17

319 44 1
                                    

Rumah sakit Hyesa sedang ramai kedatangan pasien korban kecelakaan lalu lintas, para perawat sibuk dengan perannya masing-masing, pasien demi pasien mulai berdatangan memenuhi UGD, semua petugas medis sibuk beralih dari pasien satu ke pasien yang lain, Jisoo, dokter itu baru keluar dari ruang operasi dalam keadaan lelah dan perut keroncongan, baru saja dia berniat akan menyeduh mie cup yang dia buat, panggilan darurat dari UGD membuat dia mau tidak mau mengurungkan niatnya, alhasil dia berlari ke UGD dan bergabung dengan para petugas medis yang ada disana.

"Dokter Jisoo, disini" seorang perawat melambaikan tangannya, memanggil Jisoo untuk memeriksa pasien yang belum mendapatkan penanganan.

"Bagaimana tekanan darahnya sus?" Jisoo memeriksa nadi dari pasien itu sambil mendengarkan penjelasan dari perawat. Pasien yang saat ini ada di hadapan Jisoo adalah pasien dengan luka di bagian perut, pasien itu tertusuk oleh kaca bahkan kaca itu masih tertinggal di perutnya dengan serpihan-serpihan kecil yang menyebar di sekelilingnya.

"Pesan ruang operasi, kita butuh segera mengoperasi pasien"

"Baik dok akan segera saya urus" Salah satu perawat pergi dan kembali lagi untuk memberitahu Jisoo bahwa ruang operasi sudah siap.

Belum sampai satu jam dokter itu keluar dari ruang operasi sudah masuk ruang itu lagi. Tidak masalah itu memang kewajibannya.

2 jam berlalu Jisoo masih berkutat dengan tugasnya di ruang operasi, sekitar pukul 7 malam gadis itu baru keluar dengan hasil operasi yang baik dan memuaskan seperti biasanya.

Dia lupa, sejak tadi pagi belum memakan apapun, dia hanya sempat meminum kopi sebelum memulai operasi pertamanya tadi pagi, kini cacing-cacing di perutnya sedang berprotes bahkan dia mulai sedikit merasa pusing. Jisoo berjalan sedikit sempoyongan hingga akhirnya dia jatuh menabrak seseorang lantaran tidak kuat menahan pusing di kepalanya.

"Eonnie Gwenchana?" Jennie menahan tubuh Jisoo yang tiba-tiba oleng tidak sengaja menabraknya.

"Naneun Gwenchana" Jisoo memegang kepalanya dan kembali berdiri tegak.

"Aniya Eonnie pucat sekali?" Jennie meletakkan jari jemarinya di dahi Jisoo.

"Eonnie sedikit demam, apa Eonnie sudah makan?" Jennie khawatir.

"Aku baik-baik saja" jawab Jisoo sedikit lemah, dia masih canggung bertemu dengan Jennie, sampai saat ini dia masih belum membalas kembali pesan Jennie bahkan dia sudah lupa kapan terakhir bertemu dengan adiknya ini.

"Eonnie demam, dan itu tidak baik-baik saja namanya, ikut aku!" Jennie menaikkan nada bicaranya sambil menyeret Jisoo menuju lobi, dia akan membawa Jisoo ke cafe Yogarino karena dia diberitahu oleh salah satu perawat bahwa sejak pagi Jisoo sibuk di ruang operasi yang otomatis dia tidak sempat memakan apapun, melihat Jisoo pucat dengan keringat di dahinya, Jennie tambah yakin bahwa Jisoo memang belum sempat makan bahkan sepertinya belum sempat istirahat juga.

"jangan terlalu memforsir diri untuk bekerja terlalu keras, Eonnie butuh istirahat, butuh makan. Apa harus selalu Eonnie yang melaksanakan operasi?" Cerocos Jennie seolah dia tidak tahu bahwa itu memang kewajiban dan resiko Jisoo sebagai dokter bedah.

"Itu memang kewajiban ku"
"Paling tidak jangan sampai lupa makan, aku yakin saat ini perut Eonnie sedang sakit"

"Dari mana kamu tau?"
"Kalau tidak sakit, untuk apa Eonnie memegang perut seperti itu" benar saja, Jisoo tidak sadar sejak tadi dia memegang perutnya untuk menahan sakit.

"Kaja kita makan" Jennie membawa Jisoo, tak peduli melihat wajah Jisoo yang akan protes.

"Tidak usah protes, hilangkan gengsimu, aku masih adikmu kan Eonnie?"

Baiklah, Jisoo mengalah membiarkan Jennie membawa dirinya, tidak dapat di pungkiri perutnya memang sakit karena lapar.

Jennie memesan satu porsi nasi dengan sup iga, dua dessert serta dua jenis minuman untuk dirinya dan Jisoo. Setelah pesenannya selesai, Jennie mulai menyuapi Jisoo dengan seringai tajam karena dia tau Jisoo pasti akan menolaknya.

"Aku bisa sendiri Jen" benarkan? Jisoo menolaknya.

"Diamlah" Bentak Jennie. Jisoo tidak akan menurut jika tidak diperlakukan seperti itu, dan ingat! Sebenarnya Jennie itu adik Jisoo yang tidak pernah mau kalah.

Jisoo menurut menerima suapan demi suapan yang di berikan oleh Jennie, gengsinya sedikit meluntur, keegoisannya melunak, seolah itu memang kesempatan bagi dirinya untuk memperbaiki hubungan dengan Jennie.

Jika kemarin-kemarin Jennie cenderung mengemis meminta maaf pada Jisoo, maka hari ini Jennie kembali pada mode dirinya yang terkadang manis dan juga galak sekaligus, dia mendapatkan sinyal seolah sapaan singkat di room chat pribadi mereka adalah kode bahwa Jisoo sudah mulai mau memaafkannya. Dan seperti ini jadinya, dia mulai berani menaikan suaranya, bukan karena marah tapi karena dia khawatir.

"Sudah Jen aku kenyang" Jisoo menolak beberapa suapan yang tersisa di piring, perutnya sudah terisi, pusingnya juga sudah berangsur menghilang.

"The last one Eonnie" Jennie menyodorkan sendok berisi nasi dan kuah sop iga yang katanya suapan terakhir. Jisoo menerimanya tanpa protes.

"Eonnie harus minum obat dulu supaya perutnya tidak sakit, aku sudah meminta obat magh sebelum tadi akan menemui mu" Jennie mengeluarkan obat yang di maksud dan memberikannya pada Jisoo, dia memang sempat meminta obat itu pada perawat yang ditemuinya tadi. Perawat yang memberitahu Jennie kegiatan Jisoo keluar masuk ruang operasi sejak pagi.

Jisoo terharu mendengar tutur kata Jennie, seolah kata-kata itu menggambarkan bahwa Jennie memang mengetahui keadaannya tanpa diberitahu lebih dulu, apalagi sejak tadi dia perhatikan Jennie memang berbicara dengan makna khawatir yang tersirat dengan jelas, tentu saja Jisoo mengerti itu, sikap Jennie tak jauh beda dengan dirinya pada Irene saat kakak sulungnya terluka beberapa waktu lalu.

"Kaja aku antarkan Eonnie pulang"
"Aku masih ada urusan Jen"

"Urusan Apalagi? ini sudah malam dan Eonnie masih memiliki kegiatan"
"Kamu tidak perlu tau"

"Aniya Eonnie harus pulang"
"Kenapa jadi mengatur ku seperti ini sih?" Suara Jisoo sedikit lebih meninggi, dia memang sudah lelah dan tidak di pungkiri dia juga ingin pulang. Dia tidak bisa pulang karena lupa belum menyelesaikan mind mapping untuk acara seminarnya besok pagi.

"Aku mengkhawatirkan mu Eonnie?" Jennie menunduk sedih.

"Mianhae Jennie-ya aku tidak bermaksud membentak mu" Jisoo menarik Jennie ke dalam Pelukannya.

"Besok aku akan mengisi acara seminar dan aku belum selesai menyiapkan materi untuk acara itu, makanya aku tidak bisa langsung pulang Jennie-ya"

"Jangan membentak ku hiks, aku tau Eonnie belum bisa memaafkan aku, tapi bisakah Eonnie memberi aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan keluarga kita?"

"Aniya Jennie-ya Eonnie sudah memaafkan mu" Jisoo tidak enak, entah sudah berapa kali dia membuat Jennie menangis.

"Jinja Eonnie sudah memaafkan ku?" Jennie mendongakkan kepalanya melihat wajah Jisoo untuk mencari keseriusan disana. Jisoo mengangguk sebagai jawaban.

"Gomawo Eonnie" Jennie mempererat pelukannya membuat Jisoo sedikit kesulitan bernapas.

"Lepas Jen, kamu mau membunuhku?"
"Mianhae Eonnie aku terlalu bahagia" Jennie melepas pelukannya dan tersenyum sangat lebar.
.
.
.
------------

The AFFECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang