25. HE WAS CRYING

29 5 54
                                    

Jevan merasa ingin pulang, pulang ke rumah dimana ia bisa mengeluarkan semuanya. Tidak, bukan rumah yang berbentuk bangunan, melainkan seseorang.

Tapi, pada siapa ia akan pulang? Dirinya saja tidak memiliki seseorang untuk ia anggap sebagai rumah.

Tanpa disangka, disela dirinya yang tengah bertengkar dengan isi kepalanya, air matanya justru turun tanpa seizin darinya.

Benar, dirinya menangis tanpa ia minta. Padahal kini, dirinya hanya merindukan sosok abangnya.

Sosok abang, yang kini sudah tidak lagi di sisinya. Bukan karena sosok abang nya kehilangan peran, melainkan sosok nya sudah tiada.

"Bang... Gua kangen lo... Gua kangen cerita-cerita ke lo"

Telunjuk nya memblokir jalan air mata di pipinya. Nafasnya memberat diikuti dengan maniknya yang mulai memburam.

Dadanya benar-benar terasa sakit saat ini.

Ternyata benar ya, rindu yang paling menyakitkan adalah merindukan seseorang yang telah tiada.

Teruntuk bintang dan bulan yang kini tengah menghiasi malam, izinkan air mata berderai meski begitu sesak rasa di dada untuk menahannya agar berhenti dengan sebuah paksaan yang mungkin begitu menyakitkan.

.   .   .   .

Termenung di depan makam seseorang, dirinya merasa sangat rindu untuk datang kesini. Bagaimana tidak, terakhir kali mengunjungi tempat ini saja sudah sangat lama. Bahkan mungkin ketika Jevan masih kecil.

Dirinya tersenyum menatap dua makam yang berada di hadapannya. Benar, itu adalah makam abangnya dan juga Ayah nya.

Ah iya, Jevan hanya hidup bersama Bundanya. Ayah nya meninggal dikarenakan serangan jantung, sedangkan abang nya pergi menyusul ayah nya dikarenakan adanya pembunuhan.

Entahlah, dirinya tidak tau siapa si pelaku yang telah membunuh abang nya itu. Padahal jika di pikir pun, abang nya tidak pernah berbuat jahat kepada seseorang.

Lantas apa motif sang pelaku dalam pembunuhan ini?

Sang pelaku saja tidak meninggalkan jejak apapun. Yang ada hanya abang nya yang tergeletak tak bernyawa di gudang sekolah.

Ah, sudahlah. Lagipula itu juga sudah lama. Bunda nya pernah mengajarkan dirinya untuk belajar ikhlas agar Ayah dan juga abang nya bisa tenang disana.

Bersimpuh di tengah makam Ayah dan juga abangnya, dirinya memberikan buket bunga di kedua makam tersebut.

Tanpa di duga, setelahnya ia justru kembali menangis ketika memori-memori kebersamaan mereka bertiga kembali berputar dalam ingatan nya.

Menyakitkan sekali. Namun inilah yang dinamakan rindu pada sosok yang telah tiada.

Tidak ada yang bisa dilakukan selain memberi doa kepada mereka tanpa bisa bertemu secara tatap muka, melainkan dengan menatap makam mereka.

Memilih untuk mendekati makam abang nya, tangan nya mulai mengelus-elus batu nisan disampingnya.

Dengan tersedu-sedu ia mulai berbicara melalui suaranya yang serak.

"Bang... Gua kangen... Kangen banget sama lo.."

"Lo tau gak bang? Banyak hal yang pengen banget gua ceritain ke lo. Entah itu hal random, hal kecil, ataupun hal lainnya. Tapi bang, gua maunya lo ada disamping gua, bukan begini bang... Yang ada gua bakal nangis terus nantinya,"

"Maaf.. maaf gua belum begitu ikhlas sama kepergian lo bang... Karena nyatanya, gua masih butuh sosok lo bang... Begitupun juga ayah, gua butuh sosok kalian berdua.. biar kita bisa bareng-bareng sama Bunda kaya waktu dulu.."

Hari ini ia habiskan dengan mengeluarkan semua rasa rindunya di depan batu nisan yang hanya diam mendengar setiap ceritanya. Entah kapan dirinya bisa benar-benar ikhlas, walau kejadian ini sudah terjadi beberapa tahun lalu, dirinya tetap tidak bisa ikhlas begitu saja.

Bohong rasanya jika ia benar-benar ikhlas dalam kehilangan dua sosok berarti dalam hidupnya.

Lagipun sejak kapan merelakan menjadi sebuah hal yang mudah untuk diterima? Terlebih jika orang tersebut menjadi seseorang yang begitu memiliki peran penting dalam hidupnya.

Saat ini mungkin tidak hanya dirinya yang merasakan kesedihan yang begitu mendalam, melainkan juga langit kini justru menampakkan warna abu, tanda hujan akan turun setelahnya.

Biarlah, biarkan saja dirinya basah kuyup karena hujan. Dirinya benar-benar tidak peduli akan hal tersebut. Karena baginya, berada di dekat makam kedua orang yang begitu ia sayangi adalah sebuah kebahagiaan.

.   .   .   .

Malam kembali datang. Bukannya mendapat keceriaan, justru malah kesedihan. Sampai kapan rasa rindu ini akan terus berlanjut, Jevan juga tidak tau pasti akan hal tersebut.

Malam hari seharusnya terasa begitu ramai dengan hiruk-pikuk kota yang dipenuhi kendaraan ataupun orang yang tengah berjualan. Namun kali ini beda, entah mengapa jalanan terasa begitu sepi dan hampa. Sama seperti perasaan Jevan yang terasa begitu hampa.

Berjalan menyusuri kota yang terasa sepi, Jevan tidak tau akan kemana dirinya pergi. Sedari tadi, ia hanya mengikuti langkah kakinya berjalan entah kemana.

Pikirannya terasa kosong, dirinya seperti tidak tau arah jalan pulang. Layaknya orang tersesat dengan pikiran yang masih sadar meski tidak pada tempatnya.

Akan kemana dirinya pergi malam ini? Akankah menyusul kedua orang yang sempat ia kunjungi dan meninggalkan sesosok wanita yang mungkin kini tengah mengkhawatirkan nya, atau justru tetap bertahan meski dalam keadaan yang begitu merumitkan.

Bingung dan dilema, itulah yang dirasakan Jevan saat ini. Dirinya ingin sekali mencurahkan segala isi hatinya, namun kepada siapa ia akan menceritakan nya?

Club, hanya itu satu-satunya tempat yang perlu Jevan hampiri sekarang. Setidaknya dua atau tiga botol saja untuk malam ini.

Berjalan untuk mencari club terdekat, tak jauh dari keberadaan nya, terlihat sebuah club yang kini tengah ramai pengunjung.

Berjalan kearah club tersebut, dirinya tidak mau berlama-lama diluar sini, yang ada ketahuan nantinya.

Begitu sampai di depan pintu club, dirinya mendorong pintu tersebut untuk dirinya masuk. Belum sempat duduk untuk memesan bir yang disediakan disana, dirinya justru terdiam dengan tatapan tidak menyangka.

Benarkah apa yang ada dihadapan nya itu?

.   .   .   .

"Gua salah liat gak sih? Masa iya itu dia yang lagi mabuk?"

.   .    .   .

Hayoo tebakk, siapa yang mabuk ituu 👀👀 hahaha, happy reading readers, semoga suka ya sama alurnya! Yuk keluarkan ekspresi kalian ketika membaca part ini.

Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang