00. PROLOG

566 26 6
                                    


Jakarta, 20 Januari 2024

"Kita mau kemana, nih?"

"Eum.. kemana ya, ketempat dimana cuma bahagia yang kita rasain."

. . . .

Malam itu, bumantara tampak elok di atas sana. Lengkara yang menakjubkan, menampilkan bintang-bintang yang berjutaan nilainya.

Mata gadis itu terus terpaku, melihat senyum yang ditampilkan lawan bicara nya—Narendra Jaeman Anggara.

Anak laki-laki yang kerap ia panggil dengan nama Angga, membuat nya benar-benar membisu malam itu.

Lelaki itu sangat tampan, bahkan meski hanya di lihat dari spion motor, pahatan wajah lelaki itu sudah tampak menakjubkan.

Karina Jeana Alina, sepenggal nama yang dimiliki gadis itu. Sudah menjadi pembanding resmi antara keduanya.

Yah, akui saja mereka tak seharusnya bersama sejak awal.

"Angga,"

"Heum, ya?"

"Aku boleh nggak peluk kamu?"

"Boleh, pegangan yang erat."

"Okey!"

Anak perempuan itu begitu bersemangat, dia lingkar kan tangannya melingkari perut Angga.

Senyum nya yang begitu lembut melengkung perlahan, disembunyikan nya wajah merahnya itu dari pengawasan spion motor.

"Kenapa sembunyi gitu, heum?" Angga menyahut, senyum nya ikut tertahan melihat gadisnya masih tampak malu.

Namun, sesaat kemudian senyum itu ia pudarkan.

Satu hal yang membuat Angga berhenti berharap, bahkan begitu takut jika ia terlalu larut dalam perasaan.

Ya, ini tentang perbedaan terbesar mereka.

Yakni, Tuhan.

"Nggak apa-apa kok," sahutan Karina membuat Angga mengangguk.

Ia terus mengedarkan pandangan pada langit, berharap semesta memberinya petunjuk tentang perasaan nya yang gundah malam itu.

"Na.."

"Iya?"

"Kamu tahu kan kalau aku cinta banget sama kamu?" pelan Angga.

Lalu, tanpa menunggu lama, kalimat itu langsung dibalas oleh gadisnya. "Iya, aku tahu."

"Kalau begitu, aku harap kamu mengerti maksudku."

Senyum yang sebelumnya tersinggung di wajah cantiknya, kini memudar dari bibir gadis itu.

"Angga, kamu yakin kan sama Tuhan kita masing-masing? pasti ada jalan keluar, pasti ada kemungkinan kalau kita masih bisa buat bareng-bareng kaya gini, mungkin aja ya kan suatu hari kita-"

"Itu semua nggak mungkin, Na."

Angga memotong ucapan gadis itu, keduanya sempat beradu pandang sejenak.

Mengabaikan lalu lintas yang cukup ramai di depan sana.

"Tapi, aku nggak mau kita berakhir sampai disini, Angga." sedih gadis itu, matanya yang membola kini tampak berkaca-kaca.

"Aku juga nggak mau..."

"Kalau gitu, kita jadikan malam ini sebagai malam dimana kita nggak perlu mikirin apapun lagi,"

"Harusnya, malam ini jadi hari dimana kita bakal terus bersama selamanya."

Angga tersenyum, mengangguk pelan. "Iya, kamu benar."

"Tidak ada yang boleh memisahkan kita,"

"Eumn! nggak boleh,"

TINNN TINNNN!!!

"ANGGA AWAS!!!"

BRUAKKKKKKKK

"HEI ADA KECELAKAAN!"

"TOLONG! TOLONG!"

"Mereka terlihat masih muda, kasihan sekali mereka.."

"Sepertinya pelaku melarikan diri, bagaimana ini?"

"Nak.. bertahanlah.."

"Kalian harus kuat...."

"Panggil ambulance sekarang!!"

. . . .


Menyukai mu ternyata tidak mudah, butuh berjuta alasan untuk meyakinkan bahwa perbedaan bukanlah segalanya.

Tetapi, mana mungkin itu bukan segalanya?

Jika ini menyangkut perihal Tuhan yang kita percayai sepanjang masa.

"Angga, aku menyukaimu."

"Aku menyukaimu juga, Na."

31 Desember 2045

"Maukah kamu menikah denganku?"

[ - ]

haloo semua selamat datang di buku pertama ku, semoga kalian suka ya. Jangan lupa vote dan komennya yang aktif, yang mau follow akun silahkeun nanti di follback kok <3 just call me elza okey? jangan panggil thor.

Oke see you, next nggak nih?

Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang