"Hm?" Kedua gadis itu langsung menatap Amarnath bingung.
"Ck!" Tanpa basa-basi lagi, Amarnath pun langsung memeluk mereka dengan tenaganya yang cukup kuat. "Gue gak marah ataupun benci kalo emang kalian saling suka. Gak ada yang salah soal itu. Makasih juga karena kalian udah coba buat jaga perasaan gue dan ngesampingin hubungan kalian di atas nama persahabatan. Tapi lain kali, jangan ada yang ditutup-tutupin lagi dari gue, tolong. Gue suka jadi kayak orang bodoh sendiri kalo kalian cuma sibuk berdua. Tiba-tiba berantem lah, atau pas lagi kumpul kalian asik sendiri lah. Kan gue iri, anjir!"
"Maaf..." Amicia bersuara. "Kadang gue gak sadar kalo kayak gitu. Maaf ya, Amar... Dari awal pun gue udah bilang, walaupun gue gak bisa terima lo, gue tetep sayang sama lo. Gue seneng bisa jadi sahabat lo. Tapi kalo ternyata perlakuan gue lebih condong ke Avery, gue minta maaf..."
"Ya, it's okay. Gue harap kita bisa terus sahabatan kayak gini. Selain punya Mama, gue juga cuma punya kalian."
"Iya, sama kok, Mar." Kini, Avery yang berucap. "Gue juga minta maaf kalo sering bikin lo kesel dan malah ngabain lo. Lain kali, jangan ngeselin lagi makanya."
Tangan kanan lelaki itu yang semula melingkari punggung Avery, kini ia gunakan untuk menjitak pelan kening gadis itu. Lalu, ia pun melepaskan pelukan mereka.
"Sakit..." Avery memegangi keningnya dengan wajah cemberut.
"Mau lagi??"
Gadis itu langsung mengepalkan tangannya seolah akan meninju Amarnath.
"Hahaha udahh! Kalian ini ribut mulu deh!" Walaupun Amicia sering melerai mereka ketika sedang bertengkar kecil seperti itu, tapi percayalah, pemandangan seperti ini lah yang terkadang membuatnya senang.
Avery dan Amarnath pun sama, ketika mereka saling adu mulut dalam konteks bercanda, hal itulah yang terkadang membuat persahabatan mereka terkesan tidak monoton.
Amarnath menghela nafas sejenak, menatap kedua gadis itu dengan matanya yang menyipit karena tersenyum.
Niatnya yang semula saat masuk SMA akan mengikuti club geng motor dengan para siswa lelaki lain di sekolah itu, harus urung hanya karena bertemu dengan kedua gadis ini.
Walaupun ia sempat minder karena bersahabat hanya dengan mereka dan sempat pula ia mendapat julukan banci dari teman lelakinya, lama-kelamaan Amarnath tidak lagi mempedulikan hal itu. Karena nyatanya, bertemu Amicia dan Avery bagaikan sebuah anugerah baginya. Ia bahagia.
Ketiga remaja dengan permasalahan yang beragam itu, sangat menikmati kehidupan mereka selama hampir tiga tahun ini.
***
"Udah ya... Gak apa-apa..." Tangan gadis itu terus menghapus air mata yang Amicia keluarkan. "Kamu kan masih bisa jenguk nanti..."
"Iya bener! Mending sekarang kita jalan-jalan aja, yuk! Cari angin!"
"Abang bakal lama gak...?"
Avery menggeleng. "Kita belum tau... Pengadilan kan belum mutusin soal berapa lama Bang Bagas bakal ditahan."
"Kalo ternyata lama gimana...?"
Avery mengalihkan pandangannya pada Amarnath, sedikit meminta bantuan lelaki itu untuk mencari kalimat penenang.
Tapi, lelaki itu justru juga tidak tahu harus bicara apa lagi.
Tangan Avery pun kembali mengusap pipi Amicia lembut. "Gak apa-apa... Kan ada kita... Kamu juga bakal tinggal sama aku, 'kan? Jadi gak apa-apa ya.... Bang Bagas juga ada temennya kok pasti di sana. Gak akan kesepian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Three A's (3A)
Teen Fiction(Completed) Cinta antara tiga orang memang menyulitkan. #GxG