Seiring berjalannya waktu Azran masih selalu berharap kepada Raya, walaupun Raya masih belum jelas karena ia belum memecahkan masalahnya. Raya selalu mengeluh soal Narla.
Hal itu, membuat Azran berpikir demi kebaikan Raya, agar Raya tidak kembali merasakan traumanya, Azran berusaha mengurangi perasaannya kepada Raya.
Libur kenaikan kelas sudah usai, Raya berangkat ke Sekolah dengan perasaan bersalah. Lagi-lagi Raya merasakan seperti yang ia rasakan sejak SMP. Sangat menjadi asing, ia menjadi takut untuk bertemu orang-orang di Sekolah.
Saat itu Azran dan Raya seperti biasanya. Mereka bermain dan berkumpul bersama teman-temannya, kecuali Narla. Sejak kedekatan Azran dan Raya, Narla sangat sulit diajak bermain, bahkan ia tidak pernah mau berkumpul lagi.
Raya, makan ya? Kamu udah 2 hari belum makan loh, Ucap Azran kepada Raya yang sedang melamun tak henti memikirkan Narla.
Gak mood. Aku cuma mau Narla baik lagi sama aku.
Pemilik trauma ditinggalkan pasti bisa merasakan kebimbangan Raya. Raya tidak sadar, jika sebenarnya dia akan lebih merasa kehilangan jika Azran yang pergi. Namun, apa daya? Raya tidak bisa mengontrol rasa traumanya.
Desima! Pulang sama gue yuk, Ajak Narla.
Padahal biasanya Narla mengajak Raya, tetapi sekarang ia mengajak Desima yang jelas-jelas ia sudah ada yang menjemput. Itu membuat apa yang Raya pikirkan semakin jelas.
Perlahan, dari hari ke hari Azran menjadi lebih dingin kepada Raya. Entah apalagi, Raya sangat semakin takut.
Narla udah jauhin gue, terus ini Azran juga kenapa sih? Apa gue ada salah? Kenapa sikap nya makin hari makin beda? Gue harus apa biar Azran gak ninggalin gue juga? Apa karna gue jelek ya sekarang?
Semenjak Azran sedikit berubah, Raya mulai menyadari kalau dirinya sudah menyayangi Azran sejak lalu.
Memang aneh, Raya tidak bisa paham dengan perasaannya sendiri, ia terlalu denial. Jangankan ditanya oleh orang bagaimana perasaannya terhadap Azran, dengan dirinya sendiri saja Raya bertanya, apa ia bisa menyayangi pria itu? Padahal tanpa ia sadari, perasaan itu semakin dalam.
Selama satu minggu Raya overthinking terhadap sikap Azran dan Narla.
Raya berinisiatif memasak untuk Azran, lagi pula, Azran selalu membawa bekal dengan lauk itu-itu saja. Dari pukul 4 pagi ia sudah prepare untuk masak.
Zran, ini, Ucap Raya sambil menyodorkan tupperware berwarna biru kepada Azran.
Buat gue? Ini apa? Lo yang masak? Ucap Azran dengan exited.
Iya, dimakan ya!.
Azran sempat menolak karena ia tidak ingin perasaannya semakin dalam, sedangkan ia yakin jika bersama Raya adalah hal yang tak mungkin, itu hanya sekedar mimpi-mimpi indah. Namun, karena Raya marah makanannya tidak diterima, Azran jadi tetap mengambil makanan itu.
Raya bertanya kepada Desima tentang Azran, benar saja, Azran memang mencoba mengurangi perasaannya kepada Raya. Mendengar itu, Raya merasa kecewa, sakit sekali, mungkin sebentar lagi dirinya akan kehilangan seseorang yang mampu mengukir ceria di hatinya.
Sesampainya di rumah, ia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, tak terbendung lagi air matanya. Ia menangis dengan seragamnya yang masih melekat di tubuhnya. Perasaannya kini sangat ketakutan akan kehilangan teman dekatnya sekaligus laki-laki yang ia sayangi.
Azran masih selalu perduli dan perhatian dengan apapun tentang Raya, hanya saja ia sedang berusaha melepas Raya perlahan demi kebaikan Raya.
Ay? Kenapa? Tanya Azran sambil memegang kening Raya yang terlihat lesu. Ia pikir Raya sedang sakit.