BAB IX

1 1 0
                                    






Alex menelan ludah dengan susah payah, atmosfernya terasa berat. Berkali-kali meyakinkan hati untuk lebih percaya diri tapi jatuhnya malah minder diri. Ardy tanpa berperi kemanusiaan membawanya datang ke rumah tanpa pengumuman.



Katanya hanya jalan-jalan saja....ini sih namanya jalan-jalan ke jurang kematian (hiperbola). Menghadapi Ardy saja setengah mampus, apalagi satu keluarga....beneran mampus.



Alex tahu Ardy adalah tuan muda....tapi tidak menyangka rumahnya 100x lebih besar dari lapangan sepak bola (hiperbola lagi). Yakin tidak kerepotan bayar pajak? Baru kali ini berhadapan dengan meja makan penuh sajian.



Bayangkan saja, meja makan jati segede gaban diisi makanan dari ujung sono sampai ujung sini. Acara makan keluarga atau hajatan sunat massal nih?



Belum lagi penampilan keluarga Ardy yang high class, Alex serasa pakai daster rumahan. Bersyukur penampilan Ardy biasa saja, setidaknya ada yang menemani jadi rakyat jelata.



Saat bertemu muka dengan tuan Rahardjo, Alex jadi tahu darimana Ardy mendapatkan wajah tampannya. Om perlente itu memiliki warna mata yang sama dengan Ardy. Sangat berkharisma dan maskulin. Mungkin Ardy kalau tua bakal tetap tampan seperti itu, hehehe.



Nyonya rumah terlihat sangat cantik bak model. Padahal sudah memiliki anak tapi body tetap gitar spanyol. Alex merasa bahwa dunia tidak adil....kenapa dia yang belum melahirkan malah memiliki lemak di perut? Sikapnya sangat ramah seperti image ibu peri di cerita dongeng.



Saat melihat kakek dan nenek....entahlah....rasanya seperti berada di mesin X-Ray. Meneliti dari kepala sampai kaki....bisa sampai ke organ dalam sekalian. Apa ada yang salah? Perasaan sudah mandi sebelum datang kemari, sudah wangi sabun.



Image nenek seperti nenek sihir tapi tanpa sapu terbang dan hidung bengkoknya. Walau terlihat cantik tapi auranya menyeramkan.



Naahh....beda kasus saat melihat Agus. Alex sampai terpana....kok ada manusia setampan itu. Ardy memang tampan tapi Agus jauh lebih tampan. Ardy paket komplit tapi Agus paket super komplit bin deluxe. Ini satu keluarga kok kinclong semua? Memang bibit, bobot, dan bebet tidak berbohong.



Awalnya Alex bingung, ini acara makan atau pertandingan catur? Tidak ada yang bersuara, semua fokus dengan piring masing-masing. Beda jauh saat makan bersama Apit cs....heboh porsi siapa yang paling banyak, mau dicomot. Acara makan di rumah juga tidak sesunyi ini, pasti ada saja bahan obrolan. Mulai dari masalah negara sampai panci kreditan emak yang belum lunas.



Yang lebih mengherankan, tidak terdengar denting peralatan makan. Ini makannya pakai tenaga dalam atau gimana? Alex sampai bela-belain menurunkan kecepatan tangan biar tidak ribut sendiri. Ardy yang melihat sampai menukik alis, kenapa tuh cewek melakukan gerakan slow motion?



Semula acara makan berlangsung damai hingga akhirnya nenek bersuara. "Sudah berapa lama kamu berhubungan dengan Ardy?"



Alex hampir tersedak tidak elit ketika ditanya tiba-tiba. "Se....semenjak Ardy ngekost, kami tinggal di kost yang sama....sebelahan kamar."



"Oohh....ternyata....," senyum miring terlukis di wajah nenek.



Alex berinisiatif minum sejenak, tenggorokan mendadak kering.



"Aku tidak tahu harus memanggilmu apa....mbak....nona....atau...."



"Cukup Alex saja, tidak apa-apa, Nek!" Setelahnya merasa bahwa wanita yang disinggung menatap tajam saat dipanggil dengan sebutan nenek. Ok, baiklah....Alex nanti akan memanggil dengan sebutan Yang Mulia.



ARDY & ALEXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang