Bab 50 – Perhatian
Satria mengabaikan Naya yang msih ternganga karena jawabannya tadi, karena kinifokusnya adalah menikmati sarapan di hadapannya. Ya, benar kata ibu Naya, bahwa dia butuh makan karena sejak kemarin belum sempat makan. Kini, Satria bisa sarapan dengan tenang karena dia sudah tahu bahwa keadaan Melisa sudah membaik.
Berbeda dengan Satria, Naya tampaknya masih belum bisa menerima kenyataan. Bukannya naya tidak ingin percaya dengan fakta yang diberikan oleh Satria, atau bukan juga Naya tidak mau menerima kenyataan tersebut, nyatanya, apa yang dikatakan Satria tampak kurang masuk akal. Bagaimana mungkin Satria menyebutkan bahwa pria itu sudah menikah sedangkan sejak beberapa bulan terakhir, Naya mengetahui tentang hubungan serius kakaknya itu dengan perempuan lain? Lalu, jika memang benar, kenapa juga Melisa tidak memprotes saat melihat suaminya dekat dengan perempuan lain?
Karena sedikit kesal, Naya akhirnya bangkit meninggalkan Satria. Satria sempat mengamati adiknya itu, Naya rupanya mendekat ke arah ranjang Melisa dimana di sana juga ada ibunya, kemudian tanpa basa-basi lagi, Naya bertanya pada Melisa.
"Jadi benar Mel? Kamu sudah nikah sama Kak Satria?"
"Naya! Kamu nggak lihat? Melisa kan masih lemah, dia bahkan baru siuman."
Naya lalu menatap ke arah sang ibu, "Jangan-jangan, Mama juga sudah tahu, ya? Tentang pernikahan mereka?" kali ini Naya melemparkan pertanyaannya pada sang ibu.
"Tante dan Naya lebih baik pulang dulu. Melisa harus banyak istirahat," kali ini, Satria yang membuka suaranya. Satria bahkan sudah meninggalkan sarapannya dan bangkit mendekat ke arah mereka semua.
"Kakak ngusir kami?" tanya Naya kemudian.
"Kamu jelas tahu tadi apa kata dokter, Melisa harus banyak istirahat."
"Tapi aku kan nggak ganggu Melisa," Naya masih tak ingin diusir dari tempat itu. Alasannya tentu karena Naya belum mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
"Pertanyaan kamu yang menuntut jelas mengganggunya. Kakak sudah bilang kalau kami sudah menikah. Apa itu nggak cukup?' tanya Satria kemudian.
"Ya. Itu belum cukup. Karena yang aku tahu, kakak berkencan dengan perempuan lain. Kakak bahkan berencana menikahinya. Lalu selama ini Kak Satria menganggap Melisa seperti apa?" tanya Naya dengan berani. Pertanyaan itu seperti sebuah tamparan untuk Satria.
"Naya! Lebih baik kita pulang." Belum sempat Satria menjawab, Rina sudah mengajak Naya pulang.
"Tapi Mah..." Naya merengek.
"Nanti, Kakak pasti akan ceritakan semuanya. Oke? Sekarang, ayo kita pulang," ajak Rina lagi. Pada akhirnya, dengan berat hati, Naya ikut ibunya pulang. Meski begitu, Naya merasa bahwa Melisa dan kakaknya itu berhutang penjelasan padanya, dan sampai kapanpun, Naya akan menuntut penjelasan tersebut.
Ditinggalkan hanya berdua, suasana diantara Melisa dan Satria akhirnya menjadi canggung. Apalagi, ketika mengingat apa yang sudah dilakukan Satria tadi. Satria menenangkan Melisa dengan begitu lembut, membuat Melisa merasa begitu disayangi.
Satria sedikit mengusap tengkuknya, sebelum dia berkata "Aku lanjutin sarapan, ya? Atau kamu mau ikut sarapan?" tawar Satria pada Melisa.
Melisa sendiri hanya bisa menggelengkan kepala. Dia belum ingin makan, dan dia memang belum ada nafsu makan.
"Oke kalau gitu," ucap Satria sembari menuju ke sofa tempat dia makan tadi. Sial! Satria tak pernah merasa secanggung ini sebelumnya dengan siapapun. Lalu kenapa sekarang dia menjadi sangat canggung ketika berada di hadapan Melisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi untuk Sang CEO
RomansaDemi wasiat dari ayahnya, Satria Adiraja harus menikah dan memiliki anak dari seorang perempuan miskin yang bernama Melisa Amelia yang merupakan sekretaris pribadi ayahnya itu. Bukan tanpa alasan, selain karena wasiat tersebut, Satria mau tak mau ha...