"Katakan padaku....sudah berapa lama?"
Sosok pria tampan mengusap wajah dengan gusar, kemudian menghela nafas panjang. Tersirat rasa lelah teramat sangat di sepasang manik coklat. "Kami tidak pernah berhubungan seperti yang kau pikirkan, Rindu."
"Lalu siapa anak itu? Kau sendiri yang membawa kemari. Apa kau memungutnya dari jalanan?" Tidak peduli pada tatanan bahasa, emosi sudah merajai. "Masih bilang tidak ada hubungan? Apa aku terlihat sebodoh itu?"
"........itu adalah kesalahanku."
"........ceraikan aku!"
Tersentak ketika mendengar, tidak menyangka akan sejauh itu. Lah, tidak mungkin juga tertawa bahagia! "Tidak....!"
Manik indah menatap marah. "Apa aku akan membiarkan ini semua? Kau pikir aku akan diam saja? Bawalah ibu dari anak itu kemari dan selesaikan urusan kalian!"
"Rindu...."
"Dia bisa memberimu keturunan....itu bagus! Katakan pada orang tuamu, mereka juga pasti akan senang." Jeda untuk menarik nafas, suara sudah terdengar serak. Berusaha menahan diri agar tidak terlihat lemah.
"Aku akan mempermudah untukmu....aku yang pergi. Anak itu memerlukan ibunya, dia masih terlalu kecil. Agus akan ikut bersamaku, kau bisa menemuinya kapan pun."
Manik coklat mengatup, begitu sedih mendengarnya. Apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan?
"Aku minta selesaikan semua dengan cepat! Ini juga untuk kebaikan Agus....aku tidak ingin dia tersakiti lebih jauh."
"........wanita itu sudah tidak ada."
"........apa....," menatap bingung.
"Anak itu sebatang kara....ibunya sudah pergi."
"Jangan membodohiku!"
"Aku tidak bohong, wanita itu sudah tidak ada....tepat di hari ini. Karenanya aku membawa anak itu kemari."
".........."
"Aku mohon....jangan pergi! Aku tidak memintamu untuk memaafkan, tapi kumohon tetaplah di sini....tetaplah bersamaku!"
"Setelah apa yang kau lakukan....masih berani bicara seperti itu?" Merasa takjup dengan permintaan sang suami. Apa tidak memikirkan perasaannya....betapa sakit hatinya?
"Aku tahu....! Aku tahu kesalahanku tidak akan termaafkan. Aku bahkan membenci diriku sendiri. Tapi aku....," terdiam....kehilangan kata-kata untuk membela diri.
Bening menetes turun. Dalam hati bertanya kenapa hal ini terjadi padanya? Apa kesalahan yang sudah diperbuat? Dosa apa yang sudah dilakukan sehingga musibah datang?
"Aku mencintaimu....sangat mencintaimu."
"Tapi kau menyakitiku."
"Rindu...."
"Jangan memanggilku....aku benci mendengarnya. Kenapa....kenapa begitu tega?" Kini menangis terisak, pertahanan runtuh sepenuhnya.
"Itu kesalahanku....," mengepal tangan kuat. "Dia sahabatku dan semua terjadi begitu saja. Saat sadar semua sudah terlambat, aku benar-benar menyesal. Aku tidak ingin membela diri dengan berbagai alasan....tapi aku sangat menyesalinya. Maafkan aku, Rindu!"
"Aku terkesan dengan alasanmu....," tertawa seakan menyindir.
"Aku bisa tidak membawa wanita itu kemari....tapi tidak dengan anaknya. Aku tidak bisa mengacuhkannya karena dia adalah seorang anak. Aku melakukan kesalahan tapi anak itu tidak harus menanggungnya. Aku mohon, Rindu....," menatap dengan penuh penyesalan.
"Kau boleh mengacuhkan, tidak mempedulikan, aku bahkan tidak akan menuntutmu untuk menyayanginya. Tapi dia sebatang kara dan memiliki hubungan denganku. Ini adalah permintaan yang sangat egois tapi kumohon biarkan dia tetap di sini."
".........."
"Sampai dia dewasa dan aku bisa menjelaskan semuanya. Sampai dia bisa menjaga dirinya sendiri dan aku bisa melepas dengan tenang."
Masih tidak ada suara keluar dari wanita cantik yang terus menitikkan air mata.
"Kau boleh membenci, memaki, dan memukulku. Aku pantas dan itu tidak sebanding dengan sakit hatimu."
"Sangat sakit....sakit yang begitu luar biasa. Aku percaya padamu tapi kau membuat hatiku hancur. Aku memilih untuk tidak memiliki hati daripada harus merasakan. Tidak ada seorang wanita pun ingin mengalami sakit seperti ini."
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan, tapi kumohon....jangan meninggalkanku! Aku memerlukanmu....menyayangimu dan Agus."
"Apa kau pikir Agus tidak mengerti dengan apa yang terjadi sekarang?"
"Dia anak yang pintar....pasti menyadari ini semua."
"Dan kau ingin membuatnya lebih hancur lagi?" Menatap tidak percaya pada sang suami.
Membayangkan wajah seorang anak yang teramat disayangi. Dia sudah membuat putranya merasakan pahitnya kehidupan. Di usia sekecil itu Agus harus menghadapi kenyataan pahit akibat perbuatannya. Maafkan ayah....maafkan ayah...., membatin penuh penyesalan.
"Aku tidak ingin melihat Agus lebih tersiksa lagi....apa aku salah?"
"Tidak....kau ingin melindunginya....sama seperti yang kulakukan pada anak kecil itu. Karena kita adalah orang tua....tidak akan bisa mengacuhkan."
Tuhan....hati seketika tercubit. Apa dia akan membiarkan anak itu seorang diri di luar sana? Apa yang akan terjadi? Ibu mana yang tega jika sudah menyangkut tentang anak?
"Kumohon biarkan dia tetap di sini hingga tiba waktunya."
Tuhan....apakah aku sanggup? Dia hanya seorang anak yang belum mengerti apa-apa. Tapi aku juga punya perasaan....begitu pun anakku....apa yang harus kulakukan?
End
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDY & ALEX
General FictionMenceritakan tokoh utama bernama Ardy sebagai sosok tuan muda tampan yang tinggal di sebuah kost, tepatnya di sebelah kamar seorang gadis bernama Alex. Rumitnya masalah dengan keluarga membuat Ardy harus ditendang keluar dari rumah. Berharap Ardy b...