11

328 42 0
                                    

Jisoo sedang berada di ruang operasi, dia sedang melaksanakan tindakan operasi pada pasien yang sejak beberapa hari lalu dia pelajari riwayat penyakitnya. Dia sudah berada di ruang operasi hampir tiga jam terbilang dari pukul 08.00 pagi dia memulai tindakan itu. Seulgi dan Wendy sebagai perawat yang tercatat sebagai tim Jisoo juga hadir disana, mereka melakukan perannya masing-masing dengan sangat baik.

Sekitar pukul 12.00 siang tindakan operasi yang dilakukan oleh Jisoo selesai, dokter itu keluar dari ruang operasi dengan raut wajah lelah dan kecewa, dia baru saja gagal menyelamatkan pasiennya, dia menyesal dan merasa dirinya tidak berguna.

"Maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, pasien tiba-tiba mengalami gagal jantung dan hal itu membuat kami kesulitan mengambil tindakan karena kami terlalu cepat kehilangan detak jantungnya" ucap Jisoo memberikan penjelasan pada wali pasien yang menunggunya di depan ruang operasi.

"Maksud dokter?"
"Mohon maaf kami gagal menyelamatkan putri anda"

"Andwe putriku tidak boleh mati, kamu sudah membunuh putriku" wali pasien itu memukul Jisoo berulang kali namun Jisoo hanya diam pasrah, dia memahami perasaan wanita paruh baya itu.

"Kamu pembunuh kembalikan putriku" wanita itu menangis histeris masih sambil memukul Jisoo.

"Pembunuh"
"Pembunuh"
"Pembunuh" Jisoo masih Dian membiarkan dirinya di pukul oleh wali pasien itu. 

Seulgi dan Wendy mencoba melerai namun Jisoo menyuruh mereka untuk diam dan pergi, dia menyesal mungkin dengan cara dirinya di pukul seperti itu rasa bersalahnya bisa menghilang.

"Andwe kembalikan putriku" histeris wanita itu semakin menjadi ketika melihat tubuh putrinya di tutup oleh Kain putih dan di dorong menuju kamar mayat.

"aku akan menuntutmu dasar kau pembunuh" wanita itu memakai Jisoo dengan emosi yang meletup-letup, hal itu menjadikan mereka pusat perhatian, setelah puas memaki wanita itu pergi menyusul mayat putrinya.

Jisoo meluruh ke lantai, wajahnya menunduk, dia down dan putus asa. Tiba-tiba dia melihat sepasang sepatu berdiri di hadapannya.

"Are you oke Chu?" Joshua melihat Jisoo saat di maki-maki kebetulan dia memang berkunjung ke Hyesa karena ingin menemui Jisoo.

"Shua" Jisoo memanggil Joshua sambil menggelengkan kepala, Joshua mengerti dia langsung membawa Jisoo ke dalam Pelukannya.

"Tidak apa-apa, itu bukan salahmu Chu" Joshua menggandeng tangan Jisoo membawa Jisoo duduk di kursi.

"Dia meninggal di tangan ku Shua hiks"
"Itu Takdir Chu, Tuhan memang ingin mengambilnya jadi itu bukan salahmu, berhenti menyalahkan diri sendiri kamu sudah berusaha semaksimal yang kamu bisa"

"Shua apa benar aku ini pembunuh seperti yang dikatakan ibu tadi?"

"Ani, ibu itu hanya belum bisa menerima kenyataan, mungkin masih syok"

"Perasaanku tidak enak Shu, aku harus apa?"

"Aku mengerti bahkan setiap dokter pasti pernah mengalami hal yang sama, gagal menyelamatkan pasiennya, dokter itu bukan malaikat Chu, dokter hanya perantara, yang berhak menentukan seseorang hidup atau mati itu tetap hanya Tuhan"

"Bagaimana jika aku beneran di tuntut karena malpraktik?"

"Apa kamu melakukan hal itu?" Jisoo menggeleng.

"Jangan takut selama kamu tidak melakukannya"

"Tetep saja aku merasa tidak nyaman Shu"

"Setelah ini kita temui wali pasien dan kita hadiri pemakamannya, mungkin itu bisa membuat hatimu lebih nyaman?"

The AFFECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang