39. EPILOG

37 8 86
                                    

WARNING ⚠️

untuk membaca epilog ini, dipersilahkan untuk menyiapkan mental agar tidak cepat baper. karena baper atas alur yang ada, diluar tanggung jawab author

.

Karina pov

Menutup buku harian ku, aku merasa senang dikala aku bisa menuliskan apa yang ku rasa pada buku ini. Meski tidak bercerita pada orang sekitar tentang apa yang aku rasa, aku cukup tenang dengan masih bisa menyampaikan nya lewat sebuah tulisan.

Setidaknya, perasaan ku tersampaikan. Entah dengan bagaimana aku menyampaikan nya, aku akan tetap merasa senang.

Ah, rasanya masih terasa seperti mimpi. Hal yang terjadi kemarin.. benar-benar berada di luar dugaan ku.

Aku bahkan tidak menyangka, bahwa dirinya akan kembali dengan posisi seagama dengan diri ku. Padahal dulunya, aku berpikir bahwa kita tidak akan bisa bersama.

Ia dengan gadis pilihannya, begitupun aku dengan pria pilihan ku. Namun ternyata, justru aku yang menjadi gadis pilihan nya.

Masih di luar dugaan, setiap hari aku tidak pernah absen mendengarnya mengaji, membaca sholawat, bahkan mengimami ku di kala waktu shalat tiba.

Terlihat seperti mimpi, namun inilah yang terjadi. Semua benar-benar nyata, dan itu semua terjadi di depan mata.

"Humairah.."

Ya, dia memanggil ku dengan panggilan Humairah, yang mana artinya ialah kemerah-merahan.

Entah mendapat ide darimana, ia hanya berkata bahwa sebelumnya ia sempat membaca buku tentang kisah Nabi Muhammad SAW, yang mana disana beliau memanggil Aisyah RA dengan panggilan Humairah.

Katanya, hal itu sama hal nya dengan ku. Yang terkadang selalu saja blushing dengan godaan darinya. Sama-sama kemerah-merahan, begitu katanya.

Ada-ada saja dirinya. Meski demikian, aku tetap menyukainya. Bahkan rasanya, ia begitu berbeda 260° dari biasanya.

Terlihat lebih romantis, mungkin? Hanya itu yang aku rasakan di saat bersamanya.

"Humairah, bisa ambilkan handuk mas? Mas lupa bawa tadi," sahut seseorang yang tidak lain dan tidak bukan ialah Angga, suami ku.

Menggeleng pelan, aku tidak heran lagi dengan dirinya. Selalu saja dirinya lupa untuk membawa handuk. Entah hanya sebatas modus atau memang ciri khas nya.

Karena jujur, aku baru mengetahui nya, disaat sudah satu rumah dengan dirinya. Padahal sebelum-sebelumnya, ketika kami masih berteman, rasanya ia tidak mudah lupa seperti ini.

Melangkah kearah kamar mandi sembari membawa handuk milik Angga, aku mulai mengetuk pintu kamar mandi untuk memberitahu nya.

"Mas, ini handuk nya," ujar ku setelah mengetuk pintu kamar mandi sebanyak tiga kali.

Tak butuh waktu lama, pintu itupun terbuka sedikit, memperlihatkan sebuah tangan yang keluar dari balik pintu kamar mandi tersebut.

Aku pun langsung memberikan handuk itu pada dirinya, yang kemudian ia langsung kembali menutup pintu kamar mandi.

"Makanya, lain kali jangan kebiasaan lupa-lupa begitu. Lupa di pelihara, heran," sindir ku sembari menatap sinis kearah pintu kamar mandi.

Tidak ada sahutan, aku pun memilih untuk kembali duduk di pinggir ranjang.

Aku masih berpikir, apakah ini sebuah mimpi? Atau hanya sekedar khayalan semata? Jikapun memang sebuah mimpi, mengapa rasanya begitu nyata?

Lama terdiam dengan pandangan kosong, aku pun merasa kaget oleh keberadaan nya yang baru saja selesai mandi.

"Iya kan gak apa-apa kalau lupa, lagian kan aku udah ada istri, haha" ujar nya sembari mengusak rambut nya yang basah.

Dan lagi-lagi, pipiku kembali memerah hanya karena buaian darinya. Ah, benar-benar lemah sekali diri ku ini.

"Apa sih mas," ujar ku terlihat tidak suka. Padahal dalam hati, sudah tidak karuan rasanya.

Beginilah hidup kami, hanya berdua tanpa adanya buah hati. Katanya, ia masih ingin memuaskan diri untuk bersama ku tanpa adanya pengganggu—anak. Bisa dibilang, dirinya ini cemburuan, hanya saja malu untuk mengakui nya.

Sedang aku, hanya mengiyakan.. lagipula aku belum mau untuk cepat-cepat memiliki anak.

Ternyata benar ya, apapun yang terasa mustahil, bisa menjadi mungkin jika sudah sesuai dengan kehendak-Nya.

Selayaknya makna Kun Fayakun pada Al-Qur'an surah Yasin ayat 82 yang memiliki makna "jadilah, maka itu pun jadi".

Sama halnya dengan kisah ku bersama Angga. Yang ku kira tidak akan bisa bersama karena ada nya tembok penghalang, kini justru bisa dengan Angga yang tergerak untuk menjadi muallaf.

Takdir Tuhan, memang tidak bisa ditebak. Dan takdir Tuhan, selalu diluar dugaan manusia yang tentunya terkadang tidak masuk dalam jangkauan pikirannya.

Dengan ini, aku menutup kisah ku dengan sosok Angga. Yang tentunya, memiliki lika-liku tersendiri dan cukup sulit untuk di tebak tentang bagaimana akhirnya.

Namun, aku sungguh bersyukur bisa bersamanya.

Akhirnya, kisah ku berakhir bahagia dengan sosok yang ku kira tidak akan bisa bersama.

END

.    .    .    .

ciee, udah habis aja nih kisah karina sama angga. kira-kira pada suka gak ya, sama alurnya? sama endingnya? nanti nya bakal gamon gak ya, sama akb? haha, aku harap kalian suka! jangan lupa vote dan komen yaaa

Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang