Setengah jam setelah kepergian Marvin, tidak disangka Jevan justru datang ke rumah Angga. Sepertinya Angga sedang banyak tamu ya hari ini. Meski hanya dua orang, tapi anggap saja banyak.
"Brother where are you? Cowok tampan sejagat raya mau mampir nih," teriak Jevan ke dalam rumah Angga. Iya, dirinya sudah membuka pintu dari sebelumnya.
Angga yang mendengar teriakan itu hanya bisa menghela nafas dari lantai atas. Layaknya beban yang sudah banyak dan kini justru bertambah, dengan rasa malas ia menuruni anak tangga.
"Apaan elah, berisik bener lu." Mendapat sindiran seperti itu, Jevan hanya menampakkan eyes smile nya pada sang pelaku.
Melangkah kearah Angga, dirinya pun merangkul Angga seolah tidak ada dosa.
"Kangen lo gua," canda Jevan sembari mendekatkan wajahnya.
Angga yang merasa jijik langsung saja menjauhkan wajahnya dari wajah Jevan. Bahkan ia tidak segan untuk melepas rangkulan tangan di bahunya. Ingat, dia ini normal.
Dirinya tidak sudi jika ada lelaki lain yang merangkul nya. Sekalipun itu teman dari kecilnya, ia tetap tidak sudi. Tapi jika itu Karina, mungkin bisa dibicarakan secara kekeluargaan.
"Jijik bangsul, lo kira gua cowok apaan?" Sungut Angga sembari menjauh dari Jevan.
"Ya jelas cowok Karina lah." Lanjutnya dengan tampang percaya diri.
Jevan yang mendengar hal itu langsung merasa ngeri dibuatnya. Dirinya takut jika Angga tiba-tiba kerasukan di jam-jam rawan seperti ini.
"Cowok Karina cowok Karina, ingat tuh beda agama," sindir Jevan secara frontal.
Niat Jevan disini baik, sekedar mengingatkan Angga agar tidak terlalu berharap kepada manusia. Apalagi yang beda agama.
Angga yang disadarkan secara terang-terangan oleh teman dekatnya kini mencibir sembari menatap sinis, "kayak lo engga aja,"
Mendapat respon seperti itu, Jevan mengangguk sebagai tanda mengakui bahwa dirinya juga merasakan hal sama kepada sosok Karina yang jelas-jelas beda agama.
"Mending duduk deh, daripada berdiri gini," ujar Angga yang kemudian memilih duduk, diikuti juga oleh Jevan.
Hening, tidak ada obrolan sama sekali. Entah Jevan yang kini justru membuka tas nya, sedang Angga sibuk dengan game di handphone nya.
Tapi jangan salah, sekalipun Angga terlihat suka bermain game, dirinya tetap banyak memenangkan beberapa lomba di sekolahnya. Terlihat dari piala-piala yang terpajang di rumahnya. Meski kebanyakan non akademik, setidaknya ia membuktikan bahwa ia bisa.
Merasa bosan dengan situasi seperti ini, Angga memilih untuk melirik kearah Jevan yang kini tengah sibuk dengan buku yang ia baca. Emang ya, orang pintar mah beda.
"Jev, yang bener deh... Lo kesini mau ngapain? Ga mungkin buat belajar doang kan?" Tanya Angga yang mulai lelah dengan teman nya.
Jevan menaikkan pandangannya, yang awalnya menatap kearah buku yang ia pegang kemudian beralih menatap kearah si pemilik rumah.
Menggeleng pelan, dirinya menjawab, "engga, gua cuma bingung aja. Udah belajar dua hari dua malam, tapi masa iya nilai gua diluar dugaan."
"Emang berapa?" Tanya Angga yang menyangka bahwa nilai Jevan saat ini berada dibawah kkm.
Dengan nada santai Jevan menjawab, "95 sih, lo sendiri berapa? Soalnya ini pelajaran nya pak Kusman"
Angga terdiam, ternyata diluar dugaan antara orang pintar dan pas-pasan itu berbeda ya. Harusnya ia sadar akan hal itu.
Jika 95 itu diluar dugaan seorang Jevan, lantas bagaimana dengan dirinya yang mendapat nilai 85?
Pak Kusman ini bisa dibilang cukup pelit perihal nilai. Oleh karenanya Angga tidak begitu tertarik dengan pelajaran fisika yang diajar oleh beliau.
"Selisih 10 dari lo," balas Angga kemudian. Sudahlah, lagipula hanya fisika. Bukan pelajaran favorit nya.
Mengangguk pelan, Jevan menaruh buku yang sebelumnya ia pegang ke dalam tas nya. Tidak, dirinya tidak pulang, hanya saja dirinya ingin melangsungkan maksud dan tujuan nya kesini.
Menatap kearah Angga dengan pandangan cukup dalam, dirinya mulai mencoba untuk memulai obrolan antar keduanya.
"Angga, dipikir-pikir kita ini lucu ya? Sahabatan udah lama, dan ternyata kita juga menaruh rasa ke orang yang sama" kekeh Jevan yang merasa lucu dengan pernyataan nya.
Angga menyetujui ucapan Jevan. Jika dipikir-pikir pun rasanya lucu. Mungkin ini bisa menjadi sebuah cerita, sebuah cerita yang berisi tentang dua orang sahabat yang menaruh rasa pada sosok gadis yang jelas-jelas beda agama.
Miris rasanya, namun mau bagaimana lagi. Namanya juga rasa suka, tidak bisa ditebak akan berlabuh kepada siapa.
"Emang alasan lo bisa suka ke dia apaan?" Tanya Angga setelahnya.
Jujur ia sangat ingin tau alasan dibalik Jevan bisa menaruh rasa pada seorang Karina. Padahal sebelum-sebelumnya ia tidak pernah melihat seorang Jevan begitu serius dengan perasaan nya.
Sudah berteman lama, namun ternyata Angga tidak bisa tau alasan dibalik dirinya menyukai Karina. Padahal alasan nya cukup mudah, sama seperti apa yang ada pada diri Angga.
Menggeleng pelan, Jevan memilih untuk tidak memberitahu, "nanti juga lo tau sendiri,"
Memutar bola matanya dengan malas, Angga merasa salah telah menanyakan hal tersebut. Sudahlah, ia merasa benar-benar malas dengan Jevan.
Mengerti dengan perilaku yang ditunjukkan Angga, Jevan menahan diri untuk tidak tertawa. Ternyata seru ya mengerjai teman nya ini.
Baiklah, ini sudah menjadi kebiasaan Jevan. Jadi sudah tidak mengherankan jika ia mendapat julukan si paling usil diantara teman-teman nya yang lain.
"Ya lo pikir aja sendiri lah, Angga. Kaya lo gak tau aja," ujar Jevan santai, tanpa menjawab pertanyaan Angga sebelumnya.
Angga memilih diam dan tidak menghiraukan Jevan. Sudahlah, ia benar-benar malas dengan makhluk satu itu. Bahkan ia berpikir, mengapa bisa ia berteman dengan seorang Jevan.
Sekalipun Jevan pintar di dalam akademik, tetap saja dirinya usil luar dalam.
"Emang siapa sih yang nolak buat suka ke Karina? Pesona beda agama bro," ujar Jevan yang kemudian terkekeh.
Angga terdiam, sekalipun jawaban Jevan termasuk ke dalam candaan. Namun tetap saja, rasanya benar apa yang dikatakan Jevan. Seperti ini kah pesona beda agama?
. . . .
HAII GUYSS, HEHEHE MAAF YA KALO GA FEEL... MAKSAIN ALUR SOALNYA NIH HEHEHE. AKU FEELING BLUE, TAKUTNYA MALAH GA FEEL DAN MALAH JADI ANEHH, MINTA RATE NYA KALO BOLEH!!! TERIMAKASIH!! HAPPY READING! SEE U NEXT PART GUYSS👋🏻👋🏻👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Amin kita beda
Teen Fiction"Angga, maaf... maaf karena terlalu jatuh dalam pesona mu. Padahal aku tau betul, disini kita benar benar tidak bisa bersama," monolog gadis itu di pinggir danau yang sepi. Entahlah, perasaan nya benar benar sulit dijelaskan. Bahkan kini, air mata n...