04. Tak Ingin Tertangkap

2K 189 6
                                    

Biananta menghentikan kendaraan tak jauh dari kantor polisi, tetapi masih dalam jarak aman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biananta menghentikan kendaraan tak jauh dari kantor polisi, tetapi masih dalam jarak aman. Sehingga tak satu orang pun menyadari kondisi mobilnya yang penyok di bagian depan. Menyandarkan badan, Bian mengatur napas yang sudah sedikit membaik sekarang.

Biananta kehilangan obatnya. Ia tak sadar, entah terjatuh di mana. Beruntung, mamanya selalu mewanti-wanti agar tak menempatkan obat hanya di satu tempat. Untuk berjaga-jaga jika saja Bian lupa membawa. Dan setelah diobrak-abrik, ia menemukan obat juga di laci mobilnya.

Meski begitu, kondisi Bian tetap sangat mengenaskan. Bercak merah masih tersisa di beberapa bagian wajah, menghantar aroma anyir yang membuat mual. Jas semi formal soft purple yang terkena cipratan darah sudah ia lepaskan. Berganti hoodie hitam yang memang ada di dalam mobilnya.

Bian mendongak. Memeriksa penampilan pada kaca spion depan. Memastikan, ia tak terlalu mencuri perhatian saking kacaunya. Bian harus melakukan dengan perlahan, jika tak ingin tumbang sebelum membuat pengakuan.

Remaja itu merogoh ponsel dari saku celana. Beberapa menit sebelumnya, berkali-kali ia menghubungi sang mama dan tak mendapat jawaban. Ketika Raline meneleponnya balik saat Bian sedang mengistirahatkan diri tadi, wanita itu justru tak menanggapi. Entah apa yang dilakukan oleh sang mama. Bahkan, sampai kini Raline tak menjawab panggilannya sekalipun ia lakukan berulang-ulang.

"Ma, harusnya aku temui Mama dulu dan bicarain hal ini. Tapi ... aku takut. Aku takut polisi atau bahkan keluarganya lebih dulu nemuin aku sebelum aku ketemu Mama. Dan ... aku bakal dituduh melarikan diri, lalu hukuman akan semakin berat. Seperti apa pun aku menjelaskan kalau itu adalah kecelakaan, tetap saja aku yang salah. Jadi, aku sudah ambil keputusan. Aku harus menyerahkan diri sekarang. Maaf, karena aku ceroboh dan pasti membuat Mama kecewa." Biananta bergumam panjang.

Berkali-kali menghela napas dan membasahi bibirnya lalu menaikkan tudung hoodie menutupi kepala, Bian pun membuka pintu kendaraan. Bola matanya bergulir memindai sekitar, yang tiba-tiba ramai oleh beberapa mobil yang datang. Orang-orang dari kendaraan itu berjalan cepat memasuki kantor kepolisian. Bian menunduk, menyembunyikan wajah.

Setelah dirasa waktunya sudah tepat, Bian memantapkan tekad. Kakinya pun ia ayunkan, meski ada keraguan mengganjal dada.

Baru juga tiga langkah, Biananta berhenti.

Benarkah ia harus menyerahkan diri?

Lari saja, toh enggak ada yang tahu.

Jangan bodoh! Kalau lo dipenjara, lo pikir gimana hidup Mama?

Benar. Itu murni kecelakaan. Lo enggak salah.

Mama enggak bisa hidup tanpa lo, Bi. Balik! Jangan coba-coba mendekati polisi.

Dasar! Pengecut, memang. Kabur aja, udah. Lo emang gak ada niat buat bener-bener bertanggung jawab, 'kan?

Pembunuh!

DANCING WITH THE DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang