2018.4

8 4 0
                                    

Putri Malu Tapi Mau

****

Dayita kehilangan mood bagusnya lagi, memikirkan teman-teman sekelasnya yang bersikap tak menerimanya dengan baik, membuat semangatnya akhir-akhir ini sering menghilang. Gadis itu melepas kacamatanya dan menjatuhkan kepala di atas meja perpustakaan di pojok tepat dekat tembok.

Ia sudah berusaha keras menonjolkan diri, mencari perhatian untuk mengakrabkan diri, tapi akhirnya ia merasa dizolimi, mereka terus membedakan, entah karena apa. Tapi ... bukan kah karena ia memiliki banyak sekali kekurangan?

Huft! itu benar ....

Dayita tak begitu pintar.

Dayita bermata minus.

Dayita tak cantik.

Dayita tak menarik.

Dayita bertubuh pendek.

Dayita berpenampilan culun.

Dayita tak percaya diri.

Dayita selalu didatangi serangan panik.

Dayita selalu menyalahkan diri.

Dayita bukan dari keluarga berada.

Dayita tidak humoris.

Dayita tidak asik.

Dayita pemalu.

Dayita pendiam.

Dayita ... Dayita ... apa lagi? Begitu banyak, Dayita yang memiliki tubuhnya saja sudah tak dapat memikirkan hal baik. Bagaimana ini, Dayita kadang sudah tak sanggup hidup. Berlebihan? Tapi kalian bukan Dayita. Menurut kalian biasa saja, Dayita akan menganggapnya luka luar biasa.

"Day." Panggilan terdengar bersamaan suara bangku yang ditarik, kemudian Dayita merasa seseorang duduk sambil meletakkan bukunya.

Siapa lagi itu jika bukan Tamara. Dayita menarik kepalanya dari meja dengan gerakkan malas, melirik ke arah Tamara tanpa minat. Sungguh luas kesabaran Tamara dan betapa tulusnya ia berteman dengan Dayita, tak pernah sekalipun ia meninggalkan Dayita meski terkadang Dayita bersikap menyebalkan. Contohnya seperti sekarang ini.

"Udah buka chat grup, belum?" tanya Tamara dengan nada lembutnya.

Dayita menggeleng masih dengan tampang cemberutnya.

"Anak EC disuruh kumpul di taman depan kelas dua belas MIPA 2. Ayo, nanti dimarahi Miss Bee," ajak Tamara, memilih mengabaikan raut wajah Dayita yang masam tak bersahabat.

Dayita memenuhi ajakannya, berdiri dengan letih dan berjalan ke arah Tamara yang menunggu di depan pintu perpustakaan. Lihat, meski sahabatnya tak berperilaku hangat kepadanya, Tamara tetap menarik lengan Dayita dan mengapitnya sepanjang perjalanan.

Seharusnya Dayita sadar itu, ia tak perlu banyak teman untuk mendapat kenyamanan. Dayita sudah sepantasnya bersyukur atas kebaikan Allah yang menghadirkan Tamara si ceria dalam hidupnya, meski satu tapi hangat dan selalu mengerti dirinya. Apalagi yang dibutuhkan? Jika Dayita tidak juga menyadarinya, sepertinya ia akan dijatuhkan kerugian besar.

RAGA SENDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang