disini ada Rara yang selalu sayang sama Mamah" Denira menyenderkan kepalanya pada pundak sang Mamah dan mengelus tangan sang Mamah lembut.

"Iya sayang. Mamah bersyukur memiliki anak yang baik dan sholehah seperti kamu" Fira membelai rambut hitam Denira dan mencium pucuk kepalanya lembut.

"Denira janji akan selalu berusaha untuk menjadi orang yang sukses dan akan membuktikan kepada Kakak bahwa keluarga sederhana ini bisa menghasilkan seseorang yang berjaya"

"Aamiin. Mamah akan membantu kamu dengan doa' sayang"

****

Terdiam melamun sambil menopang dagu. Posisinya sekarang sedang duduk di salah satu meja kantin sendirian. Entahlah, rasanya Ia begitu stres hari ini. Moodnya selalu turun naik. Lebih tepatnya setelah Kakaknya datang ke rumah dan membuat Mamah nya menangis tadi malam.

"Assalamu'alaikum" Denira menoleh ketika mendengar suara Salwa dan Kalina.

"Wa'alaikumsalam" jawab Denira. Keduanya pun duduk di depan Denira dan menatapnya dengan heran.

Takdir Sang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang