Sepasang manik menatap diam rintik hujan di luar. Hening menyelimuti ruangan putih, yang terdengar saat ini hanya detik jam. Tidak ada keinginan untuk pergi keluar atau mungkin sudah tidak penting lagi. Kenapa berada di sini? Bukankah lebih baik jika semua berakhir? Dia ingin tenang beristirahat, apa keinginannya begitu muluk?
Kenapa semua terasa berat....kenapa hanya dia yang menderita? Kenapa orang lain bisa bahagia sedangkan dia tidak? Apa yang salah dengan dirinya? Apa dia hidup hanya untuk ini?
Tuhan, kenapa semua terasa tidak adil? Aku juga ingin bahagia. Jika memang sulit, kenapa tidak membiarkanku pulang? Atau kematian juga enggan berbaik hati? Lalu apa yang harus kulakukan?
Ini adalah hari ketiga Deon berada di rumah sakit. Selama dua hari terus dicekoki penenang sekedar untuk membuat tidur. Efek obat bekerja dengan baik, kini tidak lagi berontak atau mengamuk. Hanya rasa lelah yang teramat sangat. Netra berpaling, menatap bekas luka di tangan. Tidak ingat kapan pernah melakukan, sekalut apa sampai berbuat nekat?
Putus asa?....Ya, rasa putus asa membuat orang mampu berbuat nekat. Dia masih mengingat jelas permasalahannya tapi tidak saat melukai diri. Mungkin alam bawah sadar menolak untuk mengingat. Lalu bagaimana dengan ayahnya? Apa pernah datang menjenguk? Apa terlalu muluk mengharapkan datang?
Hanya Ajun yang terus menemani hingga saat ini. Melakukan permintaannya tanpa pernah mengeluh. Apa otak Ajun masih waras? Kenapa mau bersusah payah untuknya? Jujur Deon gagal paham dengan pikiran Ajun. Dia saja tidak peduli dengan hidupnya, kenapa cowok itu malah sebaliknya?
Apa karena rasa kasihan? Hidupnya begitu menyedihkan sehingga orang lain harus mengasihani. Tersenyum miris dalam hati, bagus sekali, Deon....hidupmu benar-benar berarti.
Netra berpindah, menatap cowok yang sedang rebahan santai di sofa. Ajun sedang asyik dengan ponsel, mungkin menemukan game baru....atau incaran baru.
"Hei....!" Memutuskan memanggil.
Hanya dengan satu kali panggilan Ajun langsung bergeming. Mengalihkan fokus dari ponsel. "Apa ada yang kau perlukan?"
Yup...begitulah! Kalimat pertama Ajun selalu demikian, Deon bahkan sampai hapal.
"Apa tidak bosan ?"
"........tidak, game ini menyenangkan."
Ah, ternyata game baru, hanya membatin. "Pulanglah!"
"........kau ingin pulang?"
"Kau punya rumah bukan?"
Aahh....mengerti maksudnya, Deon mengkhawatirkannya, itu sangat manis bukan, sontak tertawa dalam hati. Si Bodoh itu terlalu malu untuk berterus terang. "Tenang saja, biar perutku gak kotak-kotak, tapi aku cukup kuat kok. Gak percaya? Aku bisa angkat galon ke dispenser sendirian."
"Bodoh!" Merasa kesal tiba-tiba.
"Hehehe....," yang bersangkutan malah nyengir.
"Mengganggu pemandangan saja, pulang sana!"
"Lalu siapa yang akan mengganti popokmu nanti?"
"Aku gak pakai popok!" Membalas cepat karena tidak terima dinistakan.
"Hahaha....," mengakak dengan senang melihat penderitaan orang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDY & ALEX
General FictionMenceritakan tokoh utama bernama Ardy sebagai sosok tuan muda tampan yang tinggal di sebuah kost, tepatnya di sebelah kamar seorang gadis bernama Alex. Rumitnya masalah dengan keluarga membuat Ardy harus ditendang keluar dari rumah. Berharap Ardy b...