•|| RAGA 18 ||•

3.9K 246 23
                                    

DOUBLE UP GAK TUHH??

~•~••~•~

Pagi-pagi sekali Raga sudah terbangun dan kini sudah di berada di kamar Kakak sulungnya.

"Bang Cak." panggil Raga pelan

"Bang Cakla." Kali ini lebih keras, namun tak ada pergerakan yang di lakukan oleh Cakra

"Bang Cakla bangun." kali ini Raga mengguncang tubuh Cakra

"Ihh kebo banget sih."

Sebuah ide terlintas di pikiran Raga, anak itu langsung naik ke kasur dan melompat-lompat di sana.

"BANG CAKLA BANGUNN BANGUNN!!"

"BANGGG!!"

Karena sudah lelah melompat-lompat Raga pun terduduk di perut kotak-kotak milik Cakra. Btw, Cakra tidurnya gak pake baju yaa.

"Kebo banget, kayaknya kalau ada gempa juga Bang Cakla gak akan bangun saking nyenyaknya tidul."

"Pelut Bang Cak kelen, ada kotak-kotaknya 6."

Karena gemas, Raga mencubit perut kotak itu dengan keras yang dimana langsung membuat Cakra bangun.

"ARGHH BANGSATT!!"

Raga hampir saja terjungkal ke lantai karena pergerakan Cakra yang tiba-tiba bangun. Cakra yang terkejut melihat adiknya pun menahan tubuh kecil itu.

"Astagfirullah dek, kamu ngagetin aja."

"Bangsat itu kata-kata kasal ya Bang?" tanya Raga sambil memiringkan kepalanya.

Seketika Cakra terdiam, "Raga tau dari mana kata itu?"

"Abang, kan tadi Abang bilang gitu. Hayolohh nanti Laga lapolin sama Bunda bial Abang di malahin."

Cakra tentu saja panik, jika sampai Raga mengadukannya maka dia akan di omeli sampai sore. Rora itu paling tidak suka jika mendengar anaknya berbicara kasar seperti itu. Maka sedari kecil, Rora sudah mengajarkan pada mereka untuk tidak berkata kasar.

"Ehh jangan dong, jangan aduin sama Bunda. Raga mau apa? nanti Abang turutin. Tapi jangan aduin sama Bunda ya pliss."

Raga menimbang-nimbang perkataan Cakra.

"Oke, Laga gak akan bilang. Tapi Abang halus beliin Laga coklat yang banyak."

"Iya, nanti Abang beliin kamu coklat. Nahh sekarang ada apa Raga bangunin Abang pagi-pagi gini?" tanya Cakra

"Kan kita sekalang mau pelgi ke Pantai. Jadi Laga bangun pagi-pagi gini bial kita gak telat belangkat ke sananya."

Cakra menganggu, "Ya udah sekarang Raga mandi terus siap-siap dulu di kamar kamu."

"Tapi Laga belum bangunin Bang Ed."

"Bang Ed biar Abang aja yang bangunin. Yaudah sana kamu mandi, eh Bunda udah bangun?"

Raga mengangguk, "Udah, sekalang Bunda lagi di dapul buat makanan untuk di bawa ke Pantai nanti."

"Yaudah Laga mandi dulu," Laga pun langsung turun dari kasur Cakra dan berlari ke luar. Cakra yang melihat itu terkekeh kecil, kenapa adiknya sangat menggemaskan? Setelah itu Cakra langsung saja pergi ke kamar mandi.

•|| RAGA ||•

"BUNDAAA BANG ED NYA NAKALL!!" teriak Raga dari lantai atas

Rora yang kini tengah menyusun makanan pada wadah pun hanya menggelengkan kepalanya. Dia di dapur untuk memasak di bantu oleh Maid yang ada di sana. Jika kalian bertanya di mana Dona, wanita itu masih tidur di kamarnya. Semalam juga Rora tak sengaja melihat Dona baru pulang ntah dari mana dengan gaun berwarna merah menyala yang menurutnya sangat terbuka. Sedangkan Nia, anak itu tengah berada di halaman belakang bersama Mario yang sudah bangun dari tadi.

Kadang Rora berpikir, kenapa Mario lebih lama menghabiskan waktu dengan Nia dari pada anak kandungnya? Semalam pun Mario memaksa Rora untuk tidur di kamarnya karena Mereka berdua masih sepasang suami istri. Tapi Rora menolak dan memilih tidur di kamar Raga saja.

"BUNDAAA BANG ED NAKAL!!" Raga kini tengah berlari di tangga

"Ragaa ya ampun jangan berlari di tangga."

"Bundaa," Raga langsung memeluk Rora.

"Raga, lain kali jangan pernah berlari di tangga ya. Bahaya, Bunda gak mau Raga terluka." ujar Aurora

"Iya Bunda, maafin Laga." Rora mengangguk

"Raga ya ampun." Edwin yang baru sampai menyusul Raga pun mengatur nafasnya. Dia mengejar Raga dari kamar anak itu, namun Edwin tidak tahu jika Raga bisa berlari secepat kilat seperti itu. Dia saja sampai kalah.

"Dek, kamu larinya cepet banget." ujar Edwin sambil mengatur nafasnya

"Laga dali dulu lalinya emang cepet." ujar Raga

"Iya deh."

Edwin kemudian menggendong Raga dan membawanya untun duduk di meja makan.
Setengah jam kemudian mereka semua sarapan, setelah sarapan Mario tiba-tiba saja berbicara sesuatu yang membuat hati Raga nyuuut sakit.

"Sebelumnya, Ayah minta maaf. Kemarin Ayah sudah berjanji untuk pergi ke Pantai, tapi sebaiknya kita batalkan dan pergi lain kali saja." ujar Mario

"Loh, Ayah kan udah janji." ucap Raga tak terima

"Raga ngertiin Ayah dulu ya, lain kali kita pergi ke Pantainya. Kalau sekarang Ayah harus menemani Nia pergi ke Taman Hiburan. Sekali lagi Ayah mohon Raga ngerti ya, kita kan bisa pergi ke Pantainya lain waktu."

"Suluh aja Nia yang ngeltiin Laga, Ayah kan udah janji kemalin sama Laga duluan. Laga udah senang banget kalena kita mau liburan dengan kelualga yang utuh. Tapi Ayah dengan seenaknya batalin itu cuman kalena dia?! Ayah suluh Laga buat ngelti tapi Ayah sendili gak nyuluh Nia buat ngeltiin Laga sama yang lain. Bahkan kita yang buat janji lebih dulu." ujar Raga

"YANG SEBENARNYA ANAK KANDUNG DISINI ITU LAGA ATAU ANAK ITU HAH!?"

"RAGA!!" bentak Mario pada Raga

"MARIO!" Bentak balik Aurora karena tak terima jika anaknya di bentak hanya karena Nia.

"Jika kamu tidak menyanggupi janjimu kemarin. Maka jangan pernah berjanji lagi, jika kau tidak bisa ikut dengan kami tidak masalah. Aku masih mampu untuk menemani anak-anakku pergi ke Pantai. Tapi, alasanmu membatalkan semua ini hanya karena anak dari wanita yang kau sebut Sahabat itu aku tak terima. Yang anak kandung di sini itu adalah anak-anak yang aku lahirkan. Bukan wanita itu."

"Kau memang pengecut dari dulu Mario. Kau tidak bisa tegas dan mengambil keputusan jika sudah menyangkut sahabat dan Keluargamu. Itu yang aku tidak suka darimu. Dan tanpa sadar, kamu melukai banyak hati karena sikap mu itu." lanjut Rora

"Ak-

"Sudah cukup, pergilah bersama dengan anak itu dan juga Ibunya. Biar anak-anak aku yang menemani."

"Ayo Raga, Cakra, Edwin. Jangan lupa bawa makanan yang sudah kita siapkan tadi." lanjut Rora sambil menggandeng tangan Raga yang kini sudah menangis dan menatap Mario kecewa.

"RAGA"

"RORA!!"

"CAKRA EDWIN TUNGGU DULU!" teriak Mario

"Sudahlah, tak usah berteriak. Mereka juga tidak peduli dengan teriakanmu itu Mas." ujar Dona sambil mengusap lengan Mario menenangkan.

Mario menghela nafasnya kasar kemudian pergi dari sana. Dona pun mengusak rambut Nia dan tersenyum miring.

"Aku dan anakku menang lagi," gumamnya



TBC

wahhh gimana sama part ini, kayaknya kalian punya dendam pribadi deh sama Dona dan Nia wkwk.

RAGA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang