29. TRUTH

32 5 56
                                    

Motor Marvin berhenti tepat di bangunan rumah milik seseorang yang akhir-akhir ini sering menitipkan surat izin padanya. Ah, sudah seperti tukang pos saja dirinya ini.

Tapi mana ada tukang pos setampan dirinya?

Turun dari motor cbr 250R nya, dirinya mulai melangkahkan kakinya kearah pintu utama rumah tersebut. Mengetuk pintu tersebut diiringi dengan salam, tidak ada tanda-tanda keberadaan pemiliknya.

Apa mungkin seseorang itu ada di luar? Jika iya, apa itu artinya ia perlu berputar arah untuk pulang ke rumah nya? Ah, malas sekali. Tahu begini dirinya tidak akan mampir kesini.

Dikala dirinya yang hampir melangkahkan kakinya untuk pergi, pintu itu justru terbuka diikuti keberadaan sosok yang sepertinya baru bangun.

"Lah, baru bangun lo?" Tanya Marvin pada sosok tersebut.

Menggaruk belakang kepalanya sembari memicingkan matanya, sosok tersebut hanya menggangguk sebagai jawaban.

"Gak ada bedanya lo yang dulu sama yang sekarang, sama aja pemalas," lontar Marvin yang langsung masuk tanpa menunggu izin dari si pemilik rumah.

Si pemilik rumah tersebut hanya membiarkan yang kemudian menutup pintu utamanya untuk ikut masuk ke dalam.

"Ada perkara apa lo kesini?" Tanya sosok itu yang kini duduk di sofa ruang tengah miliknya.

Marvin sendiri tentunya sudah duduk lebih dulu dibanding si pemilik rumah tersebut.

"Mau numpang minum kopi aja sih," balas Marvin dengan santainya.

Tapi tidak, alasan dirinya kesini bukan perkara minum kopi. Melainkan untuk mengetahui kebenaran tentang feeling nya.

Mendengar hal itu Angga hanya melirik sinis kearah Marvin. Tidakkah ada yang lebih penting dibanding meminum kopi?

"Yang bener aja lah bang, masa lo kesini cuma demi minum kopi? Di warung kan banyak," ucap Angga yang seolah menolak keberadaan Marvin.

Tidak terima dengan balasan Angga, Marvin kembali melontarkan kata, "heh, gini-gini gua juga cape ya jadi pengantar surat izin lo itu. Dikira tugas ketos tuh nganterin surat izin?"

Angga yang merasa tersindir dengan ucapan Marvin hanya bisa terkekeh sembari menunjukkan dua jarinya sebagai tanda perdamaian.

"Iya-iya maaf, gak lagi deh besok. Gua bikinin kopi dulu dah sebagai upahnya." Canda Angga yang kini mulai berdiri untuk pergi ke arah dapur.

Namanya juga hidup sendiri, apa-apa harus dilakukan sendiri.

Disela menunggu Angga kembali, Marvin kembali sibuk dengan isi pikirannya. Dirinya memang suka dengan hal-hal berbau teori, bahkan dirinya suka dengan cerita-cerita yang bergenre thriller.

Tapi sayangnya, untuk teka-teki mudah seperti ini, dirinya belum begitu bisa untuk memecahkannya. Mungkin untuk celengan rindu, dirinya bisa untuk memecahkan rindu tersebut.

"Nih bang, kopi nya udah selesai." Ujar Angga memberikan gelas berisi kopi yang sudah ia buat sebelumnya.

Marvin menerima kopi tersebut dengan anggukan, membiarkan Angga kembali duduk di tempatnya semula.

"Jadi apa bang, maksud dan tujuan lo kesini?" Tanya Angga kembali, dirinya masih tidak mengerti maksud dan tujuan Marvin datang ke rumah nya.

Melirik Angga sekilas, Marvin menggeleng pelan, "ada hal yang perlu gua tanyain ke lo."

Mendengar hal tersebut Angga semakin dibuat kebingungan. Hal apa yang dimaksud oleh Marvin, apakah perihal ia yang izin selama seminggu ini? Atau justru dirinya dikeluarkan dari sekolah? Ah, ada-ada sekali pikirannya ini.

Amin kita beda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang