36. GOODWILL

39 6 155
                                    

Usai mendapat penolakan dari Marvin, Karina justru semakin bingung dengan isi hati nya. Ia benar-benar tidak mengerti, sebenarnya siapa sosok yang ia mau.

Namun tetap saja, ia tidak mengerti mengapa Marvin justru menolak dirinya.

Tidak, dirinya tidak menganggap bahwa dirinya begitu di inginkan, hanya saja.. apa alasan dibalik penolakan Marvin? Tidak mungkin jika tidak ada alasan dibalik nya.

Mata hazel itu kini menatap kearah danau yang begitu tenang sembari di terpa lembutnya angin. Sesekali angin itu menerpa wajahnya, membuatnya merasa damai tatkala dirinya menutup mata.

Bosan dengan isi pikirannya yang rumit, kini dirinya mengutip sebilah ranting yang terjatuh di sekitarnya. memainkan nya diatas tanah, melukis sesuatu disana beralaskan tanah tandus.

Entah apa yang ia coba ilustrasikan di tanah itu, tapi setelah beberapa menit ia menggores nya. Sebuah tulisan muncul dengan sangat jelas di atas tanah.

Angga.

Sebuah nama yang tertulis begitu indah dengan gambar bunga di sekitarnya.

Menggelengkan kepala, cepat-cepat Karina menghapus nama tersebut.

"Apa sih, ada-ada banget ini tangan." monolog nya sembari menggores ranting itu secara acak.

Disela dirinya yang tengah terdiam, dering telepon dari saku nya mengalihkan perhatian nya. Mengambil handphone tersebut, tak lupa dirinya melihat dari siapa panggilan itu berasal.

Kak Marvin.

Hanya itu nama yang tertera pada telepon, tanpa pikir panjang, dirinya pun menggeser icon telepon kearah atas.

"Halo?" Ujar Karina di kala telepon baru saja ia angkat.

"..."

Telepon mati secara sepihak, tidak ada obrolan lain dibaliknya. Bahkan terkesan singkat tanpa ada penghangat sebagai obrolan.

Ya, hanya sekedar Marvin yang meminta Karina untuk bertemu di sebuah tempat yang sudah Marvin tentukan sebelumnya.

Marvin benar-benar menepati ucapannya. Niat Marvin yang tentunya ingin membantu Karina agar kembali akur bersama Angga.

Karina semakin bingung, jelas-jelas tidak ada sebuah hal yang mendasari mengapa dirinya perlu berbaikan dengan Angga. Jelas keduanya tidak memiliki masalah sama sekali, hanya saja sebuah kesalahpahaman yang membuat keduanya terlihat memiliki jarak.

Mau tidak mau, Karina harus pergi ke tempat yang sudah Marvin tentukan.

.    .    .    .

Sesampainya disana, tak banyak yang Karina lakukan selain terdiam sembari mengaduk minuman di hadapannya. Tatapan nya terlihat kosong, bahkan helaan napasnya terdengar begitu berat.

Ia tidak yakin dengan rencana Marvin, rasanya tidak mungkin ia bisa kembali bersama Angga. Sekalipun bisa, mungkin akan terasa berbeda.

"Assalamualaikum, udah lama ya nunggunya?" Ujar Marvin membuyarkan lamunan Karina.

Karina yang mendengar itu tentunya menatap kearah sosok yang kini berada di hadapannya. Menatapnya sembari tersenyum, tak lupa Karina menggeleng.

"Waalaikumussalam, engga kok kak.. aku juga baruan disini,"

Menganggukkan kepala sembari duduk di hadapan Karina, kini Marvin memfokuskan dirinya pada handphone miliknya.

"Oh iya, Angga bentar lagi kesini.. kalian jalan-jalan aja dulu berdua biar ga canggung-canggung banget. Nah, dari sana kakak yakin hubungan kalian akan kembali membaik," ujar Marvin pada Karina, sedang Karina hanya mengangguk sebagai sebuah jawaban.

Hening. Tidak ada obrolan antar keduanya. Bahkan bisa dibilang, aktivitas keduanya mungkin hanya sekedar menunggu kedatangan Angga.

Tidak biasanya atmosfer antar Karina dan Marvin terlihat seperti ini. Terasa dingin dan begitu canggung.

"Sorry bang, gua telat.. ada urusan tadi," sahut seseorang yang tentunya adalah Angga.

Marvin menoleh kearah sosok tersebut, akhirnya orang yang di nanti datang juga. Setidaknya, suasana ini bisa cair dengan kedatangannya.

"Loh, ada.." ucapan Angga menggantung, dirinya baru sadar dengan keberadaan sosok lain yang mana ialah Karina.

"Iya Ga, gapapa kan?" Ujar Marvin yang peka dengan ucapan Angga.

"Ya.. iya, gapapa aja. Sans aja bang," balas Angga yang kini duduk di antara Karina dan Marvin.

Selesai mengucapkan itu, suasana kembali hening. Tidak ada yang berucap antar satu sama lain. Kembali sibuk dengan aktivitas nya, tanpa melakukan interaksi apapun.

Marvin yang mulai lelah dengan situasi ini, memilih untuk mendekatkan dirinya pada Angga. Ia perlu berbisik untuk hal ini.

"Ga, gua tau lo masih ada rasa sama Karina. Begitupun Karina yang masih denial sama perasaan nya. Dan tujuan gua ngajak kalian ketemu disini buat memperbaiki semua itu,"

"Tapi bang, gimana caranya? Gua aja bingung harus ngapain. Udah terlalu jauh bang buat memperbaiki semuanya," potong Angga dengan raut wajah tidak yakin.

Marvin memutar bola matanya. Belum juga mencoba, sudah menyerah saja.

"Makanya dengerin gua dulu. Disini lo cuma perlu ajak dia jalan-jalan, terserah lo aja kemana. Asal jangan ke Rahmatullah. Disela jalan-jalan, lo ajak ngobrol aja si Karina, gua yakin suasana antar kalian bakal mencair dengan sendirinya." Ujar Marvin masih dengan berbisik, tentu saja agar rencana nya tidak diketahui oleh Karina.

Angga hanya mengangguk, ide Marvin boleh juga. Mengapa ia tidak berpikiran sejak awal ya?

Kembali pada posisi semula, kini Angga berusaha untuk melancarkan aksinya.

"Karina..." Panggil Angga sedikit terbata.

Karina menoleh, menatap tepat kearah mata hitam legam milik Angga.

"Iya, Ga?"

Menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, Angga tersenyum canggung.

"Mau ikut gua jalan-jalan ga?" Tanya Angga, sedikit takut, bahkan terlihat seperti pengecut sekali dirinya ini.

Karina mengangguk, "boleh, Ga.. kita juga udah lama ga jalan-jalan bareng,"

Mendengar itu detak jantung Angga kembali normal, ia mengangguk sembari tersenyum.

"Ayo," Ucap Angga yang kini berjalan kearah motornya.

Melihat itu, Karina tentu saja mengikuti nya. Namun sebelum itu, dirinya pamit kepada Marvin sebelum pergi meninggalkan nya, dirinya juga tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih.

Marvin yang paham akan kode itu hanya bisa tersenyum, bahkan rasanya ada sedikit goresan dalam hatinya. Namun di sisi lain, ia merasa senang karena rencana nya berhasil.

Dibalik senyum hangatnya, terdapat luka yang tidak bisa ia deskripsikan. Rasanya begitu sulit untuk di deskripsikan.

Bahkan untuk merasakan nya, ia tidak yakin bahwa dirinya memiliki hak untuk hal itu.

Menatap kepergian dua sejoli itu, kini dirinya kembali di temani oleh kesendirian.

Jika ia bisa membatu orang lain, lantas siapa yang akan membantu dirinya disaat seperti ini?

"Maaf Karina, sepertinya aku perlu meninggalkan mu tanpa memberi kabar pasti untuk kepergian ku. Aku harap, kamu bahagia dengan dirinya ya? Tugas ku disini sudah selesai, ku harap kau membiarkan ku pergi, meski entah kapan akan kembali."

Masih dengan senyuman hangatnya, Marvin menghela nafas nya untuk sesaat. Setelahnya pun ia memilih untuk pergi dari tempat tersebut.

Tentunya, dengan hati yang ikhlas.

.    .    .    .

halooo, siapa nih yang kangen sama akb?? atau jangan-jangan ga ada? hahaha. jangan lupa vote dan komen ya!



Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang