03. Pesta Dibatalkan

2.4K 198 4
                                    

Praja Wiratama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Praja Wiratama. Pria empat puluh lima tahun yang masih tegap dan tampak segar tanpa adanya gurat penuaan tersebut tersenyum menyambut beberapa tamu undangan yang datang. Malam ini, ia menggelar pesta ulang tahun untuk putra kembarnya, sekaligus memperkenalkan putra sulung yang akan mulai bergabung ke perusahaan yang dipimpinnya. Karena itulah, tak hanya keluarga yang ia minta datang, tetapi beberapa kolega bisnis pun diundangnya.

Praja rasa, malam ini akan menjadi momen tak terlupakan. Selain karena ini adalah pertama kalinya--setelah sekian lama--ia menggelar pesta ulang tahun untuk Rayyan dan Zayyan, juga penobatan Kaynan sebagai direktur utama perusahaan, malam ini adalah hari di mana Rayyan akan tinggal bersamanya setelah sepuluh tahun terlewat tinggal dengan mantan istri Praja. Sesuai kesepakatan saat dahulu mereka bercerai, setelah Rayyan menginjak usia tujuh belas, putranya itu akan ia bimbing untuk bisa melanjutkan usaha keluarga.

Dan juga, kehadiran Raline yang akan memperkenalkan putranya, adalah hal istimewa yang patut Praja banggakan. Sulit sekali menaklukkan hati wanita itu selama ini--yang katanya butuh izin dari sang putra semata wayang untuk menikah lagi.

Melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri, Praja menghela napas untuk kesekian kali. Zayyan belum juga tiba, dan itu membuatnya khawatir.

"Hhh ... seharusnya aku tidak mengizinkan dia bertanding malam ini," desah Praja, kala mendudukkan diri di samping Raline.

Wanita yang tampil sederhana, tetapi elegan itu menolehkan kepala. "Kenapa, Mas?" tanyanya.

"Zay belum datang. Padahal tamu sudah lengkap. Seharusnya acara sudah bisa dimulai sekarang, tapi dia malah belum muncul juga," sahut ayah tiga anak tersebut.

"Macet, mungkin." Raline berusaha menenangkan.

"Jalanan dari GOR ke sini biasanya sepi. Tidak banyak yang lewat sana sekalipun siang hari." Praja menanggapi.

Raline tersenyum. "Kalau gitu, pasti sebentar lagi. Tunggu saja dulu."

Praja mengangguk. Bola mata pria dewasa itu lalu bergulir menelusuri halaman rumah yang sudah disulap menjadi area pesta mewah. Fokusnya mencari kedua putra, Kaynan dan Rayyan. Sulung dan bungsunya. Tadi, Rayyan berpamitan mau masuk dulu ke dalam rumah ditemani oleh sang kakak. Mencari tempat yang tidak berisik, untuk menghubungi Zayyan. Sampai sekarang, mereka belum kembali ke tempat acara.

"Kenapa tadi enggak minta seseorang buat jemput Zayyan saja?" tanya Raline.

"Entahlah, tadi tidak kepikiran. Lagi pula, Zay mana mau diperlakukan seperti itu. Dia lebih suka ke mana-mana dengan motornya sendiri. Tapi, beberapa menit lalu aku sudah menyuruh Pak Amin menyusul. Takutnya Zay malah mampir-mampir dulu," ujar Praja, menyebut nama sopir pribadinya.

"Ya udah, kalau ada apa-apa pasti Pak Amin kasih kabar. Sabar dulu, ya." Raline menyentuh tangan pria yang sudah sempat menuturkan niat untuk memperistri dirinya tersebut. Praja menautkan jari-jari panjangnya dengan jemari lentik milik Raline. Keduanya bertatapan dan bertukar senyum hangat.

DANCING WITH THE DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang