Mission Impossible

7.3K 574 3
                                    

Hari ini adalah jadwal Adam untuk latihan basket di lapangan. Sudah tidak heran kalau tribun lapangan pun jadi ramai dengan para cewek yang ingin melihat Adam. Sama dengan cewek lainnya, Salma pun ada di sana bersama dua temannya.

Namun, pemandangan lain yang tidak biasa terlihat adalah karena ada Kana, cowok populer, pintar, dan ganteng tampak ikut menonton sesi latihan itu.

Kana berada di sana bukan karena ingin menonton Adam. Tapi, karena ingin menjaga Salma dari Adam.

"Lo kesambet apa sih tiba-tiba pengen lihat anak basket latihan?"tanya Gema yang duduk di samping Kana sembari menyantap bakwan yang baru dibelinya.

Kana memicing. "Gue di sini bukan buat nonton latihan basket. Lo lihat di ujung sana!"

Kana menunjuk tempat di mana Salma dan kedua temannya duduk.

"Gue gak bakal biarin Salma buat deket sama Adam."

Gema geleng-geleng kepala karena kelakuan Kana. Dia tidak tahu apakah Kana sangat menyukai Salma atau ada alasan lain, sehingga membuat cowok satu itu sangat antipati terhadap Adam.

Suasana tribun bawah makin ramai ketika Adam berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Cewek-cewek bersorak tanpa dikomando. Begitu pun Salma yang mendadak masuk ke dalam lapangan untuk memberikan minum pada Adam.

Adam sempat terkejut dengan keberanian Salma. Dia pun menerima minuman Salma dengan senang hati.

Saat akan meminum air dari botol yang diberikan Salma, Adam tak sengaja melihat Kana sedang berdiri di tribun  atas.

Melihat pemandangan tersebut membuat Adam tersenyum senang. Apalagi saat ini Kana sedang memasang raut kesal yang membuat wajahnya merah dan tampak imut.

Adam melambaikan tangan ke arah Kana dengan sengaja hingga membuat cowok itu makin dongkol.

"Bentar gue gak salah lihat kan barusan?" tanya Gema bingung.

"Sejak kapan lo dan Adam jadi akrab? Bukannya dia musuh lo?"

Kana menggeplak kepala Gema. "Akrab pala lo!"

Kana mengepalkan tangan. Adam benar-benar sudah gila, pikirnya. Cowok itu bahkan tak mengindahkan peringatan dari Kana sama sekali. Dan kini malah bersikap sok manis terhadapnya. Kana tidak tahu apa yang diinginkan Adam sebenarnya. Tetapi, apapun itu Kana tidak akan diam saja.

Kana segera turun ke tribun bawah, meninggalkan Gema yang masih sibuk mengunyah makanannya.

Dia lalu menghampiri tempat Salma dan kedua temannya duduk.

"Hai, Sal," sapa Kana saat duduk di samping Salma.

"Loh, Kana? Lo kok tumben di sini? Sejak kapan lo suka basket?"

Kana menggaruk rambutnya. Dia tidak suka basket, tapi dia berada di sana untuk Salma. Namun, Salma tak pernah menyadari usaha Kana.

"Gue suka dari dulu, kok. Cuma baru sekarang aja sempet nonton," ucap Kana sambil cengengesan.

Salma tampak tidak terlalu peduli dengan ucapan Kana, dan hanya fokus pada Adam yang sedang mendribble bola di lapangan. Hal itu membuat Kana sedih.

Dalam benaknya, Kana ingin menyerah dengan perasaannya. Salma adalah cinta pertama Kana, tapi cewek itu tidak pernah melihatnya seolah Kana hanya bayangan saja.

"Jadi, lo di sini buat lihat gue?" Adam menghampiri Kana.

Adam berdiri di depan Kana, memandang cowok itu dengan wajah gembira. Sementara Kana justru sedang masam melihat peluangnya mendekati Salma semakin tertutup rapat.

Meskipun bermandi keringat Adam tidak bau badan sama sekali. Bahkan aroma cowok itu semakin semerbak.

Kaos yang dipakai oleh Adam tampak basah sehingga mencetak bentuk tubuh cowok itu dengan cukup jelas. Dadanya yang bidang dan perutnya yang rata membuat para cewek tidak dapat mengedipkan mata.

Kana baru saja mau berdiri untuk pergi, tetapi Adam menahannya.

"Lo mau ke mana? Sesi latihan gue belum selesai."

Kana menepis tangan Adam yang sempat menyentuhnya.

"Siapa yang bilang gue di sini nonton lo?!" bentak Kana kasar.

Adam terdiam untuk sesaat. Dia dapat melihat emosi dari Kana ketika menatap kedua mata cowok itu.

Adam sadar bahwa ini bukan saat yang tepat baginya untuk menggoda Kana. Sementara Kana sudah tidak dapat menahan emosi di dalam dirinya. Dia merasa sedih, marah, dan kesal bercampur aduk dalam benaknya.

Kana lantas pergi meninggalkan lapangan. Adam tidak menghentikannya dan hanya melihat punggung cowok itu yang perlahan semakin menjauh dari matanya. Perlahan ada desiran yang tidak dapat dijelaskan hinggap di hatinya. Adam tidak ingin desiran itu pergi.

***

AdamKanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang