Bab 39 – Menginap
Satria melihat hidangan makan malam yang disajikan oleh melisa. Menu yang sederhana, namun entah kenapa menggugah seleranya. Melisa sendiri setelah selesai menyajikan masakan sederhananya itu, dia memutuskan menemani Satria, duduk di hadapan pria itu yang kini masih mengamati masakannya.
"Hanya ada itu, dan aku hanya bisa memasak seperti itu," ucap Melisa dengan peenuh sesal.
Sebenarnya, Melisa tak perlu menyesal. Jika Satria ingin lebih, pria itu bisa pergi dan memesan makanan di luar. Tidak perlu membangunkannya dan menyuruhnya masak seperti ini.
Tanpa diduga, Satria malah segera mengambil nasi di piringnya, kemudian segera menyantapnya bersama dengan lauk yang dimasak oleh Melisa.
"Kamu nggak makan?" tanya Satria kemudian.
Melisa sempat tertegun dengan pertanyaan itu. Satria biasanya tidak peduli, apakah Melisa mau makan bersamanya atau tidak. Satria bahkan mungkin tidak mau tahu keadaan Melisa. Namun kini, pertanyaan Satria yang sederhana itu membuat Melisa merasa diperhatikan.
"Uumm, aku sudah makan tadi."
"Baguslah. Kalau begitu, aku akan menghabiskan yang ini," ucap Satria sembari melanjutkan menyantap makan malamnya dengan lahap.
Melisa ternganga dibuatnya. Apa pria di hadapannya ini benar-benar Satria? Kenapa Satria berubah? Apa yang sedang direncanakan pria itu?
****
Setelah makan malam, Melisa mengira bahwa Satria pergi. Namun, pria itu belum juga bergegas saat Melisa sudah selesai membersihkan dapurnya, padahal kini waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
Akhirnya, Melisa memberanikan diri membuka suaranya "Uum, sudah malam."
"Ya. Sudah malam," Satria malam menjawab balik.
"Uuum, itu maksudku, aku nggak enak sama tetangga kalau misalkan ada yang melihat kamu di sini."
"Tidak enak? Kenapa tidak enak? Bukankah kita suami istri?" tanya Satria secara gamblang.
Memang, mereka berdua adalah suami istri, namun, hubungan mereka tak seperti suami istri kebanyakan. Melisa ingin menjelaskan seperti itu, tapi tiba-tiba saja Satria kembali membuka suaranya.
"Dimana kamarmu?" tanya Satria tiba-tiba.
"Mau apa?" Melisa bertanya balik.
"Sudah malam. Kita harus tidur, kan?" tanya Satria sembari menyunggingkan senyuman miringnya.
Melisa menggelengkan kepalanya, "Tidak. Kamu nggak akan tidur di sini."
"Kenapa tidak? Ada yang melarang?" tanya Satria.
"Ya. Aku tidak mengizinkan kamu melakukannya."
Satria malah tertawa lebar menanggapi pernyataan Melisa tersebut, "Memangnya kamu siapa bisa melarangku? Bahkan kupastikan pemilik kontrakan ini saja tidak akan melarang jika aku ingin menghabiskan waktuku di rumah ini seumur hidupku.
Melisa mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?" tanya Melisa yang sedikit mencurigai arti dari ucapan Satria tersebut. Melisa curiga bahwa tempat ini sudah dibeli Satria. Namun, sepertinya tidak. Memangnya untuk apa Satria membeli rumah di dalam gang seperti ini?
Berbeda dengan Melisa yang masih tampak kebingungan, Satria malah tertawa bahagia. Dia senang melihat Melisa yang kebingungan karena ulahnya. Dia senang mempermainkan Melisa. Satria tentu bisa menang dalam segala hal dari seorang Melisa. Bahkan tanpa sepengetahuan Melisa, Satria sudah membeli deretan rumah kontrakan di tempat Melisa ini termasuk rumah kontrakan yang ditinggali Melisa. Jadi, siapa yang akan berani mengusirnya dari sana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi untuk Sang CEO
RomansaDemi wasiat dari ayahnya, Satria Adiraja harus menikah dan memiliki anak dari seorang perempuan miskin yang bernama Melisa Amelia yang merupakan sekretaris pribadi ayahnya itu. Bukan tanpa alasan, selain karena wasiat tersebut, Satria mau tak mau ha...