Be Aware

6K 463 0
                                    

Puncak acara ulang tahun sekolah akhirnya tiba, hari ini seluruh siswa berkumpul di lapangan untuk menonton pentas seni yang dibawakan dari berbagai tingkat dan jurusan.

Sebuah panggung berdiri dengan hiasan di sana-sini yang membuat tempat itu tampak lebih meriah. Dua orang MC yang berasal dari anggota OSIS sedang berbicara untuk memandu jalannya acara. Sementara siswa-siswi yang lain mengambil tempat duduk mereka yang tersebar di seluruh lapangan.

Kana celingak-celinguk mencari keberadaan Gema. Temannya yang satu itu sudah menghilang sejak lima belas menit yang lalu. Padahal Gema lah orang yang mengajak Kana untuk menonton pentas seni. Bahkan memilihkan tempat duduk khusus untuk mereka, yang Gema rasa lebih nyaman karena dekat dengan pemasangan kipas angin. Namun, meski acara sudah mulai Gema justru hilang batang hidungnya. Kana tidak tahu ke mana perginya mahkluk satu itu.

Sembari menunggu Gema, Kana menyibukkan diri dengan  bermain ponsel. Ia tidak tahu aktivitas apa lagi yang harus dilakukan untuk mengusir rasa bosan. Mengingat Kana tak terlalu pandai bersosialisasi. Ia juga tak mengenal beberapa orang yang duduk di sekitarnya.

Sekitar lima menit masih menunggu, tiba-tiba suara tarikan kursi mengambil perhatian Kana. Ia pikir itu adalah Gema. Namun, saat Kana menoleh ia malah mendapati wajah Adam yang sedang tersenyum ke arahnya.

Adam menarik kursi di samping Kana, lantas duduk menyamankan diri di sana. Di sampingnya ada Salma, yang meski tampak tidak terlalu senang karena tempat yang dipilih Adam sangat jauh dari panggung dan teman-temannya.

"Hai, Kana," sapa Adam.

Kana yang terkejut hanya bergeming. Ia buru-buru akan kabur. Sayang, tepat sebelum ia sempat beranjak. Gema datang, lalu duduk di sisi sampingnya yang lain sehingga kini Kana terhimpit di antara Adam dan Gema.

"Hah, akhirnya gue bisa beli ini cilok juga. Gila rame banget tadi yang antri," oceh Gema tak melihat ekspresi Kana yang sudah kesal setengah mati padanya.

Bisa-bisanya Gema meninggalkan Kana demi sebungkus cilok!

"Lo mau, Kan?" tawar Gema sambil menyodorkan sebungkus cilok padanya.

"Ogah! Lu makan aja sendiri!" balas Kana ketus.

Gema memicing. Padahal ia sedang niat baik, kenapa Kana harus marah-marah padanya.

Melihat Kana kesal membuat Adam tergelitik. Ia tak bisa menutupi raut wajahnya. Tanpa sadar bibirnya tersenyum lebar.

"Lo kenapa deh senyum-senyum?" cetus Kana pada Adam.

Adam menatap Kana lekat-lekat. Ekspresi marah itu, membuat Adam gemas.

"Emang nggak boleh?"

"Nggak! Lo kayak orang aneh!"

"Terus lo maunya gue gimana?"

"Ya, nggak gimana-gimana. Diem aja!"

"Tapi, gue nggak bisa tuh diem di deket lo."

Cengiran nakal yang tampak di wajah Adam membuat Kana terdiam. Ia tahu cowok satu itu punya niat tersembunyi. Jika tidak, untuk apa Adam harus duduk di sebelahnya di saat masih banyak kursi yang belum terisi. Dan kenapa pula ia mengajak Salma di sana.

Kana beringsut ke belakang, tidak ingin posisinya menjadi lebih dekat dengan Adam. Namun, Adam menyadari itu. Ia tak kehabisan akal. Adam terus mencari kesempatan untuk lebih dekat dengan Kana. Mulai dari lengan mereka yang saling bersinggungan atau paha mereka yang tak sengaja bersentuhan.

Ketika acara mulai memasuki pertengahan, pertunjukan di depan pun makin terasa membosankan. Biasanya penampilan spektakuler akan ditaruh di bagian akhir sebagai penutup. Tak heran kalau beberapa siswa mulai tak betah berada di sana. Beberapa mulai menyingkir, beberapa yang lain sibuk mengobrol, bermain game, atau bahkan berfoto selfie.

Kana yang tak menikmati acara sedari awal juga ingin segera hengkang dari sana. Namun, Gema menahannya. Katanya, cowok itu mau melihat siswa yang dikecenginya tampil menyanyi di atas panggung. Tapi, Gema tak tahu pasti kapan waktunya. Sehingga ia meminta Kana menunggu untuk menemaninya hanya sampai si cewek incarannya tampil.

"Ayolah, Kan bentaran doang. Kayaknya habis ini Nanda bakal tampil. Gue mau fotoin dia. Masa lo nggak mau nemenin gue, sih."

Kana mendesah. Ia memperbaiki posisi duduknya yang tak nyaman, lalu memijit kepalanya sendiri. "Tapi, cuma sampai Nanda tampil, ya. Gue uda gabut banget di sini, gue pengen istirahat di kelas."

Gema mengangguk. "Cuma sampe Nanda tampil, kok. Beneran," katanya sambil mengangkat satu tangan sebagai tanda janji.

Kana menghela napas berat sekali lagi. Ia tak bisa menolak Gema kalau sudah begitu. Lagipula ini pertama kalinya Gema punya kecengan, Kana ingin membantu sedikit kisah cinta sohibnya itu.

Merasa punggungnya sedikit kaku, Kana menarik tubuhnya sedikit ke belakang untuk bersandar pada punggung kursi. Sedari tadi ia menahan untuk melakukan itu, sebab dalam posisi begitu tubuhnya akan semakin dekat dengan Adam. Tapi, Kana sudah tidak tahan. Daripada ia harus encok di usia muda.

Melihat Kana begitu, Adam tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia pun mendekatkan dirinya ke arah Kana. Lalu, dengan seenaknya meletakkan kepalanya untuk bersandar di bahu cowok itu.

Kana berjengit, tangannya reflek menoyor kepala Adam yang tanpa ijin bertumpu di bahunya.

"Lo apa-apan sih!"

Adam acuh saja, meski merasa sakit ia masih tetap kekeh menaruh kepalanya untuk anteng di bahu Kana.

Kana mendengkus kesal. Berapa kali pun ia berusaha memukul Adam, cowok itu tidak mau menyerah. Mungkin Adam memang berkepala batu, bukan cuma sekadar kiasan.

"Lo gila ya! Sebelah lo ada Salma. Kenapa lo begini?!" ucap Kana setengah berbisik.

Adam melirik Kana. "Lo nggak tahu ya, Salma uda nggak ada di sebelah gue sejak tadi. Dia lebih milih foto-foto sama temennya di photobooth."

Kana menjenguk. Dan benar saja, cewek itu memang sudah menghilang. Kursi di sebelah Adam kosong tak ditempati.

"Uda gue duga. Lo sebenarnya uda nggak tertarik sama Salma, kan. Lo bahkan nggak menyadari dia ada atau enggak. Lo sibuk ngehindarin gue dari tadi." Adam berusaha menyamankan diri untuk tetap bersandar di bahu Kana sambil memandangi wajah si pemilik bahu itu.

"Lo sebenarnya suka sama gue, kan, Kana," tembak Adam.

Adam mengunci pandangannya pada Kana. Tatapan yang dalam itu membuat Kana tak mampu berkata-kata. Ia tercekat.

Suara di atas panggung mungkin terdengar begitu keras dan berat. Namun, itu tak cukup menutupi debaran jantung Kana yang kian cepat. Kana tertambat pada kedua mata Adam yang meminta padanya.

Kana buru-buru bangkit, tak ingin kilatan itu mengusik hatinya. Sudah beberapa hari ini Kana berhasil menyadarkan diri. Jangan sampai benteng pertahanannya roboh lagi.

Tanpa meminta ijin atau bahkan  berpamitan, Kana lantas kabur menjauh. Ia bergerak begitu cepat hingga tak sempat ada yang menghentikan. Entah itu Adam ataupun Gema.

AdamKanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang