Hari kian malam, namun Jisung dan teman-temannya tidak berhenti bergerak di sekitar arena, markas, hingga seputaran Jakarta Utara. Jauh di bagian pusat dan selatan kota Jakarta, orang terdekat Jeno pun kalang kabut mencari pria itu. Jisung berusaha untuk tenang dan berkepala dingin agar bisa memikirkan kemungkinan Jeno pergi ke mana, dengan teliti Jisung menghubungi satu per satu kenalannya, tetapi semua jawabannya sama, tidak satu pun arena milik mereka yang kedatangan pria baru terutama pembalap bermotor merah.
Sesekali Jisung berkirim pesan dengan Jaemin yang mencari di sekitar kampus mereka, tetapi jawabannya tetap sama.
"Gue nggak nemu Jeno."
"Jeno nggak ada di sini."
Jisung kembali mengendarai motornya untuk memeriksa sepanjang jalan hingga ke arah kantornya sendiri, ia tidak menemukan siapa pun selain orang-orang yang sibuk bermain sendiri dengan komunitas mereka. Dalam hati, Jisung terus memanggil nama Jeno, berharap ia bisa menemukannya entah di mana. Kedua orang tua Jeno juga bergegas kembali ke Jakarta setelah mendengar bahwa putra mereka yang berharga telah menghilang, yang mana kemungkinannya adalah penculikan berencana.
Roda motor berhenti di sekitar pertigaan area perumahan yang sepi, pria muda itu turun dari motornya dan berjongkok dengan frustrasi, kepalanya tertunduk sebelum ia melepaskan helm untuk menghirup dinginnya udara malam.
Helaan napas terembus perlahan, mungkin ia harus membuat laporan secepatnya ke pihak kepolisian. Jisung pun perlahan berdiri, matanya menatap mobil hitam yang berjalan perlahan melewati dirinya, matanya fokus entah karena apa. Tidak ada yang aneh, hanya ada seorang pengendara di dalamnya, dan mobil itu berbelok ke kanan menuju area dalam perumahan.
Drrrt!
"Gimana?" tanya Jisung pada sang penelepon.
"Gue ada di sekitaran Blok M, tapi nggak nemu siapa-siapa. Kalau 24 jam belum ketemu, kita bikin laporan ke polisi aja." Suara Jaemin menembus gendang telinga Jisung, ada suara kendaraan dan bising keramaian yang khas dari ujung sana.
Mata Jisung memandang beberapa rumah sambil lalu, "Gue juga ada di sekitar Panglima Polim, kita ketemuan aja di samping Blok M Plaza." Alis Jisung mengerut lembut, "Sebentar," selanya.
"Kenapa, Ji? Ini Donghyuck udah nyusul gue."
Raut wajah Jisung tampak berkonsentrasi pada suara-suara yang cukup memecah kesunyian, sementara suara Jaemin terus memanggil-manggil dirinya. Jisung kembali naik ke motornya, mengenakan helm, dan mengendarai motor hitam itu menuju arah suara. Untuk sementara Jisung hanya mengamati, beberapa orang yang sepertinya tengah bertengkar. Bisingnya cukup teredam, mungkin karena mencoba menahan emosi atau apa. Pria itu akhirnya membiarkan orang-orang di ujung jalan sana terus saling melempar argumen dan kata-kata kasar, dengan cepat Jisung membawa motornya untuk menembus area perumahan dan memasuki wilayah jalan besar.
Jeno lebih penting.
Seperti kebanyakan malam, area di sekitar Blok M masih ramai dengan pedagang dan anak-anak muda yang berpacaran ataupun sekadar menghabiskan malam.
Tanpa perlu banyak mencari, Jisung telah menemukan sosok Jaemin dan Donghyuck yang berdiri di tepi jalan, mereka berbicara dari satu mulut ke mulut. Jisung menghentikan motornya di samping trotoar, dekat dengan mereka. Helm ia lepaskan, rambutnya yang sedikit panjang ia sisir dengan jari-jarinya ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh di Tangan Tuhan
RomanceBerusia 28 tahun dan belum pernah berpacaran menyebabkan Jeno kehilangan minat untuk menjalin kasih dengan siapa pun, tetapi tiba-tiba saja perjanjian pra-nikah antara keluarganya dan Keluarga Bratadikara datang secara mendadak. "Kayaknya dia suka b...