BAB XII

3 1 0
                                    





Sudah lama tidak datang kemari....jadi kangen. Dulu saat sekolah sering melakukan hampir setiap hari. Setelah dipikir-pikir, ternyata kami sangat akrab. Maunya nempel terus seperti Perangko. Kemana-mana bareng, bahkan ke toilet juga.



Saat ini Ardy sedang duduk di atas kap mobil dipayungi langit cerah bertabur bintang (caile). Disela jari menyempil sebatang rokok yang tinggal setengah. Menghisap dalam dengan masih mengingat kenangan masa lalu (caile part 2).



Tempat ini adalah arena bermain skateboard mereka. Saksi bisu dari beberapa bekas luka yang didapat. Deon hampir saja menghancurkan kepalanya sendiri jika tidak memakai helm. Si Bodoh itu terjun bebas seenaknya, apa sengaja bunuh diri? Belum lagi Ajun yang kebanyakan gaya dan berakhir dengan patah kaki.



Tertawa sejenak, jika diingat kembali, kelakuan mereka sangat Bar-bar. Yaahh....dia juga mematahkan tangan sendiri karena terlalu over acting. Biasa bocil....bawaan pamer pengen eksis.



Menghisap rokok kembali, kini pikiran mengembara pada hal lain. Begitu banyak hal berseliweran dalam kepala. Dia bingung....ya! Dia ingin jawaban....ya! Dia kesal....ya! Kenapa....? Karena dia hanya terus berpikir tanpa ada solusi. FUCK....!!



"Kau memanggilku kemari hanya untuk melihatmu melamun?"



Ardy reflek menoleh saat mendengar suara. Karena terlalu asyik hingga tidak sadar. Deon tetap dengan kemeja dan celana hitam. Jangan-jangan satu lemari isinya sama semua, kurang endorse (wek). Alis mengerut sesaat melihat Deon menenteng plastik hitam kecil.



"Untukmu....," seakan tahu isi kepala.



Menerima dan membuka, alis kembali mengerenyit. "Kopi instan?"



"Sebagai permintaan maaf." Seraya mendaratkan bokong di tempat yang sama.



"Kau menyogokku karena merasa bersalah?"



"Daripada melihat wajah menyebalkanmu itu."



"Aku terima kopinya....tapi tidak dengan maafnya."



"Balikin....!"



Dengan segera menjauhkan dari jangkauan. "Aku masih kesal dengan ulahmu, jadi jangan bersikap sok imut!"



Deon memutar mata malas. Ucapan tidak sesuai dengan kelakuan, Ardy sekarang malah sudah menyeruput satu kaleng.



Waktu berlalu beberapa menit dalam keheningan. Deon lebih tertarik mengitari pandangan, sudah lumayan lama dan tempat ini jauh lebih baik sekarang. Ah, di situ tempat kepalanya menabrak, untung masih bisa digunakan dengan baik sampai sekarang. Reflek tertawa kecil.



"Kenapa tertawa....?"



"Sudah sangat lama ya."



Ardy tahu maksudnya, "Yeah....!"



"Mau main....?"



"Tawaran menarik tapi aku kemari bukan untuk itu."



"Jadi karena apa?"



Ardy menghisap dalam tembakaunya untuk terakhir kali. "Aku akan membuktikan keberadaanku dalam keluarga."



"......begitu?"



ARDY & ALEXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang