26. CLUB

37 5 58
                                    

Berlari untuk menghampiri seseorang yang kini ada dalam penglihatan nya, dirinya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh sosok tersebut.

Tidak peduli dengan kerumunan orang yang mengisi club ini, dirinya terus memaksakan diri untuk bisa lewat disela-sela mereka.

Menghampiri sosok tersebut dengan tatapan tak percaya nya, ia pun berusaha untuk menyadarkan sosok tersebut dengan cara mengguncang badannya.

"Bang! Bangun bang! Lo udah habis berapa botol?" Ujarnya menyadarkan sosok yang kini mulai kehilangan kesadaran nya.

Sosok itu tertawa sembari terus meminum bir yang ada pada genggaman nya.

"Haha, lima... Lima botol" jawab sosok tersebut yang terus tertawa tanpa henti.

Jevan tidak ambil diam, dirinya memilih untuk menyingkirkan gelas yang ada pada genggaman Marvin. Mengambil nya secara paksa dan melemparnya ke sembarang arah.

"Udah bang, lo kenapa bisa kaya gini? Setau gua, lo ga pernah mau buat nyentuh minuman semacam ini," cerocos Jevan tanpa jeda.

Marvin tidak menjawab, dirinya kini memegang kepala nya yang mulai terasa pusing akibat lima botol bir yang sudah ia habiskan.

Jevan kini duduk disebelah Marvin untuk melihat kondisi Marvin saat ini.

"Karina.. Karina.." racau Marvin sembari memegang kepalanya.

Jevan menghela nafasnya, ia mengerti mengapa Marvin melakukan ini. Penyebab pertamanya pasti karena sosok Karina.

Akan tetapi mengapa harus jalan ini yang Marvin ambil?

Padahal dari masalah-masalah sebelumnya, ia tidak pernah berpikir untuk melampiaskan segalanya lewat mabuk.

Jevan saja tidak menyangka bahwa Marvin bisa menghabiskan lima botol bir meski baru pertama kali mencoba. Padahal dirinya saja hanya kuat antara dua atau tiga botol saja, itupun tidak habis secara full.

Menarik badan Marvin untuk ikut berdiri bersamanya, ia memapah badan Marvin agar bisa ikut keluar bersamanya.

Tentu, dirinya perlu mengantar Marvin pulang meski bukan ke rumah aslinya. Melainkan ke rumah Jevan sendiri.

Lagipula tidak mungkin ia membawa Marvin pulang ke rumah Marvin sendiri. Karena tentunya, hal itu hanya akan menambah masalah baru pada Marvin.

Selain tidak mau membuat keluarga Marvin khawatir ataupun sedih, dirinya juga tidak mau melihat Marvin dimarahi oleh kedua orang tuanya.

"Karina mana..." Racau Marvin yang kini ikut melangkah bersama Jevan meski dengan dirinya yang mulai lemas.

"Ada bang, ada... Tolong sadar dulu bang," setelah menjawab hal tersebut, Marvin justru pingsan.

Dengan sigap Jevan menahan diri Marvin agar tidak jatuh. Meski terasa sulit, Jevan yakin ia bisa membawa nya pergi ke rumahnya.

Sekalipun tidak membawa kendaraan, untungnya ia membawa uang. Setidaknya ia bisa mencari taksi kosong yang lewat di sekitar mereka.

.   .   .   . 

Marvin terbangun dari ketidaksadarannya, ia merasakan pusing yang begitu sakit di kepalanya, pandangan nya ikut buram ketika ia membuka mata.

"Lo ada di gua bang," ucap Jevan menyadarkan tatapan bingung Marvin.

Marvin menatap heran, bagaimana bisa ia ada disini? Hal apa yang membuatnya berada disini?

"Kenapa bisa gua disini?" Tanya Marvin yang kemudian menyandarkan kepalanya di headboard.

Jevan membalas tatapan Marvin, tersenyum singkat kemudian menjawab.

"Lo semalem ada di club bang," balas Jevan yang membuat Marvin tidak percaya.

"Hahaha, becanda lo.. mana ada gua kesana?" Kekeh Marvin yang tidak percaya.

Jevan hanya bisa menggeleng ketika mendengar jawaban tersebut.

"Ngga bang, beneran. Lo semalem habis lima botol," ucap Jevan lagi berusaha meyakinkan.

"atau kalo engga, lo bisa cium baju lo. gua rasa bau alkohol nya masih ada," lanjutnya kemudian.

Mengikuti apa yang dikatakan Jevan, dirinya mencium bau baju nya yang beraroma alkohol.

Jadi, benar apa yang dikatakan Jevan? Sehina itukah dirinya? Bukankah ia pernah bilang bahwa tidak akan pernah menyentuh minuman tersebut?

Namun apa, mengapa kini dirinya justru bisa menghabiskan lima botol sekaligus?

"Gua ngeracau ga disana?" Tanya Marvin kemudian.

Jevan mengangguk sembari menjawab, "iya bang, lo disana nyebut nama Karina terus,"

Marvin kembali terdiam dengan segala isi pikirannya. Apa kata Bunda dan Ayah nya nanti ketika tau bahwa anaknya menyentuh barang tersebut?

Marvin tidak siap jika nantinya ia akan mendengar bentakan antar keduanya.

"Kalo boleh tau, emang kenapa lo sampai nyebut nama Karina gitu bang?" Tanya Jevan yang mulai merasa kepo.

Marvin menatap ke arah Jevan sembari menggeleng.

"Gapapa, gua cuma ngerasa gagal buat jagain dia, buat jadi abang yang baik buat dia," balasnya dengan nada lemas.

Terlihat Marvin seperti kecewa dengan dirinya sendiri, buktinya ia tengah menunduk dengan tatapan kosong seolah merasa bersalah akan hal tersebut.

Padahal tanpa Marvin sadari, justru dirinya benar-benar mengambil sosok abang dalam setiap hidup orang. Bahkan dirinya saja benar-benar menyadari peran abang dalam diri Marvin.

Bisa dibilang, Marvin juga lah yang menurutnya pantas untuk Karina. Selain seiman, Marvin juga terlihat benar-benar menjaga Karina. Mencoba menjauhi Karina saja dirinya gagal.

Bisa dipastikan bahwa magnet Marvin pada Karina cukup kuat.

"Ngga bang, lo gak pernah gagal jadi sosok abang. Lo berhasil, gua aja ngerasain bang, apalagi Karina," jawab Jevan dengan yakin. Mencoba menyadarkan dan meyakinkan Marvin jika apa yang diucapkannya ini benar adanya.

"Sebenernya lo juga suka kan bang sama Karina? Karena rasanya ga mungkin lo gak ada rasa buat Karina. Kenapa gak dikejar aja bang?" Lanjut Jevan bertanya.

Marvin menggeleng, "ngga Jev, mana mungkin gua bisa dapetin dia kalo yang dia mau bukan gua,"

Ada benarnya apa yang diucapkan Marvin, tapi apa salahnya mencoba bukan?

"Bang, lo belum nyoba gimana bisa tau hasilnya?" Ujar Jevan kemudian.

Marvin tidak menjawab, melainkan berperang untuk mencari jawaban di dalam otaknya.

.   .   .   .

"Apa benar kata Jevan tadi? Apa itu artinya gua harus berjuang?"

.   .   .   .

Ekhem, readers ku tersayang~ seneng ga nih udah update lagi? Udah terjawab kan rasa kepo nya? Hahaha, happy reading! Semoga suka ya!

Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang