Dua hari kemudian, Karina sudah kembali sehat seperti biasanya. Seharusnya kemarin ia sudah sekolah, hanya saja Marvin meminta nya untuk tetap beristirahat terlebih dahulu. Jaga-jaga takut tiba-tiba dirinya kembali drop. Oleh karenanya ia baru bisa masuk hari ini.
Mengapa Marvin bisa mengetahui hal itu? Marvin menginap di rumah Karina. Tidak baik juga bukan meninggalkan gadis itu sendiri.
Lagipula, dirinya juga sudah izin kepada Bunda Karina. Tenang saja, dirinya tidur di kamar tamu. Tidak usah berpikiran aneh-aneh, Marvin tidak akan melukai gadis itu.
Bunda Marvin sendiri saja sudah pernah berpesan untuk tidak melukai gadis manapun. Karena jika Marvin melukai satu gadis, bagi sang Ibunda itu artinya Marvin juga melukai dirinya.
"Ayo naik, Na. Pegangannya ke jaket kakak aja gapapa, sekalipun bakal keliatan kaya ojol, kakak mah ikhlas kalo jadi ojol kamu," ucap Marvin diselingi candaan.
. . . .
Di perjalanan menuju kelas, tentunya Marvin dan Karina berpisah. Iya, kelas mereka tidak satu jalur.
Disaat Karina berjalan kearah kelasnya, tiba-tiba saja ada orang asing yang menabrak dirinya.
Orang yang menabrak nya bahkan tidak pernah ia lihat sebelumnya, oleh karena nya ia menyebutnya dengan sebutan orang asing.
Seragam mereka saja berbeda, lantas siapa kah orang ini?
"Eh sorry, gua tadi buru-buru jadi nya ga sempat liat keberadaan lo," ucap orang itu meminta maaf kepada Karina.
Karina mengangguk, memaklumi hal tersebut. Namun dirinya masih bertanya-tanya, siapa kah orang ini?
"Iya gapapa, emang nya mau kemana?" Tanya Karina yang terlihat sangat ingin tahu.
Orang itu tersenyum sekilas kemudian menjawab, "ah itu, mau ke ruang kepala sekolah, tapi gua gak tau dimana ruangan itu? Bisa tolong anterin gak?"
Pertanyaan itu tentunya dibalas anggukan oleh Karina, dirinya berpikir bahwa lelaki ini adalah murid baru. Lagipula apa gunanya terlalu rajin untuk sampai ke kelas? Bertatapan dengan Angga? Dirinya bahkan tidak ingin menemui lelaki itu.
Keduanya berjalan kearah ruang kepala sekolah tanpa adanya obrolan. Suasana hening menyelimuti keduanya, hingga mereka pun sampai di depan ruang kepala sekolah, barulah Karina kembali bersuara.
"Udah kan? Gua pamit ke kelas ya?" Ujar Karina yang kemudian berlalu pergi.
Dirinya tidak suka dengan suasana hening seperti ini. Itulah mengapa ia langsung pamit pergi.
Lelaki itu hanya tersenyum, terlihat lucu baginya. Padahal jelas-jelas dirinya belum mengucapkan terimakasih. Ah, dirinya paham bahwa gadis itu mungkin merasa canggung di dekatnya.
Tapi, tidak apa bukan jika gadis itu akan ia incar setelah ini? Tetap saja dirinya perlu mencari tahu, siapa gadis itu agar dirinya bisa mengetahui sedikit informasi tentang sang gadis pujaan.
. . . .
Waktu berjalan begitu cepat, bahkan kini Karina sudah bersiap untuk pulang. Lebih tepatnya menunggu Marvin diparkiran belakang. Dirinya pulang pagi pun bukan tanpa alasan, melainkan karena adanya rapat dadakan yang membuat siswa maupun siswi diperbolehkan untuk pulang lebih awal.
Tch, tahu begini Karina lebih memilih untuk izin sakit kembali. Hanya menambah tumpukan baju saja.
Ah tapi, setidaknya ia mendapat info baru tentang murid baru bukan? Siapa tahu mereka ini satu angkatan.
Kemana hilangnya Marvin? Mengapa ia begitu lama menuju parkiran? Apakah Marvin melupakan Karina?
Rasanya dunia begitu sempit. Bahkan disaat-saat seperti ini dirinya justru kembali dipertemukan dengan murid baru yang bahkan belum sempat ia ketahui siapa namanya.
"Hai, kita bertemu lagi," ujarnya yang kini berada dihadapan Karina.
Karina tidak ingin bertatapan dengan lelaki ini. Meskipun bisa dibilang memiliki paras yang tampan, tetap saja ia masih memiliki sedikit rasa takut dengan lelaki tersebut.
"Iya, halo," ujarnya menatap kearah tanah.
Lelaki itu terkekeh, sebegitu menyeramkan nya kah wajahnya ini? Sampai-sampai gadis dihadapannya tidak mau menatap ke arahnya. Padahal jelas-jelas banyak sekali gadis-gadis lain yang menatap dirinya.
"Gua ada disini, bukan di tanah," ujarnya kemudian, membuat Karina yang mau tak mau menatap kearahnya dengan pandangan malas.
"Kita belum kenalan, kan? Kenalin, gua Arjuna Laksmana Archandra. Lo bisa manggil gua Arjun," lanjutnya dengan memperkenalkan diri.
Ah, akhirnya Karina bisa tahu siapa nama lelaki ini. Karina mengangguk-angguk kemudian menjawab.
"Oke, gua Karina Jeana Alina, lo bisa panggil gua—
"Tch, ngapain panjang-panjang kalo akhirnya juga bakal dipanggil sayang?" Potong Arjun yang mendapat tatapan sinis dari Karina.
Mendapat tatapan seperti itu membuat Arjun menahan tawanya.
"Oke-oke gua bercanda, gua panggil lo Alina aja gapapa kan? Lucu soalnya," lanjutnya dengan mode buaya.
Karina memutar bola matanya sembari membalas, "terserah lo aja, gua juga kayaknya bakal manggil lo Juna aja biar lebih gampang,"
"Panggil sayang juga gapapa," ujar Arjun lagi dan lagi.
Tanpa sengaja Karina melihat keberadaan Marvin. Niatnya yang ingin menghampiri Marvin kini urung dikarenakan ucapan seorang Arjun.
Tidak, bukan sebuah gombalan yang ia lontarkan. Melainkan, satu fakta yang membuat Karina terdiam setelah mendengarnya.
"Kalo gak salah, lo lagi jaga jarak ya sama Angga dan Jevan? Haha, gua temen lamanya," ujar Arjun yang kemudian berlalu tanpa ada niat menjelaskan.
. . . .
Arjun tersenyum kecil. Ah, ternyata gadis pujaan nya ini adalah sosok yang sempat dekat dengan Angga? Menyenangkan sekali rasanya jika dirinya memiliki kerjaan baru seperti ini.
Dan rasa-rasanya, apa yang ia ucapkan sebelumnya memang benar terjadi bukan? Jika begitu, hal ini akan lebih mudah untuk mendapat hati sang pujaan.
Akan tetapi, dirinya masih perlu melakukan satu hal nantinya. Ck, tenang saja. Lagipula rencananya sudah tersusun rapi.
Jangan mengira Arjun pindah sekolah karena ikut bisnis orang tua nya atau semacamnya. Dirinya hanya ingin melakukan rencana yang bahkan baru ia mulai.
"Ah, Angga Angga... Gua rasa setelah ini lo bakal seneng bisa ketemu gua lagi. Jevan... Gua juga udah lama ya gak tengkar sama lo? Duh, gua kangen nih luka di sudut bibir gua dari lo."
"Sampai jumpa lagi, teman lama ku. Senang rasanya bisa bertemu kalian kembali."
Api yang sebelumnya ia nyalakan pun padam. Menimbulkan asap-asap yang mengepul begitu saja, mengikuti kemana arah angin membawa mereka.
. . . .
Hahaha, akhirnya aku bisa up lagi! Huhuhuu, lebih pendek ini dari kemarin.. nyambung ga?? Semoga suka!
KAMU SEDANG MEMBACA
Amin kita beda
Fiksi Remaja"Angga, maaf... maaf karena terlalu jatuh dalam pesona mu. Padahal aku tau betul, disini kita benar benar tidak bisa bersama," monolog gadis itu di pinggir danau yang sepi. Entahlah, perasaan nya benar benar sulit dijelaskan. Bahkan kini, air mata n...