Bab 49 - Siuman

11K 1.4K 31
                                    

Bab 49 – Siuman



Satria keluar dari dalam kamar mandi dalam keadaan yang sudah segar. Melisa belum juga bangu, sedangkan Naya tampak berdiri menatap ke arah kakaknya itu.

Satria lalu menuju ke arah sofa, lalu mencoba duduk tenang di saan sembari mengamati Melisa. Padahal kini pikiran Satria belum bisa tenang. Sejak Melisa sadar semalam, dia menjadi semakin tak tenang. Dia ingin Melisa sadar dan kembali normal seperti sebelumnya. Namun, Satria juga harus mengerti bahwa mungkin Melisa mengalami sesuatu kejadian yang teraumatis baginya.

Sialan memang dirinya. Satria benar-benar tak bisa berhenti merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Naya yang mengamati Satria benar-benar semakin dibuat bingung. Dalam pandangan Naya, Satria seolah-olah sedang menunjukkan penyesalan terdalamnya dan juga kekhawatirannya yang amat sangat. Melihat itu saja Naya hampir yakin jika Satria sedang menjalin hubungan dengan Melisa.

"Aku mau keluar cari kopi, Kakak mau?" tawar Naya kemudian.

"Ya. Kalau kamu nggak keberatan," ucap Satria pendek.

"Oke, aku keluar dulu ya..." pada akhirnya Naya memutuskan untuk keluar.

Setelah ditinggalkan hanya dengan Melisa di kamar inap Melisa, Satria bangkit, lalu dia mendekat ke arah Melisa dan kembali duduk di kursi yang dia duduki sepanjang malam.

Satria kembali mengamati wajah Melisa. Seolah-olah tak ada sesuatu di dunia ini yang mampu mengalihkan Satria dari Melisa. Wajah Melisa tampak pucat, meski begitu entah kenapa Satria tetap melihat kecantikan yang terpancar dari sana.

Jemari Satria terulur, meraih jemari Melisa, mengusapnya lembut, menggenggamnya, kemudian menciuminya. Satria bahkan sudah memejamkan matanya, menikmati kecupan lembutnya pada jemari Melisa.

Cukup lama Satria melakukan hal itu. dia menghentikan aksinya, lalu kembali menatap Melisa dengan penuh perhatian. Satria mengulurkan jemarinya, mengusap lembut pipi Melisa, lalu tiba-tiba saja Satria tak mampu menahan dirinya.

Satria bangkit, membungkukkan tubuhnya, kemudian menghadiahi Melisa kecupan lembut di keningnya. Satria bahkan memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut bibirnya pada kening istrinya itu. sejauh yang dapat Satria ingat, ini adalah pertama kalinya Satria mengecup perempuan pada keningnya, entah kenapa Satria melakukan hal itu, Satria sendiri tak tahu.

Satria lalu dikejutkan oleh sebuah deheman. Dia melepaskan kecupannya pada kening Melisa dan mendapati Naya sedang menatapnya dengan tatapan canggung. Adiknya itu sedang membawa dua gelas karton kopi, dan tatapan mata Naya jelas menunjukkan kengin tahuan yang lebih.

"Uuum maaf, Kak... tadi aku..." sungguh, Naya tidak tahu harus memberi alasan seperti apa.

"Kopinya sudah?" tanya Satria kemudian. Satria lalu meninggalkan Melisa dan mendekat ke arah Naya.

"Ehhh iya ini sudah," ucap Naya sembari menyodorkan kopinya buat Satria.

Satria menerimanya. Dia memilih berjalan menjauh menuju ke sebuah sofa yang ada di ujung ruangan. Satria mulai menyesap kopinya, Dia bersikap sesantai mungkin seolah-olah memang tidak terjadi apapun. Sedangkan Naya tentu saja semakin penasaran dibuatnya setelah dia melihat apa yng baru saja terjadi.

"Uuumm, Kakak nggak kerja?" tanya Naya kemudian.

"Kakak ambil cuti, sampai Melisa sembuh," jawab Satria singkat.

"Ehhh?" Naya semakin bingung dibuatnya, "Kakak nggak perlu ambil cuti, kan ada aku sama Mama," ucap Naya lagi.

"Ngggak bisa gitu, bagaimana pun juga, kakak harus bertanggung jawab dengan keadaan Melisa yang sekarang," ucap Satria kemudian.

Bayi untuk Sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang