Trust Your Heart

7.4K 551 6
                                        

Hari demi hari berlalu, Kana yang sudah kembali bersekolah menjalani kehidupan sama seperti sebelumnya. Meski, tak banyak yang tahu kalau sebenarnya Kana kini jauh berbeda. Dia lebih pendiam dan sensitif. Suasana hatinya selalu gelap bagai dipenuhi awan hitam.

Gema, teman sebangku sekaligus sahabat Kana tahu tentang perubahan Kana. Gema merasa maklum dengan sikap cowok itu karena bagaimana pun namanya sakit hati itu nggak seperti sakit gigi yang sembuh setelah minum obat.

Gema selalu siap untuk memberi dukungan dan semangat pada Kana. Walau tak jarang dia juga akan kena semprot dari Kana karena terlalu sering mengganggunya. Seperti sekarang, saat Gema memaksa Kana untuk ikut dengannya mengikuti acara sekolah.

"Ayolah, Kan!" ajak Gema antusias. Ia menarik tangan Kana kuat agar cowok itu mau mengangkat pantatnya dari bangku.

"Pantat lo ada lemnya apa?! Lengket banget di bangku!" Gema merajuk kesal.

"Lepasin gak!" balas Kana ketus. "Gue uda bilang nggak mau ikut ya gak mau!"

Gema menghela napas. Cara apa lagi yang harus dia lakukan supaya temannya yang satu itu bisa move on.

"Ayolah, Kan. Kalo lo diem aja begini kapan lo punya gebetan baru. Bentar lagi kita ujian. Masa lo masih jomblo aja."

Komentar dari Gema membuat Kana tertawa. "Lo nggak sadar apa ngomong begitu? Lo sendiri masih jomblo, bego!"

Gema memonyongkan bibir.

"Ya tapi kan..,"

Kana melepaskan tangan Gema dari lengannya. "Gue nggak suka ikut acara begituan. Uda deh, kalo lo mau ikut yaudah pergi sendiri aja sana."

"Ah, nggak asik banget lo, Kan."

Meski, Gema mendongkol Kana tetap teguh dengan pendiriannya. Alhasil, mau tak mau Gema menyerah. Ia pun memutuskan untuk pergi keluar kelas sendirian.

Hari ini sekolah mereka kebetulan mengadakan acara, bertepatan dengan hari jadi institusi pendidikan itu berdiri. Sudah jadi tradisi kalau perayaan akan diisi oleh berbagai kegiatan. Mulai dari perlombaan hingga puncaknya adalah pentas seni.

Semua siswa diwajibkan ikut serta memeriahkan, untuk itulah separuh jam belajar mengajar dihilangkan khusus hanya selama dua hari perayaan berlangsung.

Namun, tak semua siswa antusias dengan hal ini. Terutama, siswa seperti Kana yang lebih memilih menyendiri di kelas atau pulang ketimbang menikmati suasana meriah di lapangan.

Kana sedang sibuk menekuri buku fisika di tangannya. Rumus-rumus yang sudah ia hapal di luar kepala dipahaminya kembali. Beberapa bulan lagi ujian tengah semester segera tiba. Kana tak ingin menyia-nyiakan waktu.

Suasana yang begitu tenang membuat Kana tak sadar kalau sedari tadi ada sepasang mata yang menatapnya lekat. Memandangi Kana bak mahakarya. Menekuni wajah Kana dari jauh.

Orang itu adalah Adam yang sudah selesai menjalani masa hukumannya. Adam kembali ke sekolah, menjalani kehidupan seperti sedia kala. Namun, yang tak bisa dia hiraukan adalah perasaan pada Kana, yang masih saja terjebak di dalam hatinya. Tak mau pergi.

Lama memerhatikan Kana, tiba-tiba punggung Adam ditepuk. Ia menoleh, mendapati wajah Salma dibalik punggungnya. Cewek itu tersenyum, tapi tak menarik perhatian Adam sama sekali.

"Adam, kamu ke mana aja, sih. Aku nyariin dari tadi," keluh Salma manja. Semenjak ia dan Adam resmi pacaran, sikap Salma semakin manis di hadapan cowok itu.

Adam bergeming. Sejujurnya ia tak suka dengan semua keadaan ini. Ia terpaksa menerima Salma untuk menjadi pacar dengan maksud membuat Kana cemburu dan berhenti menghindarinya.

Tapi, lihat apa yang terjadi sekarang. Kana bahkan tak peduli soal itu semua. Cowok itu melanjutkan hari-harinya dengan santai. Sementara Adam mulai menyesali keputusannya sendiri.

"Sorry, Sal. Gue lagi sibuk abis dari kelas, ini mau langsung ke lapangan."

"Oh, gitu. Eh, tapi kamu kok berdiri aja di depan kelas ini. Kamu ada urusan di sini?"

Salma melongok, mencoba melihat pemandangan yang sedari tadi Adam sembunyikan di balik tubuh tegapnya.

"Loh, Kana?" cetus Salma begitu melihat bahwa hanya ada satu orang yang ada di kelas itu, yakni Kana.

Tanpa merasa curiga, Salma menghampiri Kana yang masih sibuk dengan bacaannya tak menyadari apa yang terjadi di luar.

"Kana, lo kok masih di kelas aja? Nggak mau ikut ke lapangan?"

Suara Salma membuat Kana mengenyahkan pandangannya. Cewek itu menghampirinya, tapi yang menarik mata Kana justru sosok yang berjalan perlahan mengekor di belakang.

Adam turut menyusul Salma yang masuk ke ruang kelas Kana lebih dulu.

Kana tersenyum. "Gue nggak terlalu suka keramaian. Gue juga mau belajar, nih."

Salma mengangguk-angguk, walau ekspresinya menunjukkan ketidaksetujuan.

Melihat Adam berdiri di belakang Salma, membuat hati Kana berdesir lembut. Ada sesuatu yang menggelepar dalam dirinya. Kana buru-buru mengusir rasa itu.

"Oh, ngomong-ngomong kalian baru jadian, ya. Selamat ya, Sal."

Kana tidak tahu kenapa kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Untuk apa ia mengatakannya. Hanya untuk menyindir Adam dan Salma. Mencari konfirmasi dari hubungan keduanya. Atau untuk memberikan tanda kalah pada Adam karena sudah berhasil merebut Salma darinya. Tapi, sepertinya alasan yang terakhir itu tak mungkin.

Salma tampak senang. "Thanks, ya Kana." Beberapa saat senyum di bibirnya mengendur, "ah, sorry, Kan. Gue nggak bermaksud buat jahat sama lo. Tapi, gue berdoa semoga lo juga bisa segera punya pacar."

Salma mungkin mengingat bahwa Kana pernah menyatakan cinta padanya. Hingga membuat cewek itu tak enak, merasa bahagia di atas penderitaan orang lain.

Kana tertawa getir. "Gue baik-baik aja, kok selama lo bahagia, Sal."

Adam yang sedari tadi hanya terdiam, berusaha untuk menahan diri akhirnya ikut tertawa pelan. Di mata Adam Kana tampak seperti aktor yang sedang berakting. Sampai kapan Kana membohongi diri sendiri kalau sebenarnya ia sudah tak lagi tertarik pada Salma. Adam ingin tahu sejauh mana Kana bisa bertahan.

"Kamu nggak perlu khawatirin Kana, Sal. Ada kok orang yang suka sama dia. Suka banget malahan. Kana cuma perlu buka hatinya buat jujur. Iya kan, Kana?"

Adam mengedipkan sebelah matanya pada Kana membuat cowok itu mendelik.

"Oh iya, siapa? Kamu kenal?" tanya Salma antusias.

Adam tersenyum. Kerlingan mata yang ia tujukan pada Kana membuat dada Kana berdegup kencang.

Melihat respon Kana membuat Adam semakin yakin dengan teori di dalam kepalanya. Kana menyukainya, hanya saja Adam perlu usaha untuk membuat cowok itu mengerti.

Adam merangkul bahu Salma dengan sengaja, ia mendekat pada kuping cewek itu. Lalu, berbisik dengan pelan.

"Kamu akan segera tahu, babe."

Kana menahan agar tak memberikan ekspresi kesal melihat pemandangan di depannya. Walaupun kini hatinya bergejolak. Kana tidak ingin menerima semua itu.

"Gue normal, gue nggak akan suka sama Adam. Gue cuma suka sama cewek. Gue gak akan suka sama cowok. Nggak akan."

Kalimat itu terus menerus ia ucapkan di dalam hati.

AdamKanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang