"Karena, kasusnya berhubungan dengan sikap lo yang kayak gini."
"Gue gini juga kan karena lo nya yang respon ambigu. Kayak tadi, lo diem doang kayak gak setuju sama hal yang mau gue lakuin. Terus soal Amar itu, gue ngira gitu karena lo ngerespon Amar seolah lo suka sama dia. Bahkan lo juga ngira gue suka sama Amar karena sikap gue yang mungkin ambigu kan di mata lo? Itu yang gue rasain Cia kalo lo gak jelas gitu. Yang gue pikirin, gak selalu sama dengan apa yang lo rasain. Bisa kan mulai sekarang respon atau berekspresi seadanya lo lagi kayak gimana? Lo bebas mau nunjukin apa aja kalo sama gue, asal gak diem. Kita udah tau perasaan masing-masing berbulan-bulan! Lo gak perlu ngerasa malu-malu lagi kalo sama gue biar gue gak mikir kemana-mana dan berujung pesimis ngira lo gak mau sama gue. Bahkan malam ini, gue udah dibuat pesimis entah berapa kali. Mulai dari gue yang niupin lo seblak, manggil lo baby kayak tadi, dan terakhir ini."
Amicia menyisir rambutnya ke belakang dengan jengah, "Pake dulu bajunya, nanti lo kedinginan."
"Bisa gak ngomong yang berhubungan sama pembicaraan gue dulu? Ini kebiasaan lo, kayak gini. Mau lo apa, Cia? Tolong jangan bikin gue harus ngerti semua yang lo rasain kalo lo kayak gitu terus..."
"Iya gue salah, gue minta maaf! Maaf kalo gak bisa jadi yang lo mau! Gue emang kayak gini orangnya. Gue gak bisa mengekspresikan apa yang lagi gue rasain. Gue gak kayak lo, Ry! Bukan niat gue gak terbuka sama lo, tapi karena emang gue gak bisa kayak gitu. Bukan gak mauuu. Kalo lo gak suka gue yang kayak gini... lo bisa cari orang yang lo pengen kayak gitu. Walaupun gue usahain sesuai apa yang lo mau, pasti gak akan bisa. Ujung-ujungnya gue cuma bisa diem karena gue gak tau mau ngerespon kayak gimana. Kalo gue ngerasa seneng, mungkin cuma gue yang bakal tau karena gue gak bisa se-nunjukin itu ke lo. Maaf kalo respon gue terkesan ambigu dan bikin lo kecewa karena gak sesuai harapan lo. Gue cuma bisa nunjukin dengan cara itu!"
Avery berdecak pelan sembari meremas bajunya. Ia tak menyangka jika pembahasannya akan jadi sepanjang ini. Niat awalnya hanya ingin Amicia juga melakukan hal yang sama setelah dirinya membuka baju tadi. Terlebih, gadis itu sendiri yang berkata bahwa dirinya akan memakai baju Avery.
Tapi, dengan diamnya Amicia justru malah membuat Avery berpikir bahwa gadis itu tak sungguh-sungguh. Hal itu jadi membuatnya sedikit malu karena seolah hanya dirinya yang ingin melalukan itu.
Tapi sungguh, Amicia tidak bermaksud seperti itu. Seperti yang gadis itu katakan tadi, ia benar-benar dibuat gugup oleh apa yang dilakukan Avery. Ia tidak berniat membuat gadis itu kehilangan mood karena dirinya yang tidak melakukan apapun.
Tapi, ucapan Avery juga sedikit melukai hatinya. Jujur saja, kedua gadis itu kini sama-sama dilanda emosi karena ucapannya masing-masing. Egonya sama-sama tidak ingin mengalah dan merasa paling benar.
Avery merasa benar karena sikap Amicia memang sedikit mengecewakannya. Harusnya, gadis itu bisa sedikit lebih berani lagi, terlebih mereka sudah mengenal dan mengetahui perasaan masing-masing cukup lama.
Dan Amicia juga merasa benar karena tak seharusnya setiap apa yang dirasakannya, ditunjukkan terlalu jelas. Terlebih, ketika dirinya salah tingkah. Bukankah itu sudah menjadi naluri manusia jika merasakan hal itu akan mendadak terdiam kaku bahkan menghindari tatapan? Itu adalah hal yang umum, dan seharusnya Avery bisa membaca itu. Bukan malah menuduhnya tidak serius.
"Gue juga minta maaf kalo udah bikin lo kesel. Gue cuma mau malam ini kita bikin momen bahagia lagi. Tapi, kayaknya waktunya gak tepat. Lo tidur aja, ini udah malem." Avery memakai bajunya lalu duduk di tepi ranjang sembari membuka ponselnya.
Amicia sendiri sudah tidak ingin mendebatkan apapun lagi dan memilih untuk merebahkan dirinya di sisi ranjang yang lain. "Baju lo basah, kalo mau ganti cari aja yang menurut lo nyaman di lemari." Tangannya menarik selimut lalu mulai menutupi tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three A's (3A)
Teen Fiction(Completed) Cinta antara tiga orang memang menyulitkan. #GxG