2018.2

33 19 50
                                    

Sedalam, Seluas, Namun Senyap

***

Masa orientasi telah berlalu semenjak dua Minggu yang lalu. Pengumuman hasil tes psikotes telah didapatkan seluruh siswa-siswi baru. Dayita telah berada di kelasnya, terpilih di jurusan IPA, tepatnya kelas X MIPA 4.

Ingin mendapatkan bangku paling depan Dayita memulai usahanya. Ia melihat salah satu bangku yang kosong di meja jajaran ke dua. Ada satu gadis yang tengah merapikan buku dan alat tulisnya di sana. Meski kadang cemas, namun semangat Dayita untuk mendapatkan banyak teman jauh lebih besar, tepatnya teman sesama K-Popers. Ia tersenyum dan membangun percaya dirinya untuk saat ini, gadis berkacamata itu mulai mendekat.

Melihat tas ransel terletak di bangku yang kosong membuat Dayita berfikir bahwa gadis itu tidak ingin berbagi tempat duduk. Namun, jika Dayita tidak mendapatkan bangku di paling depan, ia khawatir penglihatan dengan penglihatannya yang buruk, Dayita memiliki semangat tinggi untuk meraih prestasi di sekolah barunya, jika selama materi diterangkan ia tidak dapat melihat dengan jelas, Dayita tidak akan yakin mudah memahami.

Maka dari itu, Dayita tak mengambil pusing. Kembali maju dua langkah dan berdiri tepat di depan meja tujuannya.

"Permisi," sapa Dayita dan berhasil mendapat perhatian. "Boleh saya duduk di sini?"

Gadis yang diajaknya bicara tampak berfikir ragu, rupanya benar rasa curiga Dayita. Kemudian gadis itu justru memilih memperbolehkan dengan senyuman dan mengangguk ramah. "Boleh," jawabnya seraya menarik tas ransel berukuran yang sangat besar. Dayita menduga-duga, apa saja yang gadis itu bawa?

Dayita gadis yang ramah, ia memulai pembicaraan, mungkin saja teman sebangkunya yang baru juga menyukai BTS atau grup K-Pop lainnya, sehingga nanti ia bisa membahas betapa mengagumkannya bias yang ia cintai.

"Dayita." Uluran tangan ditanggapi dengan bayik.

"Tamara, kamu bisa panggil aku Mara," balas Mara dengan senang hati.

Senyuman Mara menyita perhatian Dayita, rupanya Mara memiliki gigi gingsul yang membuat senyumnya tampak manis. 

"Aku panggil kamu Day, ya?" lanjut gadis bergigi gingsul itu, dan Dayita mengangguk setuju. Kehangatan Mara membuat usaha Dayita tak berjalan sulit, hari demi hari mereka semakin dekat, berbagai cerita terus mengalir, kemana-mana tak pernah lepas, kebiasaan tersebut semakin menunjukkan bahwa mereka berada di frekuensi yang sama. Alangkah bahagianya Dayita, meski bukan K-Pop yang membuat mereka satu frekuensi.

***

Sebuah keberuntungan bagi Dayita mendapatkan kelas di lantai dua, dengan begitu, ia bisa melihat lalu-lalang orang di bawah sana dari atas. Terlebih gedung kelasnya berada tepat di pinggir sawah, ia tidak akan merasa sumpek meski hanya berdiam diri di dalam kelas. Baik bentangan padi yang hijau ataupun telah menguning, keindahannya selalu terealisasikan. Ditambah lagi jika hujan turun, maka Dayita akan berdesis sambil berucap, 'maka minat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?'

Waktu istirahat kedua lebih panjang, selepas sholat Dzuhur, Dayita dan Tamara memilih bersantai di balkon. Sebelumnya mereka masih mengobrol dan tertawa bersama, sampai akhirnya hening tanpa diniatkan, Dayita yang sibuk memperhatikan orang-orang di bawah, Tamara yang sibuk menulis sesuatu di buku agendanya.

Helaan nafas lelah terdengar dari bibir Dayita, gadis itu membenarkan letak kacamatanya. Sedari tadi netranya tak putus dari setiap orang yang lewat di bawah sana, lebih seringnya pada setiap orang yang keluar dari kelas Xll MIPA 2 di lantai satu bangunan sampingnya, tapi tak kunjung ia temukan sosok yang dicari.

RAGA SENDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang