Please, Be With Me

6.6K 526 4
                                    

"Gue nggak suka sama dia. Gue nggak suka sama cowok. Gue cuma suka sama cewek. Gue nggak suka sama Adam."

Kana terus mengatakan kalimat bernada sama secara terus menerus dalam perjalanannya menuju toilet. Bak sedang merapalkan mantra, ia berharap yang diucapkan bisa jadi kenyataan.

Walau mau bagaimana pun hati tak bisa berbohong. Mulut Kana bisa saja bilang ia tak mencintai Adam. Tapi, hatinya?

Setelah masuk ke dalam toilet Kana melihat keadaan sekitar. Tempat itu sepi, tak tampak seorang pun sedang bersemedi di sana. Tubuh Kana langsung melemas. Ia seperti habis berlari ratusan kilometer.

Kana terdiam di depan cermin. Kedua tangannya membuka di atas kran wastafel, menampung cukup air lalu dibasuhkan pada wajahnya. Kana mengulangi beberapa kali hingga ia merasa segar kembali.

Bibirnya mendesah. Degup jantungnya perlahan kembali normal. Ia tidak tahu kenapa Adam selalu berhasil membuatnya merasa begitu gelisah. Kana belum pernah seperti itu. Bahkan ketika ia dulu berdekatan dengan  Salma, yang notabennya adalah cinta pertamanya. Kana tidak pernah berdebar seperti itu.

Ketika Kana masih berusaha menenangkan diri, mendadak pintu toilet terbuka. Kana menengok. Adam masuk, lalu menutup pintu di belakangnya dengan cepat.

Kana tak sempat lari lagi, lengannya langsung dicekal oleh cowok itu. Adam menariknya, menyandarkan tubuh Kana pada dinding. Kedua matanya menatap Kana nyalang.

Adam sudah kehabisan stok rasa sabar. Kana tidak pernah mau mengerti kalau selama ini Adam sudah menahan diri. Adam bukan tipe orang yang menyukai jika sesuatu yang diinginkannya pergi. Adam adalah tipe penggenggam. Sekali ia mengincar sesuatu, maka tak akan  dilepaskannya dengan mudah.

Karena itulah, Adam tidak ingin Kana terus menguji dirinya. Kana perlu tahu kalau Adam bersungguh-sungguh.

"Sampe kapan lo terus gini?"

Kana pura-pura tak mengerti. "Maksud lo?"

Adam berdecak. "Gue suka sama lo, dan lo suka sama gue, Kana. Apa itu kurang jelas?"

"Ha? Oke, oke kalo lo suka sama gue itu urusan lo. Tapi, sejak kapan gue suka sama lo?" cibir Kana. "Gue sukanya sama Salma, apa lo lupa? Lo pikir gue homo?"

Perkataan Kana yang terdengar kasar, membuat Adam geram. Ia berusaha menggigit bibir, namun, gertakan di rahangnya masih terlihat jelas.

"Kalo lo gak suka sama gue, kenapa lo bisa nerima ciuman gue waktu itu?"

Kana terdiam. Mendadak sekelebat memori di rumah Adam membayang di pikirannya. Ciuman itu. Di mana Adam melumat bibirnya. Dan Kana menerima itu bahkan membalasnya. Kana bisa dengan jelas mengingat semua kenangan itu.

"Kenapa? Lo masih kebayang ciuman kita waktu itu, kan?" tantang Adam.

"Lo gila ya! Siapa bilang gue kebayang. Ciuman itu adalah satu-satunya hal menjijikan yang pernah gue alami."

"Oh, ya?" Mata Adam memicing. "Tapi, dari cara lo gue bisa tebak itu ciuman pertama lo."

Kana mendelik lebar. Itu, memang ciuman pertama baginya. Tapi, bagaimana Adam bisa tahu?

"Tebakan gue bener, kan?" Adam tersenyum tipis. "Dan, tadi lo bilang apa?homo? Ngomong-ngomong soal itu, bahkan ciuman pertama lo aja sama cowok. Dan, lo masih berpikir bahwa lo cowok normal?"

Mendengar kalimat Adam membuat kuping Kana panas. Jantungnya berdegup kencang. Serasa aliran darahnya naik dan turun tak beraturan.

Kana ingin menolak ucapan itu, menyangkal kebenaran tentang dirinya yang mulai memiliki perasaan terhadap sesama jenis. Setidaknya untuk saat ini hanya kepada Adam.

Melihat tatapan gusar di kedua mata Kana, membuat Adam semakin yakin tentang perasaan cowok itu. Kana tidak bisa menghindar lagi. Mau seberapa banyak Kana berbohong, tapi matanya tak bisa bersembunyi. Ada cinta di sana.

Adam mendekat. Mengikis jarak antara dirinya dan Kana. Menyentuh wajah halus Kana dengan lembut.

"Lo suka sama gue, Kana," tutur Adam memandu. "Lo suka sama gue."

Kedua mata Kana terpejam. Ia tak ingin terpengaruh ucapan Adam.

"Gue nggak suka sama lo! Gue benci sama lo! Dan gue bukan homo! Ciuman itu, nggak ada artinya!" teriak Kana panik.

Kana berusaha untuk berpikir dengan  jernih, walau kini ia sedang terpojok. Ia tak ingin mengakui perasaannya. Kana tak ingin kalah.

"Ciuman gue sama lo nggak ada artinya! Lo tau kan, cowok pasti gampang banget nafsu. Waktu itu juga sama, gue terbawa nafsu makanya gue biarin lo cium gue. Tapi, itu nggak akan pernah terjadi lagi!" ungkap Kana pada Adam dengan tegas.

Adam menghela napas kasar. Kepalanya menengadah ke atas, menahan amarah yang mulai memuncak.

Adam menghempaskan tubuh Kana. Ia menyugar rambut dengan buku jari, frustasi. Lalu, menatap ke arah Kana lagi.

"Jadi menurut lo ciuman itu nggak ada artinya? Menurut lo cowok bisa ngelakuin itu cuma karena nafsu?" Adam menatap kedua mata Kana. Pandangannya kali ini berbeda. Adam sedang emosi. Ada amarah yang terpercik di sana.

Tapi, Kana justru hanya menanggapi dengan anggukan.

Adam meringis. Tidak menyangka Kana akan berbuat sejauh itu. Hati Adam sangat sakit, karena Kana menganggap apa yang dilakukannya tak berarti. Padahal Adam bukan laki-laki yang sembarangan memberi keintiman pada orang lain. Ia bahkan tidak akan mendekati seseorang yang tak membuatnya nyaman.

"Oke, kalo menurut lo gitu. Berarti lo nggak akan punya masalah kalo gue cium Salma atau bahkan cowok lain, kan?"

Sejenak keheningan menyesap dalam diri Kana. Pikirannya membuncah. Yang baru saja dikatakan Adam berhasil menganggu pertahannya. Bayangan Adam mencium orang lain berpendar. Kana tidak tahan, entah dengan Salma atau orang lain ia tak bisa menerimanya.

Adam baru saja akan beranjak pergi meninggalkan Kana, tapi Kana mencegahnya. Dengan cepat Kana menahan lengan itu. Ia menarik seragam Adam dan membuat cowok itu berhenti melangkah.

Adam membalikkan pandangan. Ia melihat Kana terdiam dengan pandangan tertunduk ke bawah.

Perlahan isak terdengar lembut dari bibir Kana. Adam terkesiap. Ia buru-buru memeluk Kana, mengusap punggungnya yang berguncang.

"Please, please jangan nangis. Hush.., gue nggak bermaksud bikin lo nangis, Kana. Please." Adam berusaha menenangkan Kana.

Kana masih terisak. Air mata tak mau berhenti keluar. Ia tak sanggup. Baru pertama kali ini Kana merasakan perasaan yang sangat menyiksa batinnya. Kana tak ingin menerima kenyataan tentang Adam, tapi ia juga tak bisa kalau harus kehilangan Adam. Membayangkan Adam bersama orang lain membuat hatinya teriris. Serasa jantungnya akan berhenti berdetak.

"Kana, please. Berhenti nangis, ya." Adam mengelus puncak kepala Kana. Memberikan tepukan lembut di sana.

Perlahan Kana mengangkat wajah. Pipinya yang basah diusap lembut oleh kedua tangan Adam.

"Gue emang suka sama lo. Gue benci karena gue suka sama lo," ungkap Kana.

Adam tersenyum. "Iya, iya gue ngerti kok. Gue juga suka sama lo. Gue sayang banget sama lo, Kana."

Adam mengecup kening Kana. Kedua mata Kana terpejam. Ia merasakan kehangatan menjalar ke hatinya. Perlakuan Adam yang manis membuatnya luluh.

"Gue nggak akan pernah lepasin lo lagi, Kana," ucap Adam sebelum kembali menenggelamkan Kana di dalam pelukannya.

***
A/N

Sorry baru update hihiw :p

AdamKanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang