20. FIGHT

37 6 78
                                    

Langkah kakinya melangkah diikuti dengan raut marah yang terlihat pada wajahnya. Rahang nya terlihat begitu keras, membuat emosi yang ia tahan begitu terlihat.

Dirinya tidak dendam, hanya saja dirinya tidak suka jika harus bertemu dengan sosok yang bahkan sangat tidak ingin ia temui.

Melihat ke arah sosok tersebut, langkahnya pun semakin cepat untuk bisa berhadapan dengan sosok itu.

Mencengkram kerah baju lelaki itu, lelaki itu pun terkejut karena mendapat perilaku demikian. Namun setelah melihat sang pelaku, dirinya hanya menampilkan senyum miring.

"Long time no see, Anggara," ujarnya sembari tersenyum.

Angga yang mendengar kalimat itu, melepaskan cengkraman nya pada kerah baju sosok tersebut.

"Lo ngapain kesini? Kurang puas lo ganggu hidup gua?" Menatap tajam kearah lawan bicaranya, Angga justru mendapat kekehan dari lelaki itu.

Memandang remeh sembari membalas tatapan tajam Angga, dirinya pun membalas, "mungkin? Kurang puas nih gua,"

Arjun tahu betul, Angga bukan lah orang yang bisa menahan amarah. Itulah alasan mengapa ia justru membuat Angga emosi agar Angga melampiaskan emosinya kepada dirinya.

Tangan nya mengepal kuat, seolah siap untuk memukul siapapun yang berada di hadapannya. Ah, Angga terlalu payah untuk menahan emosinya.

Menutup matanya sekilas guna meredam emosi, Angga tahu hal itu tak akan berguna. Dirinya payah akan hal meredam emosi.

Sedangkan Arjun yang melihat itu tentu saja menampilkan senyum miring nya.

Angga memang tidak dendam, tapi setiap melihat sosok Arjun, rasa sakit itu kembali menyerang dirinya. Bayangan-bayangan masa kelam kembali berputar di pikiran nya. Sakit, sakit rasanya.

BRAK!

Bundanya... tergeletak dengan banyaknya darah yang berada disekitarnya.

Dirinya ingin berteriak, dirinya tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bundanya pergi meninggalkan dirinya.

Mengapa secepat ini? Padahal mimpi nya saja belum tercapai. Tapi mengapa harus, separuh dunia nya yang justru pergi meninggalkan nya?

Semesta, mengapa becanda mu tidak main-main? Mengapa diri mu memberi kabar menyedihkan di hari ulang tahun seorang anak yang seharusnya kini tengah bahagia?

Angga ingin sekali rasanya berlari untuk memeluk bundanya yang kini dikerubungi banyak orang. Tapi nyatanya, kakinya tidak kuat untuk melangkah dan menatap lebih dekat kearah sana.

Dirinya tidak kuat lagi menahan tubuhnya untuk berdiri, dirinya terjatuh menahan tangis yang kini mulai menetes dari pelupuk matanya.

Bukankah ini hari ulang tahun nya? Lantas mengapa dirinya justru mendapat hal buruk? Bukankah harusnya ia merasa bahagia?

Mengatur napasnya yang tersendat, "Bun.. tolong jangan pergi.. aku sama siapa, bun?" Lirih Angga dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Dadanya terasa begitu sesak. Meski tidak melihat secara dekat, namun dirinya benar-benar merasakan sakit yang begitu mendalam.

Memukul-mukul dadanya dengan cukup kuat, berharap bisa menghentikan tangisnya saat ini juga. Nihil, bukannya berhenti, tangis ini justru semakin menjadi. Bahkan dirinya tidak sanggup untuk menahan tangisnya lagi.

Kesedihan di dalam dirinya membuncah, berusaha menyembunyikannya dengan menutupi wajahnya, dirinya bingung setelah ini harus apa?

Menatap motor yang tak jauh darinya, dirinya merasa familiar dengan plat nomer pada motor tersebut.

Tunggu, bukankah itu plat nomer Arjun? Angga benar-benar hafal dengan plat nomer teman nya itu, tapi dimana keberadaan nya sekarang?

Jika ini plat nomer Arjun, apakah itu berarti... Arjun lah yang menabrak Bunda nya? Ah, dirinya benar-benar harus menemui Arjun esok hari.

Tugasnya kini hanya perlu membawa bunda nya pulang untuk segera dimakamkan. Meski berat, tentu dirinya juga harus bisa mengikhlaskan bukan?

Jika ditanya, Mengapa tidak dilarikan ke rumah sakit saja sebelumnya?

Untuk apa juga? Semuanya sudah terlambat. Tabrakan itu begitu mengenaskan, bahkan mata nya merekam jelas bagaimana tabrakan itu tiba-tiba terjadi dihadapannya. Seolah, tabrakan ini sudah direncanakan sebelumnya.

BUGH!

"SIALAN LO!"

Tanpa diduga, Angga justru memukul wajah Arjun. Tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Ingat bukan? ini semua hanya tentang melampiaskan amarah.

Hal itu dirinya lakukan untuk menebus semua rasa sakit yang dulu ia rasakan. Dirinya tidak peduli bahwa sebelumnya ia pernah berteman dengan Arjun.

Arjun yang mendapat serangan tiba-tiba hanya membiarkan dirinya dipukul terus menerus oleh seorang Angga.

Bukan karena takut, dirinya hanya tidak ingin menjadi sosok pelaku disaat ini. Bahkan dipikir-pikir, bukan kah lebih baik dirinya menjadi korban?

Darah segar mulai mengalir di sudut bibir Arjun, membuat dirinya kembali menampilkan senyum tipis. Dirinya benar-benar suka dengan darah ini. Entahlah, dirinya terlihat begitu cinta dengan darah untuk saat ini.

"NYAWA HARUS DIBALAS NYAWA!"

Isakan nya terdengar pilu, bahkan teriakan nya saja tidak begitu keras. Teriakan itu kalah dengan isakan yang menyerang dirinya. Dirinya bahkan tidak peduli tentang apa yang akan terjadi setelahnya, dirinya benar-benar ingin melampiaskan segala rasa sakitnya pada sosok dihadapannya.

"Angga?"

Mendengar suara itu, segera dirinya mendorong tubuh Arjun hingga terjatuh. Dirinya bahkan tidak peduli, luka apa yang akan di dapat oleh Arjun.

Memilih untuk menenangkan dirinya, Angga pun pergi begitu saja tanpa sepatah kata. Dirinya benar-benar lemah akan hal ini, masa kelam nya begitu sakit untuk diingat kembali.

luka itu kembali lagi tanpa ia minta. Mengapa harus saat ini dirinya merasa sakit kembali? Padahal dirinya sudah berusaha untuk sembuh, namun mengapa sosok itu justru kembali menampakkan diri.

Sepeninggalan Angga, orang itu berlari kearah Arjun guna melihat keadaan Arjun yang tentunya sudah babak belur.

"Arjun, ke uks dulu yuk?" Ajak nya yang tidak tega melihat banyaknya luka di wajah Arjun.

Arjun menggeleng sembari tersenyum, "ngga perlu, luka gini doang udah biasa buat gua,"

orang itu menggeleng, bagaimana bisa luka seperti ini dianggap biasa? Yang benar saja.

Dirinya tidak menyangka Angga akan melakukan hal semacam ini pada Arjun. Bahkan jika ditelisik, seseorang tadi bukanlah Angga yang ia kenal. Bukan Angga yang penuh dengan sikap lemah lembut, melainkan Angga dengan sisi gelapnya. Yang bahkan, tidak dirinya ketahui sebelumnya.

"Angga, maaf harus mengatakan ini. Tapi aku benar-benar membenci mu."

. . . .

Cie yang nungguin update, puas ga nih kira-kira? Hahaha, yuk keluarkan isi hati kalian setelah membaca part ini.



Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang