Bab 51 - CEMBURU

12K 1.4K 143
                                    


Bab 51 - Cemburu



Malamnya, Melisa ditinggalkan sendirian di dalam kamar inapnya, karena Satria sedang dipanggil dokter untuk membicarakan tentang kondisi Melisa.

Ketika Melisa sendirian di dalam kamar inapnya sembari menonton televisi, dia mendengar pintu ruang inapnya dibuka. Lalu, muncullah Raymond dengan membawa seikat bunga dan juga sekeranjang buah-buahan.

"Hei... bagaimana kabarmu?" tanya Raymond dengan penuh perhatian.

"Kamu datang?"

"Ya. Bukankah aku sudah bilang tadi?" Raymon menjawab dengan antusias. Dia segera duduk di kursi tepat di sebelah ranjang Melisa, lalu, Raymond bertanya "apa yang terjadi? Kenapa bisa masuk ke rumah sakit?" tanyanya dengan khawatir.

"Pendarahan karena kelelahan. Aku baik-baik saja, bayinya juga. Tapi aku minta maaf, mungkin aku nggak bisa kerja lagi dalam waktu dekat," ucap Melisa dengan penuh sesal.

"Hei... itu nggak masalah. Asalkan kita masih bisa saling ketemu," jawab Raymond. "Lagi pula, kamu memang harus fokus dengan bayi-bayi kamu, dan kamu tak perlu khawatir, jika suatu saat kamu membutuhkan bantuan, kamu bisa menghubungiku, oke?" lanjut Raymond lagi.

Melisa tersenyum dan mengangguk setuju. Sepertinya benar apa yang dikatakan Satria. Dia memang harus berhenti bekerja. Mungkin dia bisa bekerja lagi nanti jika sudah melahirkan. Sekarang, yang terpenting adalah perkembangan bayi-bayinya.

***

"Kondisi pasien sudah membaik. Besok pagi, kateter dan infus sudah bisa dilepas. Meski begitu, harus tetap dirawat inap sampai beberapa hari kedepan untuk memudahkan kami mengontrolnya," jelas Dokter pada Satria.

"Bagaimana dengan bayinya?" tanya Satria. "Dia kehilangan banyak darah, apa yang terjadi dengan bayinya?"

"Besok siang, kita akan melakukan USG secara menyeluruh. Untuk saat ini, bayi-bayinya memang masih bertahan."

"Masih bertahan?" tanya Satria penuh penekanan.

"Ini adalah kondisi yang sangat rawan. Pendarahan kemarin bisa saja merenggut semua bayi-bayinya. Namun beruntung ada keajaiban yang membuat mereka tetap bertahan. Karena itu, saya sangat menyarankan agar pasien tidak melakukan banyak aktifitas selama dua minggu ini," jelas sang dokter, "Dalam dua minggu kedepan kita akan melakukan peeriksaan lagi. Jika kondisi bayi sudah berkembang dengan baik seperti sebagaimana mestinya, maka tandanya mereka bisa diselamatkan dan kehamilan bisa berjalan normal seperti sebelumnya."

"Tapi jika tidak?" tanya Satria cepat.

"Mereka harus diterminasi," jawab dokter dengan penuh sesal.

Satria membeku seketika. Dia benar-benar berada pada titik tak bisa berbuat apapun. Sialan! Dia tak bisa kehilangan bayi-bayinya. Bagaimana caranya mengatakan hal ini pada Melisa? Bagaimana caranya meminta maaf pada perempuan itu?

"Maaf, Pak. Kami sudah berusaha sebisa kami. Sekarang, kita hanya bergantung pada Tuhan,"

Meski merasa sangat kesal dan ingin marah, nyatanya Satria hanya bisa mengangguk. Dia tak bisa melakukan apapun sekarang, kecuali menjaga Melisa sekuat yang dia bisa. Ya, hanya itu yang bisa dia lakukan.

***

Setelah menemui dokter, Satria kembali menuju ke ruang inap Melisa. Tak lupa, dia juga memesankan beberapa makanan untuk Melisa dan juga dirinya sendiri tadi melalui orang suruhannya.

Melisa memang terlihat menikmati makanannya tadi, namun Satria tahu bahwa perempuan itu akan lebih menikmati makanan yang dia bawakan kali ini. Dengan semangat, Satria memasuki kamar inap Melisa, namun rupanya, di dalam sana Satria sudah melihat pemandangan yang cukup membuat dadanya terasa panas.

Bayi untuk Sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang